INDIKOS : Chapter 3

431 42 13
                                    

"Mingi memang ya mulut mu" kata Minho. Pria itu kini mendekat ke arah pria yang lebih tua darinya. Tubuh Minho sangat kecil bagi Mingi. Tak hanya kurus dia pun lebih pendek dari Mingi.

"Kapan kau akan bayar?" Tanyanya. Minho menghela napas pelan.

"Sekarang?" Tanya Minho. Pria muda itu terkekeh apalagi saat melihat penampilan Minho yang terus-terusan mengobral dirinya dengan pakaian seksi itu. Walaupun rumah mereka memang jarang dilewati orang karena tempatnya di ujung jalan.

"Coba mendekat sebentar" Mingi menarik tubuh mungil itu terlahan, tangannya meraba tubuh pria manis itu hingga membuat Minho menejamkan matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Coba mendekat sebentar" Mingi menarik tubuh mungil itu terlahan, tangannya meraba tubuh pria manis itu hingga membuat Minho menejamkan matanya. Jari panjang milik Mingi kini sudah ada di depan lubang anal si manis yang masih basah.

"Ngmmm" Minho melengguh padanya saat pria itu memasukan jarinya. Seketika ekspresi Mingi kecewa.

"Tadi apa yang masuk? Kenapa longgar sekali?" Tanya pria itu. Tangan Mingi yang nakal masuk lebih dalam.

"Tiga bola sodok" jawabnya. Mingi terkejut kemudian melepaskan jarinya.

"Wah hebat, pantas sangat longgar. Lain kali saja bayar hutang mu" kata anak itu. Minho memukuli wajah teman satu rumahnya beberapa kali.

"Anak nakal, beraninya kau menggoda ku. Pergi tidur sana!! Besok kau sekolah" kata Minho mendorongnya masuk ke rumah. Minho mode galak tidak bisa dibiarkan, mungkin nanti sebuah satu akan melayang pada kepala Mingi jika membantah.



______



Kini Chan tengah sibuk berkutat dengan banyak berkas di depannya. Karena masih baru dia agak kebingungan. Namun hal tersebut tak membuat semangatnya luntur.

"Chan bagaimana? Apa kau bertemu pemiliknya?" Kalimat tersebut membuat kepala sang junior mendongkak. Mata Chan langsung terbelakak mendengarnya. Dia lupa dengan indekosnya.

"Hah iya, aku bertemu dengannya. Dia nampak masih muda dan baik. Tapi aku lupa untuk mengabarinya. Sepertinya tidak ada waktu lagi mencari tempat tinggal lain" ucap Chan sembari menghela napas pelan. Pria itu kini langsung merogoh saku celananya perlahan.

"Halo, ada yang bisa saya bantu?"

"Oh Tuan Lee, ini Bang Chan. Aku satu minggu yang lalu datang untuk melihat indekos mu. Rencananya aku akan menyewanya" ucap Chan dengan agak bergetar. Jari tangannya digigit perlahan menunggu jawaban pria manis itu.

"Oh maaf Tuan Chan, tapi kemarin sudah ada yang mengambilnya. Apakah kau sangat membutuhkan?"

Chan menghela napas pelan, karena sibuk dia jadi lupa dengannya. Sampai ada penyewa lain yang dapat.

"Ya, sepertinya begitu" jawab Chan kecewa. Pria itu terdengar menghela napas pelan.

"Kebetulan orang itu belum membayar uang muka dan barangnya belum pindah. Jika kau mau kau boleh pindah besok, aku akan berusaha berbicara padanya" jelas pria itu dengan lembut. Chan langsung berbinar menatap Changbin.

"Baiklah besok aku akan datang lagi" jawab Chan dengan sopan.

"Baiklah Tuan Bang aku akan menunggu" katanya ceria. Chan langsung menutup telepon. Akhirnya, masalah tempat tinggal berhasil diatasi.

"Aku sepertinya akan mengambil cuti ku besok Changbin. Aku harus memindahkan barang ku" kata Chan sembari menatap rekan kerjanya.

Chan kini berjalan di atas trotoar menuju ke halte bis. Napasnya agak berat karena menahan lapar, tadi dia sempat ikut patroli jalanan jadi tak sempat makan. Entah sungguh malang nasibnya sebagai seorang Junior.

Banyak sekali hal yang dipikirkan, sesegera mungkin dia harus menyelesaikan apa yang dia bisa mulai dari pindahan besok ke indekos barunya. Membayangkan dirinya tinggal di sana sangat indah. Tempat penuh bunga yang memanjakan mata. Udara sejuk membuat rasa letihnya hilang dan juga pemiliknya ya manis.

Hah apa ini? Kenapa Chan tiba-tiba mengingat wajah manis itu? Senyumannya, mata indahnya dan bibir meronanya. Tak lupa gigi kelinci yang lucu.

"Bang Chan apalah kau" katanya kini menampar pipi. Bukan itu maksud Chan, tapi suasana di sana. Dirinya kembali mengusap perut karena lapar. Sepi, entah kenapa jalanan di sana sangat sepi. Hanya beberapa taksi yang berlalu lalang. Namun tidak dipungkiri tempat ini adalah tempat paling ujung di negaranya. Siapa yang akan ke sini kecuali penduduk lokal.

Tepat di depan sana, Chan berusaha menyipitkan mata. Sesosok pria mendongkok dengan sebatang ranting di tangan kanannya. Di depannya seekor kucing berwarna kuning menggemaskan bermain.

"Siapa orang yang bermain kucing di pinggir jalan jam segini?" Gumam Chan mendekat. Semakin mendekat, seperti familiar wajahnya.

"Hoh Tuan Lee?" Tanya Chan saat melihat sang pemilik indekos. Pria manis itu mendongkak sama terkejutnya dengan Chan.

"Tuan Chan ya? Wah kenapa kita bisa bertemu?" Tanyanya bangun dengan kayu kecil yang masih dirinya bawa. Perlahan Chan menoleh ke arah kucing itu, rupanya dia tengah makan.

"Kau suka kucing ya?" Tanya Chan gemas, pria itu kini mendekat dan menjongkok mengusap makhluk berbulu itu. Minho mengangguk lalu menjongkok di samping Chan memperhatikan gumpalan bulu berwarna kuning itu.

"Aku punya dua kucing di rumah" kata Minho. Chan menoleh pelan menatap wajahnya.

"Tapi tidak udah khawatir, aku punya tempat khusus. Mereka tidak akan menganggu mu" kata Minho tersenyum perlahan. Chan mengangguk membalas senyumannya.

"Kenapa kau di sini? Ini sudah malam" kata Chan. Minho agak terdiam kemudian dia berbicara.

"Tadi tiba-tiba aku lapar, bahan masakan sudah habis jadi aku keluar. Namun sepertinya semua kedai sudah tutup" jelas Minho membuat alasan. Padahal tadi baru saja dia datang dari melayani para kliennya di hotel.

"Ohh begitu, apa kau mau makan dengan ku?" Tanya Chan tiba-tiba. Minho menelan ludah menatap wajah tampan di depannya, kenapa tidak?

"Ayo" jawab Minho tanpa menolak mereka kini bangkit dan berjalan beriringan. Minho berusaha untuk menutup jaketnya yang memperlihatkan tubuh bagian dalam nya. Jangan sampai Chan berpikir aneh melihat penampilan Minho.

"Apa tidak dingin mengenakan celana pendek dan pakaian seminim itu keluar malam-malam?" Tanya Chan tiba-tiba. Minho menggeleng pelan, memperlihatkan bentuk tubuhnya adalah kesukaan Minho.

"Tadi aku belum sempat mengganti pakaian, ini pakaian tidur ku" kata Minho. Chan hanya mengangguk, di era global seperti ini pakaian seperti itu lumrah digunakan oleh pria ataupun wanita.

"Saat kau tinggal di tempat ku kau akan sering lihat jadi jangan terkejut" kata Minho. Chan tersenyum kemudian menganguk. Sepertinya itu tak penting baginya yang terpenting bisa tinggal dekat dengan kantor dengan harga yang murah.









TBC

Jangan lupa vote dan komen ya

INDEKOS [Banginho] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang