Absquatulate 55

4.1K 176 10
                                    

Hari ini adalah keberangkatan mereka menuju Italia. Pesawat mendarat dengan aman, kini keluarga kecil itu sedang di bandara.

“Sayang, kita makan siang dulu. Ayo,” Alvin menggandeng istrinya seraya menggendong Noe yang masih tertidur. Pengawal yang Alvin pekerjakan sigap mengawasi sekitar, dan dua asisten lainnya mengikuti di belakang.

Mereka pun tiba di sebuah restoran dan mulai makan siang.

“Ada apa, Nono sayang?” tanya Alvin karena anak itu sibuk memperhatikan bangunan klasik dan kuno itu.

“Noe suka suasana di sini, dad. Makanannya juga enak, tapi masakan mommy jauh lebih enak.” jawab Noe.

Alvin tersenyum. Semenjak istrinya mengandung, wanita itu memang jarang memasak. Terkadang hanya sekali seminggu. “Noe bisa kuliah di sini nantinya. Masalah masakannya, daddy setuju masakan mommy lebih enak.” ujar Alvin tersenyum manis.

Setelah makan siang, mereka pun memutuskan untuk segera ke rumah sakit.

Setibanya di depan ruang rawat Wedrik, Evelyn menghentikan langkahnya sembari mengelus perutnya. Evelyn marah dan kesal, namun ada rindu juga padanya lantaran Wedrik selalu memperhatikannya meski semua terkesan palsu bagi Evelyn sekarang ini. Pria tua itu hanya memanfaatkannya dan menipunya selama bertahun-tahun.

“Jangan memaksakan diri, sayang. Kita bisa pulang saja,” ucap Alvin.

Evelyn tersenyum dan menggeleng. “Aku siap,” katanya

Sementara Noe hanya bisa mengikuti karena tidak mengerti kenapa mereka ke negara itu.

Pintu terbuka.

Pemandangan pertama yang Evelyn lihat begitu menyayat hatinya. Tubuh ringkih tak berdaya itu terbaring lemah, detak jantung di mesin terlihat lemah pula, banyak sekali selang yang disambungkan pada tubuh kakeknya.

Evelyn mengeluarkan airmatanya. Dia merindukan kakeknya meski dengan semua kejahatannya. Selemah itu kah hati kecilnya? Apa dia bodoh?

Alvin menuntun istri dan putranya untuk mendekat. Di sana ada sekretaris Wedrik yang selalu menemani pria tua itu, namanya Vincent.

“Selamat datang, pak Alvin dan Bu Evelyn. Bagaimana perjalanan kalian?” tanya Vincent.

Alvin membalas dengan anggukan dan senyuman singkat. Dia lebih fokus untuk menenangkan istrinya yang hanya diam dan berurai air mata.

“Mom, siapa kakek itu? Kenapa mommy menangis?” tanya Noe.

Wedrik yang lemah, merasa seolah tersetrum saat mendengar suara samar-samar seorang anak kecil.

“Itu kakeknya mommy, Noe sayang.” jawab Alvin dengan lembut.

“Kakeknya mommy sakit apa? Kenapa tidak membuka mata padahal mommy sudah datang berkunjung jauh-jauh?” tanya Noe lagi.

Mendengar suara samar itu semakin jelas, Wedrik perlahan-lahan membuka matanya. “Kristof?” ujarnya lirih.

“Kristof, kamu kah itu, nak? Ayah di sini.” ujar pria itu dengan pelan-pelan.

Matanya mulai terbuka jelas, dia menatap Alvin dan Evelyn yang memandangnya dengan tatapan kasihan.

“Elyn? Cucuku?” Wedrik tersenyum dengan air mata yang mengalir deras. Tangannya sulit  ia gerakkan, padahal dia ingin sekali memeluk cucu tunggalnya itu.

“Kakek! Kakek bodoh! Kakek jahat!” teriak Evelyn menangis sesegukan. Wanita itu langsung memeluk kakeknya yang terlihat seperti mayat hidup itu.

“Cucuku, maafkan aku. Maafkan aku, Elyn. Kakek yang membuat mu melewati semua ini.” Wedrik memaksakan tangannya untuk bergerak memeluk cucunya.

ABSQUATULATE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang