Absquatulate 28

6.3K 259 0
                                    

Evelyn menoleh pada Alvin dan Noe yang memamerkan piringnya yang nyaris bersih, mereka benar-benar sangat lahap memakan masakannya. “Bagus! Sekarang kalian berdua mencuci piring.” ujar Evelyn.

Keduanya saling menoleh lalu kembali menatap Evelyn. Apa wanita itu serius? Mereka belum pernah mencuci piring seumur hidup.

Evelyn nampak tidak peduli dan membereskan meja makan itu. Lalu dia beralih ke dapur untuk membuka oven yang sudah berbunyi 'ting'.

Aroma kue panggang itu menyeruak memanjakan hidung. Keduanya saling menoleh dan menunggu Evelyn datang namun wanita itu malah sibuk menyusunnya ke piring.

“Jika piringnya masih kotor, aku tidak akan membiarkan kalian mencicipi ini.” kata Evelyn.

Keduanya pun semangat untuk mencuci piring.

  Evelyn menyelesaikan pekerjaannya dan duduk di meja makan. Dia menatap Alvin dan Noe yang sedang mencuci piring. Noe berisi di atas kursi, sedangkan Alvin mulai menggosok piring dengan spons. Sebenarnya Evelyn bingung kenapa mereka sangat lama, dia sendiri sudah membersihkan bekas memasaknya dan piring kotor hanya sisa makan mereka.

“Sayang, apa begini sudah bersih?” Alvin menoleh dan menatap Evelyn. Noe pun menatap mommynya menunggu respon wanita itu.

“Jangan sampai bau sabun, dibilas yang bersih.” jawab Evelyn.

Keduanya mengangguk dan mengendus piring itu. Aksi yang membuat Evelyn tertawa kecil. Evelyn pun pergi meninggalkan mereka setelah mendengar dering ponselnya.

Lima menit telah berlalu, Evelyn kembali ke dapur dan melihat Alvin yang sedang menggendong Noe turun dari kursi. Pria itu mengeringkan tangan putranya lalu mengelus kepala Noe. “Kita harus belajar lagi, Noe.” katanya.

  Keduanya berjalan menuju meja makan dan menunggu tagihannya.

“Sambil menonton, mau?” ucap Evelyn. Dia mendapatkan anggukan antusias dari keduanya.

Kini mereka berada di ruang santai.

Alvin mengelus-elus kepala Noe sambil memakan makanannya, sementara Noe sibuk menonton sambil mengemil juga.
“Sayang, aku mau minum.” ucap Alvin pada Evelyn.

Evelyn menoleh dan memberikan gelasnya. Dia kembali menonton dengan asik.

Alvin tersenyum kecil. Wanita itu asik menonton sampai tidak sadar jika gelas yang diberikan adalah miliknya. Alvin meneguk air sampai habis, dan kembali menonton.

“Mom, apa kakek si ular akan mati?” tanya Noe saat tayangannya menunjukkan ular ompong yang tidak bergerak.

“Itu namanya ganti kulit sayang. Mereka masih hidup,” ujar Evelyn menjawab.

Noe mengangguk-angguk dan kembali menonton. “Daddy takut ular, tidak?” tanya Noe.

Alvin menggeleng. “Daddy tidak takut apapun. Daddy cuma takut sama mommy mu,” jawab Alvin.

Noe terkekeh. “Kenapa? Takut mommy marah dan mendiami daddy, ya?” tanya anak itu.

Alvin mengangguk sigap mengiyakan.

“Noe takut petir. Suaranya ribut seperti monster.” Anak itu menatap Alvin dan aduannya terdengar manja seolah meminta perlindungan dari pria itu.

Alvin terdiam sejenak lalu memeluk Noe dengan lembut. “Jangan takut, sayang. Petir itu bukan monster, kok. Kamu tidak boleh tumbuh menjadi anak yang penakut, Noe harus kuat!" ucap Alvin.

Noe mengangguk-angguk. “Daddy keren!”

Evelyn mendengus lalu menyalakan ponselnya. “Sudah jam setengah sepuluh. Beruntung besok libur, Nono.” katanya. Lalau dia menatap Alvin. “Pulang, lah." ucapnya pada pria itu.

“Bisakah aku menginap?”

“Bisakah daddy di sini?”

Evelyn menatap mereka. Kedua lelaki itu memasang tatapan memohonnya. Dia menggeleng tegas. “Perjanjian hanya makan malam, kan?”

“Kumohon, sayang. Boleh ya?” kata Alvin.

“Jika mommy masih marah sama daddy, Noe yang tidur sama daddy saja.” kata anak itu menyarankan.

Alvin mengangguk. “Tidur bersama Noe saja, jika kamu tidak mau bersama ku malam ini.” ucapnya.

“Kalian selalu saja membuatku pusing!” ucap Evelyn kesal.

Keduanya pun berteriak semangat saat Evelyn akhirnya setuju. Wanita itu tidak bisa mengelak karena putranya yang mulai menangis. Dia mulai berpikir jika anaknya yang tadinya menangis sekarang berteriak gembira itu sedang bersandiwara.

“Tidur sekarang juga!” Dia pun meninggalkan mereka.

Jam menunjukkan pukul sepuluh. Alvin begitu senang bisa tidur bersama Noe, dia selalu mengelus kepala anak itu dengan lembut. Soal pakaiannya? Dia memang sudah membawanya karena yakin kali ini dia akan berhasil tidur kembali di rumah itu.

Dia pun melepaskan pelukannya dan bangun untuk minum ke dapur. Pria itu menatap Evelyn yang sedang memindahkan air dari teko ke gelas. Wanita dengan gaun malam itu duduk di kursi dan meneguknya.

“Lyn, aku harus juga.” kata Alvin membuat Evelyn terkejut. Dia pun membuatkan segelas air untuk pria itu.

Alvin meneguk airnya dan menatap Evelyn. “Noe punya tanda lahir di bahunya. Aku melihatnya saat mengganti baju tidurnya yang basah tadi.” kata pria itu.

Evelyn menoleh sekilas. “Mm.”

“Sayang?”

Evelyn kembali menoleh. Pria di sampingnya nampak senang karena wanita itu merespon panggilannya. “Apa aku bisa mencium mu?” tanya Alvin.

Segera wanita itu menggeleng. Dia melotot karena tidak menerima permintaan gilanya.

“Ayolah, lima menit saja.” ucap Alvin.

Evelyn menggeleng kembali. “Jangan gila, Alvin! Aku tidak mau!”

“Tiga menit?” Alvin masih ingin menggodanya.

“Baiklah, satu menit.” Alvin langsung mencium bibir wanita itu tanpa aba-aba dan izin. Dia memangut lembut bibir Evelyn, sementara dia menahan tangan yang memberontak itu, dan tangan yang lain mendorong kepala Evelyn agar ciuman mereka semakin dalam.

Alvin tidak menepati perkataannya, ciumannya lebih dari waktu yang dia katakan. Dia pun menatap Evelyn yang mencoba menenangkan pernapasannya. Dia menyeka airmata wanita itu, lalu menyeka lembut bibirnya. “Selamat malam, sayang.” ucapnya. Alvin pun bergegas pergi ke kamar Noe meninggalkan Evelyn seorang diri.

ABSQUATULATE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang