Setiap kali mencoba melupakan perkataan menyakitkan itu. Rubi justru dituntun semakin dalam pada rasa sakit tersebut. Ucapan Jonatan seperti sayatan-sayatan luka. Hati Rubi gundah setiap kali perkataan Jonatan berkeliaran dalam isi kepala. Apakah pantas seorang suami mengatai istrinya wanita murahan?
Dan untuk menyingkirkan setiap rasa sakit itu, Rubi mencari kesibukan melalui; bersih-bersih rumah yang mana dibantu oleh bi Mina, memasak, mencuci; baik piring maupun pakaian, menyetrika, menyapu, mengepel, menyaksikan siaran televisi, rebahan, baca novel, makan, minum, sampai karoke. Semua itu dilakukan semata-mata guna menghilangkan tumpukan demi tumpukan pertanyaan yang kini membebani pikirannya.
Menjelang sore, Rubi asyik bernyanyi. Ia sangat menghayati setiap lagu yang dibawakan. Sementara bi Mina menjadi penonton setia. Sesekali ia akan bertepuk tangan dan ikut berjoget bilamana Rubi menggoyangkan tubuhnya.
Bersama dari hari ke hari membuat keduanya kian dekat. Mina begitu sangat menyayangi Rubi. Dugaanya benar, Rubi adalah sosok hangat dan penyayang. Karenanya, Mina telah menganggap Rubi sebagai putrinya meski ia sendiri tidak memiliki putri. Sedang Rubi pun sama. Ia telah menganggap Bi Mina layaknya ibunya sendiri.
Begitu lagu yang dibawakan selesai. Rubi memainkan lagu berikutnya yang mana jauh lebih bersemangat. Tak lupa, Rubi juga mengeluarkan justru goyangnya sehingga membuat Bi Mina terkikik namun bisa-bisanya badannya ikutan bergoyang.
Tanpa disadari sepasang mata terus mengamati mereka. Sesekali pula orang itu tersenyum bahkan harus tertawa akibat goyangan yang tidak senada dengan lagunya. Jonatan merasa de javu. Dulu, ketika bermain kerumah Radit, Jonatan akan menemukan Rubi yang seperti ini; bernyanyi dan berjoget ria seolah-olah tidak memiliki beban hidup.
Begitu tatapan keduanya bertemu, Rubi tersenyum lebar. Namun, kadatangan Jonatan sama sekali tidak meredahkan kegilaan Rubi. Justru wanita itu semakin menjadi-jadi. Alhasil, Jonatan tersenyum lebar mana kala melihat tingkah istrinya.
Jonatan merasakan desiran aneh pada tubuhnya setiap kali mata mereka bertemu. Lebih-lebih jikalau Rubi tersenyum lebar tanpa dibikin-bikin.
Sesaat Jonatan tertegun. Senyumannya seketika meredup sewaktu lagu yang dinyanyikan berhanti dan kini digantikan dengan tatapan intens sang istri.
"Untuk saudara Jonatan. Saya mengundang anda dengan hormat keatas panggung yang megah ini untuk membawakan satu buah lagu."
"Jika Anda keberatan. Maka jangan memberatkan saya kalau sampai mencium Anda." Suara Rubi menggema keseluruh penjuru. Untungnya setiap ruangan kedap suara. Jadi, suara Rubi hanya berkeliaran disekitar.
"Maju ... maju ... maju." Bi Mina menyoraki. Meminta terang-terangan agar tuannya ikut berpartisipasi bersama istrinya.
Jonatan tersenyum. Merasa lucu dengan kegilaan yang dibuat istrinya.
"Jika dalam hitungan ketiga Anda tidak bergabung bersama saya. Maka, jangan salahkan saya bila saya mencium Anda. Di sini. Di tempat ini. Di depan penggemar setia saya."
Jonatan meringis pelan sambil memegang pelipis. Anehnya, lelaki itu tersenyum. "Omong kosong macam apa ini?" Rubi mendadak lemas. Jonatan memang tidak bisa diandalkan dalam hal menyenangkan hati seseorang. Bisanya hanya mengacaukan segalanya. Padahal Rubi sudah sangat berharap agar Jonatan ikut berpartisipasi. Tapi sudahlah. Jonatan tetaplah Jonatan yang menyebalkan.
Rubi mengentakan-entakan kaki."Aishh ... Kakak nggak asik ah." Rubi merajuk. Wajahnya dibikin secemberut mungkin. Kenapa lakinya semenyebalkan ini?
Sementara Bi Mina mulai kikuk dan kalangkabut. Tidak tahu harus berbuat apa. Hingga akhirnya ia memilih hengkang dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Pelampiasan Amarah.
RomanceRubi, gadis yang baru menyelesaikan studi perguruan tinggi, mendadak dilamar oleh lelaki yang bukan lain adalah Jonatan, sahabat dari sang kakak, Raditia. Dalam berumah tangga, Jonatan adalah sosok suami hangat yang penuh perhatian. Sebagai pasangan...