INDEKOS : Chapter 27

321 40 21
                                    

Minho sangat kelelahan saat ini, dia juga begitu lapar karena belum makan sama sekali. Wajahnya pun pucat pasi, sejak hujan dua hari yang lalu dirinya tak bisa tidur tenang karena harus memperbaiki atap indekos yang bocor.

Minho tak punya uang untuk memperbaiki dengan tukang, jadi dia melakukan sebisanya. Musim hujan sangat membuat Minho kesulitan, karena itu pun dia mendapatkan demam. Kepalanya pun juga terus pusing.



_____


"Ahh sebentar lagi istirahat" gumam Minho dengan sepiring makannya laut di tangannya. Dia kini berjalan menuju ke arah pelanggang yang memesan. Namun, pandangannya perlahan kabur.

"Bruak!!" Suara piring terjatuh membuat seisi kedai heboh. Perlahan Minho berusaha bangun dengan memegang kepalanya.

"Kau tidak punya mata?" Suara nyaring itu perlahan membuat mata Minho terbuka. Pakaian putih yang dipakai oleh wanita itu kini tersiram kuah dari piring yang dia tumpahkan.

"Maaf nyonya, maaf saya tidak sengaja" kata Minho.

"Panggil pemilik kedai ini, aku ingin minta ganti rugi" katanya. Minho hanya bisa mengangguk. Seperti yang dia tahu, kini Minho dicaci maki oleh sang pemilik kedai. Dia juga dipecat dan diberikan setengah gaji karena harus menganti uang ganti rugi.

Lelah, Minho sangat lelah. Di tangannya hanya ada beberapa won yang baru dia dapatkan. Sekujur tubuhnya sudah basah karena hujan terus mengguyur dirinya dengan jahat seperti menertawakan keadaan dirinya saat ini.

Seperti biasa Minho sibuk untuk menyelamatkan rumahnya. Jika terus seperti ini maka tak akan ada yang mau menyewanya. Perut Minho kini sudah keroncongan tapi dia tak bisa makan karena harus mengumpulkan uang untuk menyewa tukang.

"Bagaimana jika aku mati apa penderitaan ini akan berakhir?" Tiba-tiba dirinya bergumam demikian. Dunia ini begitu jahat pada dirinya, seperti dia dilahirkan untuk mendapatkan penderita tiada akhir. Lagupula tak ada yang membuat Minho semangat untuk hidup saat ini.





______






"Kalian jangan nakal di tempat baru ya" ucap Minho sembari membawa kelima kucingnya di dalam kardus. Kini anak-anak kucingnya bertambah tiga. Saat melihat mereka dia jadi ingat dengan kenangan manis yang terjadi pada kelahiran mereka.

"Hai" Minho menyapa para pegawai tempat penangkaran hewan itu.

"Apa anda mau membeli makanan kucing?" Tanyanya. Minho perlahan menggeleng pelan kemudian menaruh kardus besar itu di hadapan mereka.

"Aku berencana untuk menitipkan kucing ku karena aku berencana untuk pergi" kata Minho dengan senyuman ramah di bibir tipisnya. Mereka pun mengangguk tanpa curiga lalu menerima mereka bertiga.

"Sampai jumpa" kata Minho berkaca-kaca, tak sabar melihat mereka nanti. Entah kapan tapi Minho akan bertemu dengan mereka.

Setelah dari penangkaran kucing Minho kembali ke rumah. Mengambil dua bungkusan lalu kembali pergi lagi dari rumah. Cuaca hari ini sangat cerah entah kenapa sangat membantu keadaan Minho sekarang.

Kaki mungilnya berjalan agak jauh dan cepat, Minho kini sudah tidak punya uang sama sekali. Dia tak bisa memesan taksi atau menaiki bis. Tapi hari ini adalah hari spesial, dia akan memberikan makanan terakhir untuk Chan.

Kantor kepolisian itu nampak di depannya, langkah kaki Minho langsung cepat. Napas Minho memburu begitu cepat, tubuhnya dia rasa semakin berat walaupun dirinya sangat jarang makan akhir-akhir ini.

"Hai! Kau lagi?" Tanya satpam itu saat melihat Minho dengan dua bungkusan di tangannya. Minho perlahan tersenyum dengan wajah pucatnya.

"Apa kau sakit?" Tanyanya perlahan, Minho menggeleng seperti sebelumnya dia memberikan bungkusan itu pada satpam.

"Paman tolong berikan ini untuk petugas Bang Chan ya, satulagi ini untuk paman. Terima kasih sudah membantu ku, maaf jika aku merepotkan paman" kata Minho perlahan. Pria paruh baya itu mengangguk berusaha menghibur Minho dengan memberikan hormat.

"Baiklah aku akan pergi" kata Minho menunduk memberikan hormat. Perlahan dia melihat kantor itu dengan kedua matanya. Senyuman Minho kini mengambang lalu dia berbalik pergi dari sana.




Minho kini duduk di meja makan sembari menatap kosong ke depan. Tapi ini adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri semua penderitaannya.

Kini dia menaruh sebuah panci berisi minyak di atas kompor kemudian menghidupkannya. Setelah itu dirinya berjalan masuk menuju ke kamarnya.

"Aku hanya seorang jalang yang kesepian" kata Minho di depan cermin, kini dirinya melepaskan seluruh pakaiannya hingga telanjang. Minho perlahan mengambil sebuah kotak di laci meja riasnya. Nampak sebuah penjepit puting yang diberikan oleh Minhyuk. Minho menjepit kedua putingnya dengan tersenyum.

"Aku akan selalu jadi jalang sampai aku mati" kata Minho. Kini dia mengambil sebuah dildo yang dia punya memegang benda itu penuh hasrat. Minho membawanya ke dalam mulut menjilatnya dan mengulumnya seperti jalang.

Tangannya kini meremas miliknya yang mulai tegang karena tiap gerakan yang dia lakukan. Minho pun menunduk melihat cairan sperma keluar dari penisnya.

"Aku memang jalang" katanya lagi merogoh laci di samping tempat tidurnya. Sebuah plug penis kecil kini dirinya genggam.

"Nghh" Minho sambil mendesah memasang plug itu di ujung penisnya. Kini pria manis itu duduk di lantai, membuka kedua kakinya perlahan dan memasukan dildo itu ke lubangnya yang masih luka robek.

"Nghhh nghhh nghh" dia mendesah karena permainannya sendiri. Di sela-sela desahannya. Minho mendengar suara ledakan dari luar pintu kamar. Senyumnya kini nampak ketika asap mengepul masuk ke kamarnya.

Minho semakin membuka kakinya memasukan dildo itu dengan penuh nafsu seperti seorang jalang di dalam pikirannya. Suara api menyala semakin membuat Minho bersemangat. Penderitaannya akan berakhir.

Kini dia berbaring sambil mendesah, dildo itu kini tertancap sempurna di lubang analnya. Napas Minho kini terengah-engah, tubuhnya mulai merasakan panas saat rumah itu mulai terbakar.

Mata Minho menutup, dia sangat tidak sabar tubuhnya dibakar oleh api itu. Semuanya akan segera berakhir, Minho pun akan mati sebagai seorang jalang dengan penuh kenikmatan.

Dalam pikiran Minho kini mulai muncul kejadiannya dari masa kecil sampai terakhir kali. Mengingat semua itu perlahan bibir Minho tersenyum dan air matanya menetes secara bersamaan.

"Arhh" dia meringis saat sebuah kayu jatuh mengenai bagian perutnya. Tapi Minho hanya diam di posisi itu, api tolong bakar tubuh jalang ini. Pikiran Minho sudah kalut, dia hanya ingin mati. Di luar sama samar-samar Minho mendengar mendengar pemadam kebakaran dan sirine polisi di tengah suara kobaran api.

Napas Minho mulai memendek, sebentar lagi adalah waktunya. Waktu di mana dia akan berkumpul dengan seluruh anggota keluarganya di surga. Walaupun Minho tahu pasti dia tak ada ke surga. Tapi ke neraka.

"Minho!!"

Suara Chan muncul di detik-detik akhir hayatnya. Minho perlahan tersenyum, semoga Chan mau makan masakan terakhir darinya. Suara pintu dibuka samar-samar Minho memdengar. Kini dia susah sesak, sesak sekali tidak bisa bernapas.












TBC

Jangan lupa vote dan komen ya


Rasain kalian semua yang baca wkwkwk

Yang manis absen dulu ya🧐✋️

INDEKOS [Banginho] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang