18

315 42 1
                                    

Suara gema dari yel-yel yang diseru para prajurit dengan nyaring terdengar dari jarak 500 meter ke depan. Prajurit yang pagi itu lengkap dengan atribut seragam dari sepatu PDL hingga tas ransel hijau lumut dan senapan berlaras panjang yang rata-rata memiliki berat empat kilo gram itu di gendongan mereka. Para prajurit itu memulai latihan fisik sejak fajar menyingsing, setelah memastikan mereka telah melakukan ibadah sesuai dengan agama masing-masing, prajurit yang telah diberi tahu sejak awal akan melakukan kegiatan peningkatan kebugaran memulai harinya dengan lari pagi dengan jarak lima kilometer.

Dewa hari itu memimpin jalanya kegiatan. Badannya jadi segar dan bugar setelah bercucur keringat sepanjang rute lari pagi. Walau dengan udara sejuk khas dataran tinggi menusuk hingga ke tulang, keringat tak malu-malu mengucur dari pori-pori. 

Kegiatan kebugaran diri usai menjelang jam 10 pagi. Dewa langsung membubarkan barisan setelah mereka kembali ke kodam. Ada acara penting yang harus Ia hadiri hari ini yang tak lain adalah acara lamaran Haikal, kakak sepupu Rio. 

"Ah salam!" Rio datang menggoda dengan meninju kecil otot bisep Dewa yang menonjol, "Langsung terpental aku." katanya berlagak seakan-akan telah meninju batu keras pada ventral lengan atas lelaki beralis tebal itu.

"Sudah lama kita tidak nge-gym, Yo." Kata Dewa. Dulu otot bisepnya lebih besar dan keras dari sekarang, namun sekarang agaknya sudah tidak seperti dulu lagi. Dia hanya menjaga pola makannya saja sekarang agar badannya tidak bongsor diluar nalar setelah jarang berolahraga.

Walau sebagai tentara mereka rutin melakukan pemanasan fisik, tapi olahraga angkat beban seperti di gym tentu memberi efek berbeda.

"Iya, aku tidak bersemangat pergi gym, tidak ditemeni oleh Kanaya." Kata lelaki itu melankolis seraya mengelus otot abs nya yang kini sudah agak menghilang.

Kayana adalah kekasih Rio yang telah Ia pacari sejak lelaki itu mulai dinas di Bandung. Saat ini mereka menjalani hubungan jarak jauh karena wanita itu sedang melanjutkan studi magisternya di Sydney.Sebelumnya, Rio sangat rajin mengolah tubuhnya. Ada Kayana yang selalu menemani lelaki itu, mereka selain berolahraga bisa juga sekalian gym-date kalau kata Rio.

"Ada-ada saja kamu, Yo." Kata Dewa ga habis pikir mendengar jawaban sahabatnya itu. Dewa mulai menanggalkan bajunya yang penuh keringat dan menaruhnya di keranjang baju kotor di studio dalam barak. Spasi kecil yang biasa mereka gunakan untuk menyimpan baju kotor maupun tumpukan sepatu.

Rio telah lebih awal pulang ke barak dan sudah selesai mandi. Sambil mengeringkan rambutnya yang telah disucikan dengan shampoo anti ketombe merk lokal, Rio kembali memulai percakapan dengan Dewa.

"Bang, nanti temeni Pamela juga ya." Pesannya. Dia agak sedikit khawatir dengan perempuan yang sangat pendiam dalam lingkungan baru itu. Bakat beradaptasi Pamela bisa dikatakan sangat rendah. Paling tidak Rio ingin Pamela menambah teman baru, apalagi Dewa temannya ini orang terpercaya. 

"Iya, Yo." Sahut Dewa. Dia membuka pintu kamar mereka dan menarik kursi kecil di sana sambil memotong kuku sebelum lanjut mandi sebentar lagi.

"Semoga tidak mengganggu proses PDKT Abang dengan Dokter Amira."

"Maksudnya bagaimana? Siapa yang sedang PDKT dengan Dokter Amira?" todong Dewa memastikan perkataan Rio sebelumnya.

"Bang Dewa Kan?" Gerakan Rio yang sedang memakai kaos dalam berwarna putih terhenti kala Dewa bertanya seperti orang bodoh.

Hah? Dewa terkejut mendengar itu. "Lah, siapa yang bilang?"

"Lho, memangnya tidaak?" Rio juga ikut terkejut mendapat respon kering seperti itu dari Dewa.

Pria bertubuh tegap dn menjulang itu langsung menatap Rio penuh kecaman. Gemas setengah mati dengan sahabatnya yang satu itu. "Kamu itu dengar dari siapa saya PDKT sama Dokter Amira. Jangan aneh-aneh, Rio."

Never Really OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang