32

249 30 5
                                    


Pamela senang sekali setelah dipertemukan dengan Dokter Astri, tante Dewa. Wanita itu sangat periang dan juga cerewet. Di Jakarta, dia bisa menemukan tipe orang yang sama seperti itu pada ibunya Savanna, Tante Martha. Perhatian dan juga sisi keibuan yang selalu Pamela kagumi dan juga harapkan.

Rumah tante Astri terletak di sebuah kompleks perumahan mewah di Bandung. Di tengah udara yang sejuk dan suasana yang rindang, rumah itu tampak seperti oasis kecil, dikelilingi oleh pohon-pohon besar yang memberikan keteduhan. Di halaman depan, terdapat berbagai jenis tanaman hias yang tumbuh subur, mempercantik pemandangan dengan daun-daunnya yang hijau dan bunga-bunga berwarna-warni. Sebuah kolam kecil di pojokan halaman berisi ikan sepat hias yang berenang dengan tenang, menambah suasana damai yang menenangkan.

Masuk ke dalam rumah, Pamela segera disambut oleh nuansa hangat dan penuh keakraban. Aroma harum masakan yang baru dimasak menyebar dari dapur, menyambut setiap tamu yang datang. Ruang tamu yang luas dipenuhi dengan perabotan klasik—kursi kayu berukir dengan bantalan empuk, meja rendah dari kayu jati, dan lemari kaca yang menampilkan koleksi porselen dan pernak-pernik yang tertata rapi. Lampu gantung antik di tengah ruang memberikan cahaya lembut yang menambah kesan hangat dan nyaman.

Bukan hanya rumahnya yang membuat nuansa hangat, namun begitu pula dengan orang-orang di dalamnya. Mereka bisa berbincang masalah apapun jauh dari membahas pekerjaan, bahkan mereka tidak canggung saat membahas film yang baru-baru ini sedang hits di media sosial.

Jauh berbeda sekali dengan Pamela dan satu-satunya orangtua yang dia miliki, mereka lebih sering membahas bisnis, tabiat bejat ayahnya dan juga hubungan asmara Pamela yang tidak memiliki harapan hidup itu. Menyebalkan.

Pamela jadi bertanya-tanya, jika mendiang ibunya masih hidup, akan menjadi sosok ibu yang bagaimana? Apakah mungkin untuk Pamela memiliki seorang adik yang lucu dan juga cerewet yang akan selalu merecoki kakaknya? Itu akan menyenangkan jika ibunya masih ada. Mungkin keluarga yang lengkap itu akan ada, dia juga tidak perlu iri hati melihat keluarga orang lain yang sempurna.

Pamela sering merasa hampa saat melihat keluarga lain yang tertawa bersama, merasa terisolasi di tengah kebahagiaan orang lain. Bahkan jika bergabung dengan mereka semua, tapi tetap saja, itu bukan keluarganya dari dasar sekali. Bukan ibu, bapak dan adik-adiknya.

"Are you okay?" tanya Dewa mengecek keadaan Pamela yang sejak mereka beranjak pergi dari rumah tantenya perempuan itu menjadi sangat pendiam walau biasanya juga tidak banyak berbicara, dia hanya sesekali merespon Dewa dengan anggukan dan gelengan kepala. Dewa berpikir, mungkin kegundahan hatinya sejak awal berangkat tadi belum membaik. Mata Dewa menyelidik, alisnya berkerut halus, mencari tanda-tanda di wajah Pamela yang bisa membantunya mengerti perasaan gadis itu

"Tante Astri baik sekali. Mela juga diberi stok lauk, terima kasih ya, Abang." celetuknya kemudian membawa sebelah tangan Dewa ke pipinya, meminta lelaki itu untuk mengelusnya. Dia suka saat Dewa memanjakannya, memberinya sentuhan kecil.

"Iya, sama-sama. Kita ke restoran Sunda next time ya. Besok?" sebelah alis Dewa naik secara alami saat dia bicara, sangat khas.

Pamela menggelengkan kepala. Hari Senin jadwalnya sangat padat, dia tidak tahu jam berapa akan selesai bekerja, berapa banyak laporan yang harus dia periksa, ada beberapa rapat juga yang harus Ia pimpin. Dewa juga tak kalah sibuk Pamela tebak, pekerja kantor mana pun akan sangat hectic di hari Senin, sekali lagi di penghujung hari kerja seperti Jumat. Walau bidang kerja mereka sangat berbeda, Pamela tahu pekerja militer juga sangat terikat dinas.

"Next date saja."

"Apa terjadi sesuatu? Rasanya suasana hati Mela tidak baik." imbuh Dewa, kini sebelah tangannya mengelus pucuk kepala Pamela ringan.

Never Really OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang