Absquatulate 21

7.8K 358 3
                                    

Alvin tidak bisa tenang.

Dia selalu saja diserang perasaan bersalah sejak tadi pagi. Dan bagaimana dengan anggapannya bahwa Noe adalah putra kandungnya? Berarti dia meninggalkan wanita yang dia cintai membesarkan darah dagingnya seorang diri?

"Ya, Tuhan. Pria apa aku ini?" Dia mengusap wajahnya. Sore ini dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih.

Dia pun meraih ponselnya dan menelpon seseorang. "Em, aku ingin bertemu dengan kalian. Apa boleh?"

"..."

"Aku mohon, Lyn."

Joe yang berada di ruang kerja pria itu menoleh. Mungkin ini adalah keajaiban, karena tidak sekalipun dia mendengar seorang Alvin memohon. Dia benar-benar penasaran dengan wanita yang Alvin ladeni dengan berbeda. Joe sendiri hanya melihat Evelyn sekilas dan baru berbicara dengannya sekali. Menurutnya wanita itu memang menarik.

Dia menyodorkan berkas yang dia pegang setelah Alvin selesai dengan ponselnya. "Apa anda ingin menemui bu Evelyn dan putranya lagi, pak?" kata Joe.

Alvin mengangguk singkat. "Jujurlah, Joe. Kamu mencurigai anak itu darah daging ku juga, kan?" ucap Alvin seraya menandatangani kertas itu.

Joe mengangguk. "Maaf jika saya lancang dan berprasangka demikian. Tapi sepertinya bapak harus melakukan tes DNA. Maksud saya, tidak mungkin Noe mirip sekali dengan bapak tanpa alasan."

Alvin menunjukkan dua lembar foto pada Joe. Fotonya dan foto Noe diumur yang sama.

Joe menatap pria itu tidak mengerti.

"Ini fotoku dan ini adalah Noe. Kami seperti saudara kembar, kan?"

Joe terbelalak dan mengangguk berulangkali. "Jujur, saya pikir anda memiliki saudara kembar. Tapi jika benar Noe adalah putra anda, berarti..."

Alvin mengusap wajahnya kembali. "Aku meninggalkan Evelyn setelah menghamilinya." ujarnya.

Joe semakin terbelalak. "Maaf jika saya lancang, pak. Pantas saja bu Evelyn selalu menghindari mu, anda melakukan kesalahan besar." katanya.

Alvin mengangguk pelan. "Aku memaksanya untuk bertemu lagi malam ini. Beruntung ada Noe yang menangis di sampingnya, anak itu marah padaku karena tidak jadi menjemputnya tadi siang."

"Pak!" Joe menatap pria itu dengan serius. "Jangan sia-siakan kesempatan ini, tapi anda tidak boleh gegabah juga." ujarnya memberi saran. Bosnya adalah pria egois yang otoriter, tetapi sejak Joe tahu bahwa pria itu mengejar mantan kekasihnya, Alvin tidak jarang meminta pendapatnya.

Malam pun sudah tiba.

Alvin keluar dari mobilnya dan memasuki teras rumah Evelyn.
Baru ingin mengetuk pintu, benda itu sudah terbuka dan menunjukkan Noe yang kegirangan.

"Yey! Daddy sudah datang!" anak itu langsung memeluk Alvin.

"Noe imut ku, daddy merindukan mu." Alvin berjongkok dan mencium kening anak itu.

"Mana mommy mu?" tanyanya.

"Mommy belum pulang. Tadi menjemput sesuatu ke toko," jawab Noe.
Alvin mengangguk-angguk.

"Silahkan masuk, tuan." ujar Mita sopan. Wanita paruh baya ini sangat senang jika Alvin berkunjung. Sejak pertama melihat pria itu, dia yakin seratus persen bahwa dia adalah daddy kandung Noe. Belum lagi saat pria itu berkunjung untuk makan, dia mengamati pria dan anak itu yang memiliki gerak-gerik yang sama, kebiasaan, dan kesukaan.

Alvin pun menggandeng anak itu masuk ke dalam dan duduk bersama di ruang tamu.

Sembari menunggu, Noe mengajak Alvin menyusun puzzle. Alvin terlihat tak sabar menunggu Evelyn.

"Tuan, silahkan," ujar Mita seraya memberikan secangkir kopi.

"Terimakasih, bi. Apa Evelyn pulang lama?"

Mita menggeleng pelan. "Nyonya hanya menjemput laptopnya yang tertinggal. Saya rasa nyonya akan segera kembali," jawab wanita dan akhirnya undur diri.

Alvin beralih pada Noe yang sedang menggerakkan tangannya dan memutarnya pelan seraya memegang pergelangan tangan kirinya. Itu adalah kebiasaannya juga jika sedang berpikir, sama persis dengan anak itu.

"Noe, daddy menyayangi mu." ucap Alvin pelan.

Noe beralih dengan mata berkaca-kaca. Rasanya begitu menyenangkan mendengarkan kalimat itu. "Noe juga sayang daddy, sebesar gunung!" Noe berteriak semangat.

"Daddy sayang Noe seluas laut," ucap Alvin lembut lalu memeluk anak itu penuh kasih. Darahnya berdesir dengan perasaan aneh itu. Darah lebih kental dari air, benarkah dia darah dagingnya?

Sementara itu Evelyn yang mendengar semuanya terdiam mematung. Dia menghela nafasnya dan akhirnya berdehem singkat.

Kedua lelaki itu menoleh.

"Mommy!" Noe tersenyum menyambut wanita itu.

"Kamu sudah pulang, sayang? Kenapa larut begini?" ujar Alvin menghampiri.
Evelyn yang terkejut menatap pria itu dengan serius.

"Ahk, rasanya menenangkan saat melihat mu baik-baik saja. Aku tidak tahu kenapa aku selalu memikirkan mu." Alvin langsung memeluk Evelyn tanpa aba-aba.

Sementara wanita yang dia peluk itu terbelalak. Aroma yang dia kenali itu begitu dekat menyapa indra penciumannya. Dia mendorong pelan tubuh Alvin dan menatapnya.

Alvin cengingisan. "Maaf, aku kelewatan. Aku merindukan mu," ucapnya.

Jangan tanyakan bagaimana Noe sekarang ini! Anak itu senyam-senyum dengan mata yang berkaca-kaca. Kapan lagi dia melihat daddy dan mommy-nya seperti itu? Biasanya dia hanya menyaksikan keluarga orang yang harmonis.

"Aku ingin mengajak kalian makan di luar, mau kan?" kata Alvin.

Evelyn mendengus malas sementara Noe meloncat-loncat kegirangan.
Evelyn menoleh sebelum berlalu dari hadapan pria itu. Setidaknya dia berniat menebus semua kesalahannya.

ABSQUATULATE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang