"Kerap kali sebuah pertengkaran muncul akibat hal-hal receh. Misalnya; disalahkan dalam kondisi hati tidak siap untuk disalahkan." Anastasia Rubi Kenya
***
"Cara ngeliatnya biasa aja, Bi. Nggak bosan tiap hari liatin muka Jonatan yang nggak seberapa itu?" Radit menatap geli. Ia geleng-geleng mendapati Rubi yang selalu curi-curi pandang teradap Jonatan.
Jonatan, lelaki itu melirik sebentar lalu tersenyum. Bukannya tidak sadar jikalau ia diperhatikan. Ia sadar, namun lelaki itu membiarkan Rubi melakukan apa pun maunya.
Mendengar perkataan Radit, Rubi nyengir. Ia tarsipu malu. Ternyata ia ketahuan. Pikirnya tidak ada yang akan memperhatikan dirinya yang mana mencuri pandang terhadap sang suami.
Rubi kembali nyengir. Lalu menunduk malu di saat Jonatan menatap lama dan dalam.
Sementara beberapa pasang mata yang turut menyaksikan kejadian itu hanya bisa tersenyum geli.
"Masih betah saja tempelin suami." Goda Radit lebih lanjut terhadap Rubi. Mungkin sebelumnya, Radit kurang setuju dengan pernikahan Jonatan dan Rubi, namun setelah keduanya menikah, tidak ada alasan bagi Radit untuk menolak Jonatan apalagi tanpa sebuah alasan jelas.
"Sirik amat jadi orang!" Jonatan membalas judes. Seharusnya bukan Jonatan yang membalas perkataan Radir melainkan Rubi. Namun, mulutnya saja yang gatal untuk menjawab mulut nyinyir sang sahabat.
Sekalipun mulutnya digunakan untuk membalas perkataan Radit. Tapi tangannya dengan gesit mengambil lauk dan menaruhnya ke dalam piring sang istri. Mendapati sikap manis Jonatan, Rubi tersenyum malu-malu. Suaminya sangat romantis. Lalu pelan-pelan Rubi melahap sarapannya.
"Romantis banget. Jadi iri deh." Miranda selalu kagum dengan pasangan yang satu ini. Selama seminggu, mereka masih tampak akur tanpa sebuah perdebatan kecil. Miranda dan Radit bahkan belum dua hari sudah terlibat pertengkaran akibat miskomunikasi. Begitu juga dengan Neta dan suaminya.
"Itu hukumnya wajib kakak ipar. Saya sudah berjanji untuk membahagiakan, Rubi." Tersenyum hangat, Jonatan mengecup sayang tangan istrinya. Ia memang tidak terlalu mempedulikan opini orang lain. Namun, yang mengherankan, saat Rubi menginginkan malam pertama, mendadak Jonatan mempedulikan opini orang.
Sontak terdengar suara batuk Neta yang mana menjadi titik fokus. Dengan sigap Arman serta Jonatan dengan kompak menyodorkan segelas air ke arah Neta. Untuk sesaat Neta tertegun, melihat ke arah dua gelas yang disodorkan dari dua tangan yang berbeda. Hingga akhirnya pilihan Neta jatuh pada Arman, sang suami. Sementara yang lain tampak mencemaskan Neta.
"Kamu memang adik ipar yang baik." Puji Neta begitu menghabiskan segelas air yang tadi disodorkan Arman.
Sebagai respon, Jonatan tersenyum kecut.
"Jadi, kalian udah ada rencana bulan madu?" tanya Neta agak penasaran. Ia melihat berganti antara Rubi dan Jonatan.
Rubi yang memang tidak bisa menjawab, hanya mampu menarik napas susah. Apa coba yang musti ia katakan bila saja hal ini tidak pernah dibicarakan? Mereka jarang berkomunikasi tentang hal ini. Bahkan ada kalanya malam tiba Jonatan diam dan membatasi komunikasi. Mungkin hanya seperlunya saja baru dibicarakan. Itu pun kalau seandainya Rubi gencar mengajak ngobrol.
"Bagaimana dengan kalian? Sudah ada rencana bulan madu?" tanya balik Jonatan.
"Ayolah, Jo. Neta sama Arman nggak perlu bulan madu. Sebelum bulan madu pun mereka udah nyuri start makanya Neta bunting." Sindir Radit. Ia memang kurang akur dengan Neta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Pelampiasan Amarah.
RomanceRubi, gadis yang baru menyelesaikan studi perguruan tinggi, mendadak dilamar oleh lelaki yang bukan lain adalah Jonatan, sahabat dari sang kakak, Raditia. Dalam berumah tangga, Jonatan adalah sosok suami hangat yang penuh perhatian. Sebagai pasangan...