Absquatulate 29

6.6K 257 5
                                    

Evelyn menatap Alvin dan Noe yang baru keluar dari kamar. Kedua lelaki itu langsung duduk di meja makan dan menatapnya. Dia mendengus malas dan melanjutkan kegiatannya bersama bi Mita untuk membuat sarapan.

“Sayang, kita sarapan apa?” ucap Alvin seraya merapikan rambutnya.

Evelyn menoleh, putranya juga sedang merapikan rambutnya sambil menguap.
“Ayam goreng, dan kuah kari.” jawab Evelyn.

Alvin mengangguk-angguk, dia pun beralih merapikan rambut Noe dengan gemas. “Sini daddy yang rapikan.”

Makanan itu pun jadi dan mereka mulai sarapan. Kedua lelaki di depan Evelyn benar-benar lahap sekali.

“Mom, kita jalan-jalan, yok!” ajak Noe.

Evelyn mengangguk mengiyakan karena ini adalah hari libur.

“Daddy ikut?" kata Noe pada Alvin.

Alvin yang sendang mengunyah itu mengangguk. “Boleh kan, Lyn?” Alvin beralih menatap Evelyn.

Evelyn mengangguk. Wanita itu geram sendiri melihat  bibir Alvin. Dia pun menyeka mulut pria itu dengan lembut, lalu beralih pada putranya juga. Dia menyeka ujung bibir anak itu dan kembali melanjutkan makannya.

Alvin tersenyum menang. Apa wanitanya sedang membukakan pintu lebar untuknya? Wanita itu memang selalu perhatian, namun Alvin menganggap semua respon Evelyn adalah lampu hijau untuknya.

“Sayang, aku ingin minum.” ucap Alvin.

Evelyn menoleh dan menatap Alvin yang terdengar manja itu. Dia pun menggeser gelas di sampingnya, padahal jelas-jelas Alvin bisa meraih gelas itu dengan tangan besarnya.

“Makasih.” Alvin beralih menatap Noe. “Kamu mau juga, jagoan kecil?” dia menyodorkan segelas air pada Noe untuk diminum.

“Mm...” Evelyn nampak berpikir.

Alvin dan Noe sigap menatap wanita itu. “Kenapa?” tanya Alvin.

Evelyn menggeleng. Awalnya dia ingin bertanya tentang pengiriman lukisan itu. Apa mungkin Alvin yang diam-diam menahan semua lukisan tentang dirinya dan mengiriminya kembali sebagai permintaan maaf?

Lalu dia menatap Alvin yang masih menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Pria itu kesal? Entahlah, dia sepertinya sedang memendam sesuatu.

“Kenapa?” tanya Evelyn.

Alvin mengerucutkan bibirnya. “Aku tidak tahu, tiba-tiba aku merasa cemburu. Membayangkan mu memikirkan pria lain membuatku merasa sakit.” kata Alvin pelan. Dia membuang pandangannya dan melanjutkan makannya.

Evelyn tertawa pelan membuat Alvin kembali menatapnya. “Kenapa kamu tidak berubah? Ayolah, kecemburuan mu yang membuat kita seperti ini.” kata Evelyn terkekeh.

“Maaf, aku tidak bisa mengontrol diri.” Alvin pun melanjutkan makannya.

Evelyn menggeleng pelan. “Noe, jangan seperti daddy mu, yah! Dia sangat pecemburu,” ujar Evelyn gemas pada putranya.

Sedetik kemudian dia terdiam menyadari perkataannya. Lalu dia menoleh pada Alvin yang menatapnya dengan pandangan seribu arti.

“Apa ini artinya kamu menerima ku kembali, Lyn?” kata Alvin. Apa artinya Noe memanglah putraku, putra kandungku?

Evelyn membuang pandangan dan berdehem singkat. Dia melanjutkan makannya dan tidak ingin membahas itu lagi. Jangan sampai perkataannya membuatnya diambang kesengsaraan yang sebenarnya. Jangan sampai perkataannya memicu masalah yang besar. Dan jangan sampai perkataannya membuat kenyamanan dan keamanan yang dia pertahankan hancur begitu saja.

Alvin pun memilih diam juga. Dia melanjutkan makannya sembari memikirkan kesenangan dalam hatinya. Evelyn menerimanya kembali? Oh tidak! Dia tidak akan bisa tidur dengan nyenyak setelah ini. Dadanya terasa ditumbuhi oleh bunga-bunga harum yang bermekaran.

--o0o--

Kini keluarga yang Noe dambakan itu sedang bersantai di pinggir danau. Hari libur membuat keadaan danau tidak sepi seperti biasanya.

Noe nampak bersenang-senang dengan teman barunya, sementara Evelyn dan Alvin masih duduk di atas tikar menatap anak itu dengan gemas.

Alvin merebahkan tubuhnya dan menjadikan paha wanita itu sebagai bantalnya, juga meraih tangan Evelyn untuk mengelus kepalanya. Kesempatan sekecil apapun akan dia gunakan sebaik mungkin.

Evelyn yang masih terkejut dengan perbuatan pria itu menatapnya serius.

“Aku rindu, Lyn. Rindu sekali dengan semua momen kebersamaan kita. Apa aku bisa mendapatkannya kembali? Aku ingin sekali bermanja-manja dengan mu.” ucap Alvin seraya memejamkan matanya.

Evelyn pun tidak tahu apakah yang sebenarnya tangannya inginkan. Jemarinya mulai sibuk mengelus kepala pria itu.

Alvin tersenyum dan membuka matanya. “Aku mencintai mu, Evelyn.”

Evelyn membuang muka dan menghela nafasnya. “Sepertinya kamu tidak akan bosan mengucapkan kalimat itu.”

“Ya, karena aku tidak pernah bosan padamu.”

Evelyn hanya menghela nafasnya.

Sesaat kemudian tatapannya tidak sengaja melihat Arlo yang duduk sendiri di kursi seberang danau kecil itu. Saat pandangannya bertemu, wanita itu melambaikan tangannya.

Alvin duduk untuk melihat siapa orang itu, di sana dia melihat Arlo yang tersenyum seraya melangkahkan kakinya menghampiri mereka.

“Lyn, ini kan waktu kita! Aku cemburu!" ucap Alvin terus terang.

“Kita tidak punya hubungan apapun, kenapa kamu cemburu?” Evelyn mengerutkan keningnya. Dia tidak ingat jika pria itu cemburu, seharusnya dia tidak mengatakan sesuatu yang bisa memicu emosinya.

Arlo pun duduk bersama mereka. “Wah, sedang apa kalian di sini?" ucapnya.

“Bersantai dan menghabiskan waktu bersama, kami juga bersama Noe. Kamu sendiri kenapa?" kata Alvin ketus. Bahkan dia tidak ingin wanitanya membalas pertanyaan pria lain.

“Aku? Melamun dan mencari referensi untuk karya baruku.” ujar Arlo. Dia memang konglomerat, tapi dia juga pernah menjadi ketua klub seni dan paling menonjol urusan tulis-menulis.

“Oh, lanjutkan saja. Bisa tinggalkan aku berdua dengan Evelyn ku?” ucap Alvin semakin dingin.

“Kamu kenapa, sih?" Evelyn menegur pria itu.

Arlo menatap Evelyn yang terlihat kesal lalu menoleh pada Alvin yang menatapnya tajam. “Kamu cemburu pada teman mu sendiri?”

“Iya!” Alvin langsung membenarkan.

Arlo mengangguk-angguk. “Dengarkan saran ku yang kemarin, Alvin. Jangan mencari penyakit sendiri,” kata Arlo tertawa kecil. Aura dinginnya itu benar-benar hilang, sangat berbeda dari yang biasanya.

“Sarankan padanya untuk tidak terlalu sering muncul di depan ku juga.” ucap Evelyn pada Arlo.

“Evelyn! Kenapa kamu berkata seperti itu? Aku tidak suka!” kesal Alvin. Meski terdengar manja, nadanya penuh penekanan.

“Iya, aku cabut dulu!" Arlo mendengus kasar dan akhirnya pergi dari sana.

Evelyn menatap punggung pria itu lalu beralih menatap Alvin yang menatapnya dengan sorot tajam. “Jangan cemburu, Alvin. Aku tidak suka jika kamu mengekang ku bahkan untuk berbicara pada pria lain. Aku tidak suka saat kamu membatasi ku dengan sesuka mu.” ucap Evelyn serius.

Tatapan tajam yang hendak menerkam mangsa itu berubah sendu. “Kamu tidak menyukai ku jika aku cemburu?”

“Terakhir cemburu, kamu menyakiti ku. Aku tidak mau.”

Alvin pun langsung memeluk Evelyn dengan erat. “Maaf, sayang. Demi apapun aku akan berubah, bisakah kamu membantuku untuk tidak seperti itu lagi?”

Evelyn menghela nafas dan tidak berniat membalasnya.

Alvin yang kecewa memeluk posesif wanita itu. Pikirannya sendiri berkecamuk dengan mencari alasan kenapa Evelyn tidak membalasnya. Apakah wanita itu memiliki pria lain? Mencintai pria lain? Memikirkan pria lain? Tidak! Alvin tidak mau!

ABSQUATULATE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang