Absquatulate 39

4.6K 183 2
                                    

Senyuman merekah terpampang di wajah pria tinggi itu. Matanya melebar dengan perasaan yang begitu bahagia melihat penampilan wanitanya.  Evelyn dengan gaun bewarna hitam dengan tali tipis di bahunya, dan belahan roknya yang memanjang hanya menyisakan lima belas sentimeter dari pangkal pahanya.

“Kamu cantik sekali, sayang.” Alvin meraih tangan wanita itu dan mencium punggung tangannya. Dia kembali menegakkan tubuhnya menatap kekasihnya yang malu-malu.

“Tapi ini akan menjadi masalah jika pria lain sampai melirik mu.” kata Alvin. Dia melingkarkan tangannya dengan posesif di pinggang Evelyn. “Ya, tidak masalah selagi kamu ada di sisi ku, mereka tidak akan berani.” Dia pun mengajak Evelyn masuk ke mobil.

Sejurus kemudian mereka pun tiba di gedung megah di mana acara itu diadakan.

Kedatangan mereka menarik perhatian hadirin lantaran Alvin datang bersama seorang wanita dan menggandengnya begitu mesra.

Tidak sedikit yang langsung menghampiri mereka dengan basa-basi, sekedar menyapa atau memang penasaran dengan hubungan mereka.

Setelah mengobrol singkat, Alvin pun membawa Evelyn menuju meja bundar di mana teman-temannya sudah menunggu lama.

“Tidak apa-apa, sayang. Mereka hanya ingin meminta maaf padamu, lagipula itu semua salahku.” ujar Alvin saat Evelyn nampak ragu-ragu.

Evelyn mengangguk singkat, dia mengeratkan genggamannya di lengan pria itu.

“Wow! Oh my God!” Jordan dan Jean langsung bertepuk tangan melihat pasangan itu.

“Elyn, kamu terlihat sangat menggoda, sayang.” ujar Jordan.

Alvin langsung menatap pria itu dengan sorot yang tajam. “Aku bisa membunuh mu saat ini juga jika itu mau mu, sialan!” ucap Alvin geram.

Jordan tertawa. “Sorry, sudah menjadi kebiasaan ku jika melihat wanita cantik langsung me...”

“Jangan teruskan, Dan! Jangan sampai kejadian itu terulang lagi,” ujar Lidya memperingati.

Mereka pun kembali duduk dengan tenang seraya menatap Evelyn yang merasa tidak nyaman bersama mereka.

Evelyn teringat kala itu.

Suara musik berdentum semangat membuat seisi ruangan itu menikmati suasananya. Hari ini cukup berat bagi mahasiswa sibuk dan aktif seperti mereka, jadi para pemuda-pemudi itu membutuhkan hiburan.

Evelyn menatap Alvin yang sibuk mengobrol bersama teman-temannya,mereka membahas hal yang serius mulai dari tadi. Dia cukup malas di sana, namun Alvin memintanya menunggu sebentar lagi.

“Bosan, ya?” tanya Zea.

Evelyn menoleh, dia menatap wanita yang tiba-tiba bersikap ramah itu padanya. Menurut Evelyn, teman-teman Alvin adalah orang-orang yang terlalu bebas dan boros, mereka munafik dan hanya membutuhkan dirinya jika ingin saja. Hanya Daffa dan Arlo yang tidak pernah menjahilinya dengan obrolan menggoda atau mengajaknya melakukan hal yang menurutnya aneh seperti yang lainnya. Ya, mungkin keuda pria itu takut Alvin menghajar mereka seperti seorang petinju yang tak ingin pialanya diambil orang lain.

“Kamu tidak mendengar ku?” Zea mengerutkan keningnya. Evelyn hanya mengangguk malas membalasnya.

“Ada seseorang yang menunggu mu di koridor, katanya ingin membahas tentang tugas mata kuliah umum. Sana hampiri,” kata Zea.

“Siapa?”

“Mana ku tahu, aku tidak peduli dengan mu dan kehidupan mu! Beruntunglah aku memberitahunya,” jawab Zea. Dia bersikap ketus seperti biasanya, padahal ada sesuatu yang dia rencanakan di balik itu semua.

Zea pun beralih duduk di samping Alvin dan ikut membahas hal penting yang Evelyn tidak mengerti itu. Warisan, perusahaan, merintis, markas, korupsi, kecelakaan, bunuh diri, dan banyak hal ambigu lainnya.

“Vin?”

  Alvin menoleh pada Evelyn yang memanggilnya, wajahnya yang serius berganti menjadi wajah yang manis dan menenangkan. “Kenapa, sayang?”

“Aku ingin pulang. Apa aku bisa pulang lebih dulu?” tanya Evelyn.

“Tiba-tiba? Sebentar lagi, kok.” balas Alvin.

Evelyn mencebikkan bibirnya dan membuang pandang. Pria itu sudah berjanji membuatnya nyaman, sedangkan nyaman yang dia inginkan adalah keluar dari tempat berisik seperti itu.

Alvin menyelidik wajah kekasihnya dengan serius. Gadis cantik yang selalu memikat hatinya setiap detiknya itu terlihat kesal, namun dia pun terbawa kesal karena pemikirannya sendiri. “Kamu mau pulang karena ingin menemui pria lain, ya?”

Evelyn melongo. “Bodoh, kenapa kamu berpikir seperti itu?”

Alvin bergerak menghampiri Evelyn dan memeluknya mesra. “Aku cemburu, bahkan hanya karena anggapan ku sendiri.” ujarnya.

Evelyn menepis Alvin dengan perlahan. “Aku mau pulang, besok aku ada penelitian.”

“Tapi kami belum siap, honey.”

“Ya sudah, aku saja yang mengantar Elyn jika kamu tidak percaya pada pria lain. Aku juga ingin pulang karena webinar penting.” ucap Arlo menengahi. Dia cukup muak mendengar mereka sedari tadi.

“Kamu pikir aku percaya padamu?” Alvin menatapnya tajam.

“Daripada dia?” Arlo menunjuk Jean yang sudah siap menyambar jaket kulit dan kunci motornya.

Alvin menghela nafas panjang dan menoleh pada Evelyn. “Baiklah, kamu diantar Arlo saja. Aku akan pulang satu sampai dua jam lagi. Kunci rumah dan kamar mu yang rapat-rapat, aku takut mabuk dan malah mencumbui mu malam ini.” katanya.

“Alvin, aku pulang ke rumah mama dan papa malam ini karena laptop ku tertinggal di sana.”

Alvin mengangguk tenang. “Baguslah, tapi tetap kunci kamar mu ya, manis.” Alvin mengecup kening Evelyn dan membiarkan wanita itu pergi dari sana. Dia cukup percaya pada Arlo lantaran pria itu memang baik, berbeda dengan Daffa yang memang tidak pernah menjahili atau menggoda kekasihnya namun ternyata menyukai Evelyn. Sejak dia tahu pria itu menyukai kekasihnya, hubungan mereka menjadi renggang meski masih dalam tongkrongan yang sama.


=======
Hy Ezeng, ini Tania Ssi.

Terimakasih sudah mampir 💗💗

ABSQUATULATE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang