28

263 37 7
                                    

10k pembaca. Terimakasih ya :)

:: :: :: :: ::

Rio membanting ponselnya dengan kesal ke atas ranjang. Pesannya sejak dua hari yang lalu kepada kekasihnya tak juga direspon. Berkali-kali Rio mencoba menghubungi, namun tetap tak ada jawaban. Frustrasi bercampur aduk dalam pikirannya, membuat dadanya terasa sesak seperti dihimpit batu besar, memikirkan hubungan mereka yang terasa semakin jauh.

Lelaki berdarah campur Indonesia - Swiss itu memejamkan matanya sejenak, mencoba meredakan kepenatan yang melanda. Tubuhnya lelah setelah kegiatan gotong royong rutin, yang biasa disebut kurve. Mes perwira yang mereka tinggali bersama ini merupakan tanggung jawab bersama, namun yang muda-muda seperti Rio dan Dewa biasanya terkena tugas lebih berat. Sistem hirarki dalam dunia militer memang tak mudah dihilangkan, seperti rantai yang tak pernah putus.

Ting! Ting! Ting! Suara notifikasi beruntun terdengar, membuat Rio langsung membuka matanya dan mengecek ponselnya. Ternyata, tidak ada notifikasi untuknya. Ponsel Dewa yang tertinggal di nakas adalah penyebabnya. Rio menghela napas panjang dan mengumpat kecil, merasa kesal. Pacarnya lagi-lagi mengabaikannya.

Sedang pemilik ponsel yang sedang meraung-raung minta perhatian itu kini sedang membersihkan tubuhnya yang berkeringat dan kotor setelah gotong royong.

Sekali lagi, suara notifikasi dari ponsel Dewa berbunyi. Rio merasa tergoda untuk melihat siapa yang mengirim pesan sebanyak itu. Meskipun ini melanggar etika, hubungan mereka tidak pernah sekaku itu. Baik Dewa maupun Rio tidak pernah menyimpan rahasia satu sama lain, sehingga batasan privasi di antara mereka hampir tidak ada. Mereka sering kali bebas menggunakan ponsel satu sama lain tanpa rasa canggung.

Dari semua pesan yang masuk, satu pesan paling menarik perhatian Rio. Pesan dari kontak bernama Pamela Adidaya.

"Dewa, jemput jam lima, bisa?"

Rio membaca pesan dari Pamela untuk Dewa dalam hati. Dia terdiam beberapa detik, mencerna informasi baru itu. Sekarang, sebuah pertanyaan muncul di kepalanya: sejak kapan Pamela seakrab itu dengan Dewa? Pikirannya berputar-putar seperti pusaran air yang tak menemukan titik tenang.

Oke. Rio memang yang mengenalkan mereka berdua tempo hari. Tapi, Dewa tidak sama sekali tampak memiliki interaksi diluar itu dengan Pamela. Apalagi ini adalah Pamela yang seperti kucing hitam yang galak, susah di dekati.

Tak pelak, jari Rio langsung membuka kolom chat mereka dengan rasa penasaran yang kuat.

Pamela Adidaya
You busy, sir?

Teuku Sadewa
Nope. Saya libur hari ini, Bee. Do you miss me?

Rio langsung menarik ke atas, membaca lebih lanjut percakapan mereka. Namun, tak banyak yang mencurigakan selain panggilan "Bee" dari Dewa untuk Pamela. Oke...ada.. yang mencurigakan. Itu tampak seperti rayuan, adu argumen, atau saling mengejek. Tapi bukan itu bagian pentingnya.

Lebah?

Mual. Rio mual mengetahuinya. Saat membaca kata "Bee" Rio merasakan perutnya seperti dipelintir. Mual. Gelombang mual yang tiba-tiba melanda dirinya seolah menggerus setiap sisa ketenangan yang tersisa. Ini bukan speerti Rio menentang Dewa bersama Pamela, tapi ini lebih seperti sesuatu yang aneh diluar prediksinya.

Jam menunjukkan pukul dua belas siang, sebentar lagi mungkin Dewa akan selesai mandi. Tapi Rio merasa tak ingin bertemu dengan lelaki itu lebih dulu. Rasanya canggung melihat Dewa yang kemungkinan besar mungkin sekarang sedang menjalin hubungan asmara dengan Pamela. Rio masih belum bisa menerimanya.

Tanpa berpikir panjang, Rio langsung mengambil tas jinjing berukuran sedang dan cepat-cepat membungkus satu set pakaian, kemudian keluar dari mes dengan langkah terburu-buru.

Never Really OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang