INDEKOS : Chapter 26

305 39 15
                                    

Chan sangat lelah, pikirannya kian melayang entah kenapa. Banyak sekali masalah yang timbul akhir-akhir ini. Tak hanya pikirannya, hatinya juga lelah. Entah Chan sampai kapan akan seperti ini. Jujur dia bingung dan sama sekali tak merasakan semangat seperti dulu.

Saat sampai di depan kamar, rencananya dia akan merebahkan diri dan langsung tidur. Persetan yang akan terjadi, pokoknya dia harus istirahat. Setidaknya fisik Chan masih kuat untuk menghadapi realita kehidupan.

Ketika membuka pintu, pemandangan indah terlihat di depannya. Pria yang menjadi penyebab hatinya remuk dan hancur ada di sana duduk ranjang Chan tanpa rasa malu. Pakaian masih sama terbuka seperti sebelumnya.

Dulu sebelum mengetahui jati diri Minho, Chan terus terkagum-kagum dengan tubuh indah miliknya. Memang jika jatuh cinta orang pasti buta, Chanlah bukti nyata dari ungkapan itu.

"Chan akhirnya kau datang, aku ingin bicara dengan mu" ucap Minho dengan senyum tipis di bibirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Chan akhirnya kau datang, aku ingin bicara dengan mu" ucap Minho dengan senyum tipis di bibirnya. Chan yang masih kesal seperti tidak ingin melihat wajah si jalang itu.

"Jangan mendekat" kata Chan menahan tubuh Minho saat satu meter di depannya. Kini senyuman di bibir Minho luntur, mata berkaca-kaca itu menatap dirinya. Sial kenapa dia menatap Chan seperti itu?

"Chan aku mohon berikan aku kesempatan untuk menjelaskan" kata Minho. Chan menghela napas berat kini dia membuka pintu mengisyaratkan pria manis itu untuk keluar.

"Tapi Chan, aku merindukan mu" tanpa Chan sadari pria itu kini memeluknya erat. Jantung Chan tak bisa dikendalikan, apalagi saat tubuh mereka bersentuhan. Seperti ada aliran listrik.

"Lepaskan" kata Chan berusha melepaskan Minho yang menempel erat. Minho menggeleng pelan, Chan jadi tegang. Apalagi saat gundukannya bersentuhan dengan milik Minho.

"Dasar jalang sialan, di mana pun kau pasti selalu menggoda seseorang" kata Chan dengan kasar. Minho berkaca-kaca, tapi dia tak mau melepaskan pelukannya.

"Kau pasti sangat hebat kan? Sampai membuat tubuh ku tegang karena melihat mu. Katakan pada ku jalang berapa tarif perjamnya?" Tanya Chan dengan senyuman miring. Napas Minho terasa sesak mendengarnya. Tak percaya jika Chan akan mengatakan semua ini setelah apa yang mereka lalui bersama.

"Kenapa kau menangis? Kau butuh uang kan? Aku punya uang, apa aku bisa menyewa tubuh mu yang cantik ini selama beberapa jam?" Tanya Chan menurunkan atasan Minho hingga kedua putingnya terlihat. Kedua tangan Minho kini dikepalkan, dia menghela napas dan menatap wajah Chan.

"Aku punya alasan, aku tidak menjalang hanya untuk mendapatkan uang. Dan ingat sebelumnya kau juga pernah memakai jalang ini tanpa dibayar pun" kata Minho terakhir kali kemudian dirinya pergi dari kamar Chan.

Chan menghela napas, kepalanya jadi pusing. Sial mulutnya benar-benar tak bisa dikontrol seharusnya dia tak mengatakan itu sekasar tadi.






_____




"Hai! Kak Chan kau benar-benar akan pindah?" Suara keributan itu terdengar dari luar kamar Minho. Pria manis si pemilik rumah itu kini menelan ludah langsung bangun memeriksa keadaan di luar sana.

Kini barang-barang Chan dikeluarkan dari lantai dua dibantu oleh supir truk yang disewa oleh pria muda itu. Minho berlari keluar untuk melihat pemuda pemilik kamar nomor 4.

"Chan!" Teriak Minho saat melihat pria itu seperti mengemas semua barangnya. Apa Chan tersinggung dengan perkataan Minho? Apa dia sebenci itu padanya?

"Wah Chan gila" kata Mingi yang ikut ribut. Pria muda itu kini menghampiri Minho yang syok, sebagai pemilik dia pun tidak tahu jika Chan akan pergi. Padahal dia baru membayar sewa seminggu yang lalu.

"Tuan Lee aku memutuskan pindah, aku mendapatkan apartemen dari kantor. Jadi terima kasih atas waktu dan bantuannya selama ini" kata Chan menunduk memberi hormat pada Minho. Minho kini hancur lebur, pasti karena kejadian malam itu.

Tapi di saat seperti ini Minho tak bisa berbuat apapun, tapi sampai matipun dia tak akan pernah bisa melupakan Chan. Pria yang pernah selalu ada saat dia sedih dan senang. Selalu cemas saat Minho sakit.

"Aku akan kembalikan sisa uang sewa mu" kata Minho mengambil ponsel. Pria itu kini tersenyum pada Minho sembari menepuk pundak sang pemilik rumah.

"Tidak masalah, bawa saja itu sedekah dari ku. Anggap saja sebagai upah saat kita tidur bersama" katanya. Mata Minho langsung berkaca-kaca mendengarnya, hancur. Saat itu hati Minho hancur sejadi-jadinya.








Tak lama setelah Chan pindah, indekos seperti sepi. Juyeon pun kini tak pernah pulang. Berita terakhir dia dengar jika pria itu kini sudah menikah. Hanya dia dan anak sekolah nakal itu.

"Kak Minho!!" Teriak Mingi, kini pria itu datang bersama kedua orang tuanya. Wajahnya agak tegang dan takut. Apalagi tatapan kedua orang tuanya sangat menusuk.

"Tuan Lee apa kabar?" Tanya sang ibu ramah seperti dulu. Minho menunduk memberikan hormatnya.

"Maaf menganggu, tapi kami memutuskan untuk menyelesaikan pembayaran sewa bulan ini karena Mingi akan kami pindahkan ke asrama sekolah" jawabnya. Minho menerima uang sisa itu dari tangan ayah Mingi.

"Terima kasih banyak sudah menyewakan satu kamar untuk anak kami, maaf jika Mingi merepotkan anda Tuan Lee" kata sang ibu pada Minho. Ketiga orang itu kini mengemas semua barang Mingi hingga kamar nomor 3 kosong.

"Kak Minho selamat tinggal" kata Minho di atas truk yang dikemudikan ayahnya. Minho tersenyum perlahan, walaupun banyak tingkah tapi Mingi seperti adiknya dia sangat ceria.

"Selamat tinggal, semoga sekolah mu lancar" kata Minho melambai. Mata Minho kembali berkaca-kaca, dia benar-benar sendirian sekarang.

Tak lama setelah Mingi pindah, Juyeon datang dengan sesosok pria manis datang bersamanya. Dia juga datang untuk mengemas semua barangnya dan pergi. Semua orang pergi meninggalkan Minho.

Sisa uang Minho pun masih sedikit, kini dirinya kembali membuat selembar dan ditempel pada tempat pengumuman. Semoga saja ada yang mau menyewa, jika tidak entah dari mana Minho akan mendapatkan uang.

"Apa aku kerja part time ya?" Gumam dirinya sembari menatap rekening. Di saat kondisinya seperti ini bekerja part time memerlukan lebih banyak energi.

"Tapi jika terus diam, aku tak akan punya uang" gumam Minho. Sambil menunggu ada yang menyewa, Minho mengambil beberapa pekerjaan sampingan secara sekaligus. Paginya dia bekerja di toko roti dan malamnya dia bekerja di kedai makanan laut.

Karena memang jarang berjalan kedua kakinya seperti mau lepas. Sungguh melelahkan, tapi uang yang didapatkan tak seberapa. Perlahan dia jadi ingat saat masih SMA. Jika saja Minho kuliah apa hidupnya akan seperti ini?

Kadang dia mendengar dari angkata SMA nya, mereka masuk perguruan tinggi dan mendapatkan pekerjaan bagus. Jika Minho seandainya kuliah apa juga demikian?

Sangat melelahkan untuk memikirkan nasib buruknya, nasi sudah menjadi bubur. Sebisa mungkin dia bertahan sampai dirinya gugur dieliminasi alam.










TBC

Jangan lupa vote dan komen ya

INDEKOS [Banginho] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang