Bab 22

8.4K 258 2
                                    

Tidak ada obrolan di antara keduanya sepanjang perjalanan pulang. Yang ada hanyalah menolog Rubi yang terus-menerus merutuki diri.

Wanita itu sedang berada dalam tingkat depresi yang cukup tinggi. Berkali-kali ia menarik dan mengacak asal rambut. Sesekali pula ia tampak menangis namun tidak ada setetap air mata yang membasahi pipi. Hal itu membuat Jonatan diam-diam mengulum senyuman. Rubi tampak begitu mengemaskan.

"Ya, Tuhan aku malu," keluhnya entah untuk yang keberapa kali.

Rubi menyandarkan kepala pada kaca jendela. Matanya memandang keluar menatap gedung-gedung sekitar. Ia benar-benar kacau.

Jonatan melirik sebentar."Kenapa harus malu?"

Jonatan cukup penasaran dengan sikap Rubi yang mengeluhkan hal yang tidak seharusnya dikeluhkan. Wajar kalau suami-istri melakukan hal intim. Meski masih dalam ranah standar. Karena mereka hanya berciuman panas.

Rubi menoleh kesal,"Kamu nggak malu?" Bukannya menjawab pertanyaan, Rubi justru bertanya balik.

Jonatan mengedik bahu acuh tak acuh."Untuk apa malu?"

Rubi menarik napas panjang sambil mengangguk."Kamukan kebal hati. Kebal fisik. Mana mungkin punya urat malu," cibirnya sambil mendesah.

Jonatan tertegun. Tak lama berselang ia tersenyum."Jadi karena saya kebal hati. Kebal fisik. Artinya saya tidak punya urat malu, begitu?"

"Iya. Kamukan punyanya cuma urat kemaluan. Urat malu nggak ada tuh."

Pecah sudah tawa Jonatan setalah mendengar cibiran Rubi. Ternyata saat berada dalam kondisi tertekan mulut Rubi sangat tak tertolong nakalnya.

"Dari mana kamu tahu kalau saya punyanya urat kemaluan sedang urat malu tidak?" tanya Jonatan. Sepertinya menjaili Rubi akan masuk dalam list hobby barunya.

Rubi menatap marah,"Kamu lupa? Sudah berkali-kali aku lihatin kamu telanjang. Kalau punya urat malu seharusnya kamu malu kalau dipergokin melakukan hal yang nggak senonoh di depan umum."

"Kamu mata keranjang juga ya lihat-lihat burung saya. Lain kali jangan cuma dilihat. Sesekali dipegang-pegang, dielus-elus manja, diisa ..., "

"Stop!"

Jonatan mengangkat sebelah alis dengan senyuman songong."Salah? Sama istri mah bebas. Mau di mana saja ya suka-suka. Masa bodoh dengan penilaian orang."

"Ya, Tuhan kenapa suami aku otaknya serusak ini?"

"Yang bikin rusak itu kamu."

"Apaan sih?"

"Itu fakta Rubi. Sebelum nyantuh kamu otak saya tidak separah ini. Pikiran mesum mungkin cuma segelintir di otak. Sayangnya, setelah ngeseks sama kamu otak saya mendadak tidak benar. Kayaknya mulai rusak. Pikiran saya cuma mau lebarin kaki kamu buat dimas ..., "

"Astaga. Astaga. Stop. Telinga aku panas dengarin omongan kamu," keluh Rubi sambil menutup kedua telinga.

Kenapa suaminya makin ke sini otaknya mesum terus?

Jonatan memicing sambil tersenyum jail."Memangnya kenapa?"

"Mesum," pekik Rubi yang di ambang kekesalan. Kenapa mendadak Jonatan setengil ini?

"Iya, saya memang mesum kalau sama kamu." Jonatan nyengir. Hal itu justru membuat Rubi mendesah panjang."Tobat."

"Bukan dosa juga. Kan sama istri sendiri."

"Oke, kamu menang. Tapi, please, lihat situasi juga. Kalau semisal di rumah, oke. Tapi, ini di tempat umum. Tempat umum! Lagian orang lain akan dibuat dosa karena mata mereka dinodai sama perbuatan kita."

Bukan Sekedar Pelampiasan Amarah.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang