Tingkeban

3.3K 100 4
                                    

Selama masa kehamilan trimester pertama dan kedua, Almeera melewatinya dengan nyaman karena support system dari banyak orang. Almeera juga masih melakukan kegiatan seperti biasanya, seperti bekerja, menemani habib majelisan dan banyak lagi, hanya saja di trimester pertama kehamilan sedikit banyak drama.

Kini Almeera dan habib juga sudah pindah di rumah sendiri. Kata habib, sebelum anak mereka lahir, mereka harus sudah pindah di rumah sendiri. Supaya nanti kalau bayinya lahir, dia punya kenangannya sendiri di rumah dimana ia dilahirkan dan dibesarkan.

"Mas, ini acaranya jam berapa sih, kok yang mau ngedekor belum dateng?"

"Sabar sayangkuu... lagian mamah sama Abi juga masih di jalan,"

Kini keduanya sedang bersantai di ruang tamu sambil menunggu tukang dekorasi yang bersedia menghias serta menyusun acaranya datang.

"Tumben Al, ga tidur lagi habis shubuh?" Tanya bunda dari arah dapur sambil membawa segelas air putih.

Ayah dan bunda memang sudah sampai di Boyolali dua hari yang lalu. Karena memang habib dan Almeera memberikan kabar, bahwa mereka akan menyelenggarakan acara tingkeban atau 7 bulanan bayi mereka.

"Eh bunda," habib zaidan beranjak meraih tangan bunda untuk salim.

"Semenjak nikah, Al tuh jarang banget loh bun tidur habis shubuh," Almeera memamerkan prestasinya kepada bunda.

"Iya bun, biasanya aja zidan sampe maksa loh, biar dia istirahat," tambah habib zaidan.

"Ya nggak papa, bagus kalo gitu. Toh memang kamu ini sudah harus banyak gerak, banyak jalan," nasihat bunda sambil memberikan segelas air putih yang dibawanya kepada Almeera.

Tepat jam 05.30 tukang dekorasi dan pembuat acara tiba di kediaman habib zaidan dan Almeera. Mereka segera bergegas mendekorasi ruangan setelah berdiskusi sebentar. Almeera dan habib yang diberi tahu konsep acaranya hanya manggut-manggut saja, karena mereka sudah percaya sepenuhnya kepada vendor yang mereka ambil.

Sekitar jam 8 pagi, keluarga habib zaidan tiba. Mereka semua diarahkan untuk beristirahat terlebih dahulu, karena memang acaranya digelar setelah sholat dhuhur nanti. Dari pihak keluarga habib zaidan kurang personil, yakni Syeima dan juga bang Fagih. Syeima sedang ada acara di pesantren yang tidak bisa ditinggal, sedangkan bang Fagih sudah kembali keluar kota untuk bekerja.

"Yang, sini...duduk sini," habib zaidan menepuk sisi tempat tidur.

"Bentar mas, ini lagi nyobain kerudungnya," Almeera masih sibuk di depan cermin dengan berbagai warna jilbab di sekelilingnya.

"Sudah toh....kamu itu cantik mau pake apa aja, nanti juga kan dibantu sama mbaknya, sekarang kamu istirahat dulu, yah?" Habib zaidan menghampiri Almeera dan memeluk perut buncit Almeera dari belakang.

"Yaudah, aku beresin dulu, mas tungguin aja di kasur oke?" Almeera melepaskan pelukan habib zaidan dan segera membereskan jilbab yang baru saja ia berantakkan.

"Mas...."

"Hmm?" Habib zaidan mengelus-elus perut buncit Almeera dengan lembut. Kini keduanya sudah berbaring di atas ranjang.

"Menurut mas aku gendutan ga sih?"

"Astaghfirullahaladzim...ya Allah, beri hamba keselamatan dan kelancaran dalam menjawab pertanyaan keramat ini, AMIIIIN," batin habib zaidan dalam hati.

"Mas...kok diem sihh, jawab dong," ulang Almeera.

"Sayang.... orang hamil itu wajar kalo gendut, kan kalo makan buat dua orang, ya toh?" Jawab habib zaidan hati-hati.

"Berarti, aku gendutan?"

"Allahuakbar...."

"Se-sedikit sayang-,"

HABIBI, Muhammad Zaidan YahyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang