Rubi diam, tentu saja. Kerena ia sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan Jonatan.
Perlahan-lahan tangan lelaki itu meraih tangannya yang sementara memegang kapas, lalu di simpan pada meja.
"Tatap mata saya, Rubi. Apa yang kamu rasakan tentang saya dan segala sikap saya selama ini?"
"Entalah. Aku nggak tahu." Dengan cepat Rubi membuang pandangan. Ia tak mau berlama-lama memandangi wajah Jonatan. Rubi tahu ia akan jatuh pada pesonan lelaki ini.
"Benarkah?"
"Hmm."
Jonatan menuduk lalu menarik napas panjang. Setelahnya ia mengangkat wajah, menatap lama wajah wanita yang enggan menatapnya balik. "Jadi, kamu merindukan saya, makanya kamu mendatangi saya sepagi ini?" godanya, mengedipkan mata bertepatan ketika Rubi membalas tatapannya. Rubi cukup dikejutkan oleh perlakuan Jonatan.
"Tentu saja nggak!" elaknya. Padahal ia selalu merindukan Jonatan, setiap waktu.
"Benarkah?"
"Humm," gumamnya sembari menunduk.
"Buat saya percaya?"
Rubi mendongak cepat sambil mengernyit. Mengerti kebingungan wanita itu Jonatan memperjelas,"Kasih saya alasan kuat kenapa sepagi ini kamu di sini kalau bukan karena merindukan saya?"
Oke, sekarang Rubi paham."Aku disuruh kak Radit. Hanya itu, " kata Rubi apa adanya.
"Hanya itu?" Jonatan memastikan.
"Apa?" Rubi memincing tidak mengerti.
"Alasannya! Tidak ada yang lain?"
"Semisal?"
"Rindu! Tentu saja!"
"Ada. Sedikit dan aku nggak bisa mengelaknya meski aku gengsi harus mengakuinya."
Pengakuan Rubi membuat Jonatan tersenyum tipis. Dengan perlahan lelaki itu mengulurkan tangan lalu memindahkan rambut yang menghalangi pandangan Rubi ke bagian belakang telinga."Oya?"
"Humm," Rubi menyahut pelan dan malu-malu.
"Ralat. Bukan aku tapi bayinya," ungkapnya.
Jonatan tidak tersinggung. Justru ia semakin tersenyum lebar."Oke. Saya mengerti."
"Tolong obati saya."
Rubi mengangguk. Ia kembali mengambil kapas yang telah dikasih salep lalu mengoles pada wajah Jonatan yang terkena pukulan.
"Nggak sakit?" Rubi bertanya heran. Pasalnya ia cukup kasar sewaktu mengolesi obat ke wajah Jonatan. Alih-alih meringis. Lelaki itu justru tersenyum.
"Sakit. Tapi bukan di sana sumbernya." Lelaki ia mengambil tangan Rubi lalu membawanya ke dada."Di sini. Ya, rasa sakit sebenarnya berasal dari sana."
Ketika Rubi hendak menarik tangan, Jonatan dengan sigap menahan. "Seperti yang pernah kamu bilang. Hati saya hanya berdetak dan sakit untuk satu nama yang sama, yakni Rubi. Wanita ceria yang pernah saya anggap konyol. Wanita yang juga pernah saya anggap caper, dan kurang kasih sayang. Wanita aneh yang merubah segala sudut pandang saya tentangnya lalu mendorong saya semakin jatuh dalam pesonanya. Kemudian semuanya mendadak kacau sewaktu selambar kertas yang sialnya mau saya singkirkan namun lebih dahulu diketahui. Dan itu adalah awal titik kehancuran saya dimulai."
"Saya pikir. Saya akan baik-baik saja tanpa kamu. Ya, dengan berbangga diri saya menganggap bahwa saya kuat. Saya sanggup hidup tanpa kamu. Bukankah sebelumnya saya baik-baik saja tanpa kamu? Tapi, setelah kepergian kamu, mendadak saya tidak bisa apa-apa. Maunya serba kamu dan saya justru menemukan diri yang kian menggilai kamu, mengharapkan kehadiran kamu. Dan sialnya ..., kita bukan lagi kita yang terikat oleh ikatan pernikahan. Kita telah usai. Dan saya sekarat."
![](https://img.wattpad.com/cover/367516224-288-k680036.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Pelampiasan Amarah.
RomanceRubi, gadis yang baru menyelesaikan studi perguruan tinggi, mendadak dilamar oleh lelaki yang bukan lain adalah Jonatan, sahabat dari sang kakak, Raditia. Dalam berumah tangga, Jonatan adalah sosok suami hangat yang penuh perhatian. Sebagai pasangan...