Penjelasan

2K 87 10
                                    

Farah dengan sigap segera menghubungi habib zaidan dan memberikan kabar jika sahabatnya baru saja menghubunginya. Farah juga memberitahukan kepada habib zaidan jika Kevin sudah mengantarkan Almeera ke rumah sakit.

"Saya mau ketemu sama istri saya dulu," ucap habib tanpa menolehkan pandangannya.

"Iya, saya tahu. Tapi ijinin saya ngomong sebentar aja,"

"Aping tunggu sini bentar boleh? Duduk disini, tunggu baba oke?" Zafeer mengangguk, kemudian habib menurunkan putranya tersebut dan mendudukkannya di kursi tunggu.

"Sebelumnya saya minta maaf jika saya lancang mencampuri urusan rumah tangga anda dan Mira," habib masih setia mendengarkan kelanjutan kalimat lelaki di hadapannya itu.

"Tapi yang perlu mas ketahui, Mira itu sahabat sata sejak SMA. Dan kami....kami tidak pernah memiliki hubungan lain selain teman. Saya juga akan menikahi teman Mira, Farah. Jadi mohon, apapun kesalahpahaman yang terjadi karena saya, saya mohon maaf,"

"Mas ngga perlu curiga Mira cerita ke saya tentang masalahnya. Mira bukan tipikal orang yang suka mengumbar masalahnya. Saya tau masalah ini, karena ngga sengaja mendengar pembicaraan Mira di telepon kemarin,"

"Masalah perasaan Mira, sebaiknya mas dengarkan sendiri penjelasan Mira. Saya yakin, mas adalah orang yang sangat berarti di hidupnya. Mas adalah adalah prioritasnya dan tak tergantikan di hati Mira. Sekali lagi, maaf kalo saya lancang," habib kemudian mengangguk dan memeluk Kevin kemudian menepuk pundak pria itu.

"Terimakasih, saya ke istri saya dulu," kemudian habib beranjak meninggalkan Kevin yang terlihat lega telah menuturkan penjelasannya.

Habib membuka pintu kamar ruangan, dimana istrinya tengah berbaring lemah di sana. Hatinya hancur, melihat wanita yang ia sayangi terkapar lemah tak berdaya. Habib mengusap air matanya sebelum mendekat ke arah Almeera berbaring.

"Assalamualaikum, anak baba.... makasih yah, sudah bertahan. Maafin baba ndak bisa jagain kamu sama ummah," habib zaidan mengelus perut Almeera lembut, kemudian beralih menggenggam tangan istrinya yang lemah itu.

"Hiks....hiks....hikkss...mas minta ampun, mas minta maaf, hiks... Maaf karena ndak perhatikan kamu, maaf mas ndak busa jaga kamu disaat kamu butuh, hikss....maafin mas sudah dzolim sama kamu, mas sudah hiks..... sia-siakan kamu," habib menundukkan kepalanya sambil menggenggam tangan istrinya serta menangis sesenggukan di sana.

"Mas...hiks....mas ndak bertanggungjawab, mas cuma mikirin ego mas, hiks..." Tanpa habib sadari, Almeera telah membuka matanya dan mendengar monolog habib sambil meneteskan air mata, masih tidak menyangka jika lelakinya kini berada di depannya.

Almeera mengusak lembut rambut suaminya yang masih setia menggenggam tangannya sambil menangis. Habib zaidan menyadari ada yang mengelus kepalanya, sontak mendongakkan kepalanya dan mendapati istrinya sedang tersenyum ke arahnya dengan mata berkaca-kaca.

"Yang... alhamdulilah, kamu sadar Yang. Mana yang sakit? Mas panggilkan suster yah? Apa mau diambilkan minum dulu, yah?"

"Ssshhh....mas..mas..Al cuma mau mas aja, Al udah ndak sakit, yah," Almeera menenangkan suaminya yang terlihat panik kelabakan.

"Hhhhh....ck...hiks...hiks..." Habib memandangi sebentar wajah istrinya, kemudian menggeleng dan menangis kembali.

"Mas...hhhh, mas minta maaf udah bikin kamu begini, mas..."

"Sshhh.....udah yah, Al udah ndak papa mas," seali lagi, Almeera berusaha menenangkan dan meyakinkan suaminya.

"Tapi kamu hiks....kamu sampe perdarahan. Kalo ndak cepet dibawa ke rumah sakit hiks....kita bisa kehilangan calon anak kita Yang,"

"Iya.... Al tau, tapi kan sekarang Al udah baik-baik aja, mas ndak perlu khawatir yah," Almeera mendekap kepala habib dengan kedua tangannya, habib pun mengangguk.

"Makasih yah, mas udah nyelametin Al sama anak kita," habib pun menggeleng dan menggenggam tangan istrinya.

"Sebenarnya, yang bawa kamu ke sini itu Kevin," Almeera terlihat panik ketika mendengar nama itu disebut.

"Mas udah denger dari Kevin, semuanya. Maaf yah, mas ndak denger penjelasan kamu dulu,"

"Mas udah ndak marah sama Al?" Habib zaidan mengangguk kemudian mencium kening istrinya.

"Ndak sayangg...semua orang itu punya masalalu, tapi mas percaya kamu, istri mas, selalu memprioritaskan mas sebagai imam kamu," Almeera pun memeluk suaminya, ia terharu mendengar keikhlasan dari setiap kalimat yang suaminya tuturkan.

"Al juga minta maaf ndak ngomong jujur ke mas soal Kevin,"

"Mas ngerti, kamu ndak mau mas kecewa toh?" Almeera mengangguk kemudian memeluk suaminya itu kembali.

"Tapi mas, soal rania...."

"Kamu jangan percaya sama Rania. Kamu tahu sendiri toh, Rania itu orangnya gimana?"

"Iya, Al tahu. Tapi sejak kapan dia disana? Kenapa mas terima tamu, sedangkan di rumah lagi ndak ada siapapun?"

"Eitss... cemburu toh kamu?" Habib menoel dagu Almeera gemas.

"Ckk....apa toh mas, Al serius iniii..."

"Wkwkwkkw... iya-iya, mas juga serius ini. Ada kok orang di rumah, cuma memang Mamah Abi sama yang lain kagi pergi,"

"Kaann....mas berduaan sama Rania di rumah kan?"

"Ada Yang, ada anak hadroh di belakang. Tadinya Rania itu ditemui sama topek sama ndolin, tapi mereka chat mas terus, katanya mas suruh nemui. Pas mas kedepan ambil air, eh istrinya mas dateng sama pangeran,"

"Iih...yang bener, jangan gombal," Almeera mencubit perut suaminya.

"Eh..eh..aww, sakt toh Yang. Mas serius ini, ndak bohong," habib zaidan menunjukkan dua jarinya.

"Kalo gitu sekarang anaknya mana?" Tanya Almeera, pasalnya sedari tadi anak itu belum terlihat dalam pandangannya.

"Ada di luar, sama Kevin. Takutnya kalo mas ajak kesini, terus liat kamu ndak sadar, aping nya takut khawatir. Mau mas panggilkan?" Almeera mengangguk kemudian habib pergi memanggil anaknya di luar.

"Ummmaaahh...." Zafeer berlari sambil merentangkan kedua tangannya.

"Eh masyarakat jagoan ummah," habib membantu mengangkat Zafeer untuk naik ke pangkuan Almeera.

"Ummah atit?" Tanya aping polos, Almeera menggeleng sebagai jawaban.

"Ummah sehat kok, cuma kecapean ajah,"

"Aping cayang ummah, dont be sick anymore ummah," Zafeer memeluk Almeera dengan kedua tangan kecilnya.

"Ummah cayang aping too, nak,"

Almeera masih menikmati momen berpelukannya dengan Zafeer, putranya. Sampai ia tak menyadari kehadiran sosok yang kini sedang melihat kehangatan interaksi dirinya dan keluarga kecilnya.

"Ekhem...Mir," sapa Kevin.

"Eh, vin,"

"Ummah, om epin tadi main tama aping. Om epin mennya ummah tan?" (Ummah, om Kevin tadi main sama Zafeer. Om kevin temennya ummah kan?)

"Iya nak, om kevin itu temennya ummah,"

"Makasih Vin, sudah nolongi aku. Kalo ndak ada kamu, mungkin aku sudah kehilangan-"

"Udah... santai aja kali, Mir. Kaya ke siapa aja, lagian lo kan temen gue sama si Farah. Pastilah gue bakal tolongin," Almeera mengangguk.

"O-oiyah, kenalin, ini suamiku, mas zidan," habib zaidan tersenyum kepada Kevin dan dibalas senyuman pula oleh Kevin.

"Iya, tadi udah sempet ngobrol kok. Kalo gitu, gue cabut ya, Mir. Mau nyusulin Farah soalnya. Lo baik-baik sama suami lo, yang nurut, jangan bandel," Almeera sedikit canggung dengan penuturan Kevin barusan.

"Eh...maaf, saya ngga maksud mau godain Mira kok. Kalo gitu, saya ijin pamit yah mas," Kevin menjabat tangan habib zaidan, kemudian beralih munuju Zafeer yang berada dalam pangkuan Almeera.

"Hei jagoan, im kevin pergi dulu yah. Ntar ajakin baba sama ummahnya buat main ke rumah om kevin, oke?"

"Oteee," kevin pun kemudian beranjak pergi meninggalkan keluarga kecil tersebut untuk menjemput kekasihnya.

HABIBI, Muhammad Zaidan YahyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang