Absquatulate 07

11.9K 543 3
                                    

Pagi ini Alvin menatap dari jauh ibu dan anak itu. Terlihat Evelyn mencium kening Noe dan memeluknya. Wanita itu merapikan seragam Noe dan mengelus kepalanya dengan penuh kasih.

“Nanti mommy jemput. Kalau tidak sama kak Mina, oke?” ujar Evelyn lembut.

“Oke, mommy.” Noe menghormat pada wanita itu dan berlari masuk menuju sekolah.

“Kenapa kamu melakukan ini, Evelyn?! Kamu mengkhianati ku untuk kesekian kalinya dan kenapa aku masih menginginkan mu? Kamu benar-benar wanita sialan!”

Dia menatap mobil Evelyn yang melaju dan akhirnya keluar dari mobilnya.

Alvin berjalan memasuki sekolah itu dan menatap Noe yang langsung mengobrol bersama anak yang lainnya.

Noe tidak sengaja melihat Alvin. Anak itu tersenyum. “Hay om,” sapanya.

Alvin menatap anak itu tanpa ekspresi. Dia menghampirinya. “Aku ingin bicara padamu, ikuti aku!”

Noe menggeleng menolaknya. “Kata mommy tidak boleh ikut sama orang yang tidak dikenal atau baru dikenal.”

“Kamu harus tahu siapa Evelyn dan apa posisi mu!” ucap Alvin tegas.

Noe sedikit ngeri menatap Alvin. Tatapan tajam yang semakin menghunus itu membuatnya menurut. Dia pun ingin menanyakan sesuatu pada pria itu.

Kini mereka berada di taman sekolah. Alvin duduk di kursi sementara Noe berdiri di depannya.

“Apa kamu benar-benar anak Evelyn?” tanya Alvin.

“Tentu saja. Mommy mengandung dan melahirkan Noe. Apa maksud om bertanya begitu?”

Alvin mengepalkan tangannya. “Siapa suaminya? Siapa ayah mu?!”

“Noe tidak punya daddy,” jawab Noe pelan.

“Jadi dari mana kamu lahir? Siapa daddy mu, Noe?” Alvin mencoba bertanya dengan pelan. Dia tidak bisa marah jika ingin semua berjalan dengan baik.

Noe menggeleng tidak tahu.

“Siapa pria yang dekat pada Evelyn sejak enam tahun yang lalu? Umurmu lima tahun lebih, kan? Evelyn sedang dekat pada pria lain, siapa?!”

Noe menatap pria itu dengan mata yang berkaca-kaca. Bentakannya membuatnya terkejut. Noe mulai menangis.

Alvin mengusap kasar wajahnya. Dia menarik Noe untuk duduk di sampingnya. “Jangan menangis, anak bodoh!”

“Noe tidak bodoh, Noe pintar! Om Alvin jahat!” isak Noe masih menangis.

Alvin menggeram kesal. Entah perasaan apa yang mendorongnya untuk memeluk anak itu, dia juga mengusap punggungnya untuk menenangkannya.

Setelah beberapa saat, tangisan Noe mulai reda. Dia memeluk Alvin yang langsung menegang karena perbuatannya. “Om Alvin jangan marah-marah. Kemarin om marahin mommy, kan? Kenapa? Om mau Noe pukul, ya?”

Alvin melepaskan diri dari pelukan itu. “Beritahu aku siapa saja pria yang mendekati Evelyn. Dan tanya padanya siapa ayahmu!”

“Kenapa?” tanya Noe.

Alvin menunduk dan mendekati Noe. “Jangan beritahu pada siapapun," ujarnya berbisik pelan. “Evelyn adalah kekasihku. Kami saling mencintai, dan aku tidak mau ada pria lain yang terlibat dalam kehidupannya selain aku.”

Noe tidak mengerti.

“Daddy mu yang tidak bertanggung jawab itu, akan ku ganti. Kamu mau punya daddy, kan?”

Noe langsung mengangguk antusias. “Om mau?” tanyanya semangat.

“Aku mau jadi daddy mu. Tapi jangan beritahu siapapun dulu. Aku perlu mendekati dan membawa Evelyn kembali padaku,” ujar Alvin.

Noe langsung menggeleng. “Mommy tidak suka didekati pria. Hanya om Daffa yang mau mommy temani," ucap Noe membalasnya.

“Apa?! Daffa? Daffa siapa? Daffa Wirayudha?” tanya Alvin sangat terkejut.

Noe mengangguk. “Om Alvin kenal om Daffa?” tanya Noe.

“Dia pria brengsek, jangan dekati! Jaga mommymu untuk tidak dekat-dekat dengannya!”

“Om Daffa baik. Dia selalu menjaga Noe dan mommy, mengajak kami jalan-jalan, dan bermain bersama ku.” Noe tersenyum manis menceritakannya.

“Tidak! Dia bukan ayahmu, kan?”

“Om Daffa sahabatnya mommy, om Daffa selalu membantu mommy. Jika mommy menangis atau lelah, om Daffa akan memijit pundak mommy dan memeluknya.” Noe menjawab dengan pelan. Perkataannya menimbulkan kemarahan bagi pria didepannya.

“Jangan dekati dia, pokoknya! Semua kegiatan mu bisa dilakukan bersama om Alvin saja. Tidak ... kamu bisa memanggilku daddy mulai sekarang.”

Noe tersenyum dan mengangguk-angguk. “Om Alvin jadi daddy ku?”

“Ya, karena Evelyn adalah milikku.” Alvin sedikit terpaksa mengiyakan. Apapun akan dia lakukan untuk membawa Evelyn kembali dalam kehidupannya, termasuk dengan cara mendekati makhluk yang tidak dia suka itu. Alvin begitu membencinya, namun tidak ingin Evelyn jauh darinya.

Bagi Alvin, Noe adalah urusan terakhir. Dia tidak peduli dengan anak itu, asal rencananya berhasil. Meski membayangkan Evelyn mempunyai anak dengan pria lain membuatnya naik pitam, namun dia justru akan menghasut anak lugu itu dan menjadikannya senjata.

“Kamu mau bermain sama daddy?” tanya Alvin.

Noe menggeleng.

“Kenapa?” tanya pria itu.

“Kata mommy tidak boleh bolos kalau mau jadi anak yang pintar dan sukses. Habis sekolah boleh, kan daddy?”

Jantung Alvin bergetar mendengar panggilan itu. Dia sedikit ngeri dan merasa senang. Dia tidak mengerti situasi dan perasaan apa itu.

“Daddy sering bolos tapi sukses, kok. Lagipula sekolah ini milik papaku, kakek kamu. Nanti kalau sepulang sekolah, Evelyn tidak akan membiarkan ku menemui mu. Dia masih marah pada daddy,” ujar Alvin dengan nada memelas.

“Tapi minta izin sama bu guru dulu, dad. Noe juga mau menghabiskan waktu sama daddy baru, hehehe ....”

Alvin tersenyum dan mengangguk. Dia menggandeng anak itu dan membawanya pergi dari sana. Sekilas senyuman manis itu berubah menjadi senyuman licik.

Dia akan mendekati Noe agar bisa membalaskan dendamnya. Atau sekedar alasan agar dia bisa kembali pada Evelyn, karena sebenarnya dia belum bisa melupakan wanita itu, terkhusus penghianatan itu.

ABSQUATULATE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang