31. [two of us]

1.3K 141 7
                                    

Naya terbangun dari tidurnya ketika mobil yang dikendarai oleh nakula sudah berhenti. Ia masih memeluk mawar yang diberikan suaminya sambil berkedip kedip. Matanya melihat sekitar, ia tidak tahu ini dimana. "udah bangun?" nakula yang menyadari kalau istrinya sudah terbangun langsung menoleh. Naya menganggukan kepala. "kita dimana?"

"pantai. my friend reccomend this place, cukup jauh sih. lima jam perjalanan. untung kamu tidur" nakula berujar apa adanya. "lima jam perjalanan?" naya melotot. dia malah tertidur disaat suaminya menyetir setelah pulang bekerja?

"nanti kita nginep disini, vila temanku disekitar sini. jadi, ayo turun" nakula membuka pintu untuk turun. Naya kemudian turun dengan memasukkan kotak yang diberikan nakula serta handphone miliknya ke dalam tas sementara tangannya masih membawa bunga.

"pakai ini aja, kasian kakimu udah ngga kuat pakai heels" nakula memberikan sendal jepit kepada naya. dengan berpegangan kepada bahu nakula yang tengah membungkukan badan untuk melepas sepatunya.

Ketika sepatunya terlepas, naya bisa langsung merasakan perbedaan tinggi badannya dengan tinggi sang suami karena mau bagaimanapun, nakula termasuk tinggi walau tidak setinggi bima ataupun sadewa yang terlalu banyak mengonsumsi kalsium.

"mau kemana kita?" naya bertanya kepada nakula yang melangkah menggandengnya. Nakula mengangkat bahu. "ngga terlalu jauh dari sini kok" ia berujar sambil menarik pelan pergelangan naya agar naya tidak terlalu jauh. Udara dingin malam hari langsung menyambut keduanya, bahkan anak rambut naya sudah berterbangan karena angin.

"tada!" naya tertawa kecil melihat sebuah tempat yang berada tidak jauh dari dermaga. Ada sebuah karpet disana dengan beberapa lampu sehingga tidak terlalu gelap. Ada beberapa piring makanan dan snack, serta beberapa bantal dan selimut. "kamu yang nyiapin ini?"

nakula menganggukan kepala. "kalau menurut ramalan cuaca. Hari ini ngga hujan jadi kita bisa berada disini tanpa kehujanan"

Naya lagi lagi tertawa. nakula dan semua idenya membuatnya tidak habis pikir. "sini duduk sini. tenang aja orang orang disini cukup jauh kok, jadi kamu ngga perlu merasa ngga nyaman karena hanya ada kita berdua disini" nakula menepuk nepuk tempat disampingnya.

Naya melepas sendal jepit yang ia kenakan sebelum duduk di samping nakula. "ini selimutnya dipakai biar kamu ngga kedinginan" ia melingkarkan selimut itu di tubuh naya karena ia tahu naya tidak seperti dirinya yang tahan terhadap dingin.

Nakula kemudian merebahkan kepalanya di samping naya. "emang ya umur ngga bisa bohong. dulu kuliah nyetir dua belas jam sendiri kuat sekarang udah sakit pinggang aja" ia mengeluh.

naya terbahak. "kamu bahkan belum tiga puluh"

nakula membuka mata. "that's exactly what i mean. Aku bahkan belum tiga puluh tapi dah jompo aja" ia mengeluh.

"hari ini gimana? adek rewel?" nakula bertanya kepada naya yang mengambil sosis bakar dan mulai memakannya. Ia menyodorkan kepada nakula, nakula menggigitnya pelan. "pedes" ujarnya merasa lidahnya sedikit terbakar karena rasa pedas. bagi naya ini tidak ada apa apanya tapi bagi nakula, rasanya membuat lidahnya matu rasa.

"dia rewel pagi. sembuhnya itu aku harus ngancem bakal ngadu ke ayah kalau dedek rewel. emang ini jiplakan ayahnya banget takut sama ayah ya nak, padahal ayah mu ngga galak kok" naya berujar sambil memakan sosis nya lagi. ia membenarkan selimut yang melingkar di tubuhnya.

"Nakula, terlalu berat ngga sih kalau aku mau anak perempuan?" naya bergumam sambil menatap lurus ke depan. Nakula yang memejamkan matanya langsung membuka. "kamu mau anak perempuan? ngga jadi mau anak laki-laki?"

"ya mau juga. tapi dari kemarin orang-orang berdoa kalau aku bakal punya anak perempuan. menurutmu aku perlu mengaminkan ngga?" nakula menganggukan kepala. "aminin aja" ujarnya. ia mengangkat tangannya untuk menyentuh perut naya yang masih datar.

"mau dia laki-laki ataupun perempuan, aku ngga pernah ada masalah. Aku bakal berusaha jadi ayah yang hebat buat dia. Kalau anak ini perempuan, semoga dia mirip kamu ya?"

"kenapa?"

"kamu harus tau harus seberapa bersyukurnya aku punya kamu apalagi ditambah kamu versi kecil" ujar nakula sambil tersenyum tipis.

Ia kemudian mengangkat pandangannya hingga memandang langit yang malam ini cerah. banyak bintang yang bisa terlihat kelipannya dari mata. "kamu lagi banyak pikiran ya?" naya merebahkan badannya berlawanan arah dengan nakula sehingga kepala mereka bertemu dalam satu bantal.

"sedikit" nakula menjawab apa adanya.

"mind to tell me?" nakula tersenyum. "nanti setelah semuanya ngga kusut lagi"

mendengar itu naya menganggukan kepala. "oke" ujarnya tanpa memaksa sang suami untuk bercerita.

"oh bintang jatuh, nakula" naya berujar sambil menunjuk ke arah benda yang bergeser di mata naya. Entah mata naya yang rabun atau memang sudah malam, namun ia bisa melihat benda yang ia klaim sebagai bintang jatuh. Nakula membuka mata. "mana?"

tangan naya terulur menunjuk benda yang ia maksud. "disana. ayo make a wish. katanya kalau kita berdoa waktu bintang jatuh doanya bakal terkabul"

nakula yang tidak percaya tahayul hanya berdecih namun tetap memejamkan mata dan merapalkan doa kemudian membuka matanya. "udah" ujarnya kemudian melihat naya masih terpejam dengan senyum lebarnya.

"kamu berdoa apa kok lama banget berdoanya? kamu doain satu negara ya?" ledek nakula. naya menoleh ke arah nakula kemudian mencubit pelan pipi nakula. "sembarangan. aku tuh berdoa biar kamu dikasih keselamatan sama tuhan. Aku berdoa biar kamu kalau kerja selalu selamat dan pulang kerumah demi keluarga. Aku juga berdoa biar dedek jadi anak yang hebat entah dia nanti laki laki ataupun perempuan" naya menceritakan doanya dengan senyuman lebar walau wajahnya sudah terlihat lelah.

nakula menoleh. "kamu ngga berdoa buat kamu sendiri?"

naya menatap suaminya dengan senyum lebar yang sama. "itu doamu, bukan?"

nakula mengulum senyum. "beruntungnya iya" ia menatap langit di depannya.

"aku penasaran deh. kenapa aku?" nakula kembali melirik naya yang bertanya. matanya tidak menoleh ke arah nakula, masih melihat bintang bintang sambil merapatkan selimutnya. "maksudnya?"

"kenapa aku yang jadi istri kamu? kan banyak tuh perempuan perempuan cantik di luar sana. kenapa kamu pilih aku?"

nakula mengulum senyum. "oh itu"

"iya itu. aku penasaran. padahal kamu bisa sekali kedip dapat perempuan yang kamu mau"

"tapi buktinya sekali kedip aku ngga dapat kamu tuh" naya memutar matanya mendengar jawaban nakula.

nakula tertawa pelan. "ngga tau, waktu itu aku naksir kamu di kantor deh kayanya. waktu itu kamu sama mbak wendy. Karena penasaran, aku iseng cari cari semua informasi tentang kamu eh gataunya udah punya pacar. Yaudah kucari aja sekalian identitas pacarmu eh ternyata dia selingkuh. Karena kupikir ada celah buat dapetin kamu atau paling engga biar kamu lepas dari pacarmu, aku bilang ke kamu. Dan yep, makin kesini kamu tahu sendiri gimana"

"untung waktu itu pacarku selingkuh jadi alasan putus. kalau engga?" naya bertanya kepada nakula. nakula tersenyum enteng. "kubuat kamu putus sama pacarmu lah"

"emang gila kamu ya" nakula terbahak ketika istrinya mengumpati dirinya.

"naya" ia berbaring miring melihat wajah istrinya dari samping. pipi yang sudah mulaj chubby, bibir tipis, serta hidung yang begitu mancung merupakan figur yang sempurna di mata nakula.

"apa?" naya ikut berbaring miring hingga wajah keduanya berhadapan.

"terima kasih ya udah mau nerima aku jadi suami kamu walau dengan cara yang tidak terlalu mengenakkan. aku ngga tau dimasa lalu aku pernah berbuat apa sampai sampai aku bisa menikah sama kamu sekarang. dan di masa depan, di kehidupan yang akan mendatang, aku juga mau jadi suamimu lagi. Itu doaku saat bintang jatuh tadi"

-----

jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ya bestie! thank you for reading💗

NAKULATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang