Chapter 17

16 1 0
                                    

Hari sabtu pun tiba. Jam menunjukkan pukul 9 pagi, Kia sedang bersiap-siap untuk berangkat ke bandara menemui Jake. Saat sedang menyisir rambutnya yang panjang sebahu dan sedikit bergelombang, ponsel Kia bergetar. Kia pun bangun dari meja rias dan mengambil ponsel miliknya yang ada diatas kasur.

“halo sensei” ucap Kia. Ternyata telepon itu adalah telepon dari Gavin.

“halo Ki, maaf pagi-pagi udah ganggu. Saya ada di depan gedung apartement kamu, hari ini bisa jalan?” tanya Gavin.

“hah? Di depan gedung? Kenapa gak telepon sebelumnya sensei?” tanya Kia terkejut.

“saya takut kamu nolak ketemu. Hari ini bisa jalan kan?” tanya Gavin.

“pagi ini Kia mau ke bandara. Mau ketemu dan antar teman Kia” jawab Kia.

“kalau begitu saya antar kamu ke bandara” ucap Gavin.

“tapi Kia lama di bandara, karena mau ngobrol dulu sama teman Kia” ucap Kia.

“saya tungguin” ucap Gavin.

Mau alasan seperti apapun, judulnya hari ini sensei maksa ngajakin jalannya. Batin Kia.

“yaudah kalau gitu. Kia sebentar lagi turun, tunggu aja ya sensei” ucap Kia.

“oke Ki” jawab Gavin lalu ia menutup teleponnya.

Kia pun melihat kembali penampilannya lalu segera berjalan turun untuk menemui Gavin. Rasanya baru kali pertama Kia melihat Gavin yang sedikit berbeda. Tak ada perubahan dari penampilannya tapi Kia merasa sedikit berbeda saja. Jelas saja, itu karena Gavin baru pertama kali mengajak Kia jalan berdua diluar status guru dan murid.

“mukanya udah sembuh sensei? Coba Kia lihat” tanya Kia saat mereka sudah masuk ke dalam mobil milik Gavin. Kia pun memperhatikan setiap sudut wajah Gavin yang kini sudah bersih dari memar.

“teman kamu siapa Ki yang mau kamu antar ini? Gita?” tanya Gavin.

“bukan. Ini teman Kia waktu dulu kuliah di Berkeley. Dia habis liburan di Indonesia. Waktu hari rabu sempat ketemu dan ngobrol. Tapi kita janji buat ketemu dan ngobrol lagi sebelum dia balik ke California” jawab Kia.

“oh gitu” ucap Gavin.

“nanti saya ikut kamu masuk bandara dan nunggu di café yang ada di bandara boleh kan?” tanya Gavin.

“iya nunggu di café yang ada di bandara aja lah sensei, Kia juga bakal agak lama soalnya. Tapi sensei beneran gak apa-apa nungguin Kia? Bakal lama loh, nanti bosen” ucap Kia.

“iya gak apa-apa” jawab Gavin.

“yaudah kalau itu mau sensei” ucap Kia.

Dalam perjalanan menuju bandara, mereka tak banyak bicara. Mereka bingung apa yang harus mereka bicarakan. Perjalanan selama dua jam terasa seperti satu hari penuh. Tapi untungnya, jalanan juga tak begitu macet. Tepat jam 11.30, mereka pun tiba di bandara dan berjalan bersama memasuki bandara.

“Kia” Jake yang sedang berdiri di depan sebuah café melambaikan tangannya kearah Kia.

“Jake” Kia membalas lambaian tangannya. Baru mau mulai melangkahkan kakinya lagi, Gavin memegang lengan Kia dan menghentikan langkah Kia.

“teman kamu laki-laki?” tanya Gavin.

“iya. Karena udah saling lihat, ayo sekalian Kia kenalin dulu” tanpa sadar Kia memegang tangan Gavin dan menariknya untuk mengikuti langkah kaki Kia. Seperti gaya barat pada umumnya, Kia dan Jake menyapa dengan pelukan dan Jake juga mencium pipi Kia.
“who is he, Kia?” tanya Jake.
(siapa dia, Kia?)

I Love My Sensei Although He Is a Widower (My Sensei)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang