"Bi."
"Rubi."
"Hei, Bi."
"Rubi, bangun."
"Kamu harus makan terus minum obat, habis itu kamu bisa tidur lagi."
Rubi merasa terusik ketika ada sapuan lembut pada pipinya. Wanita bermasker hitam yang tengah terlelap itu perlahan-lahan membuka mata.
"Lista tidur?" tanya Rubi pelan dan tak bertenaga. Pasalnya ia terserang demam dan flu kurang lebih dua hari.
"Iya," sahut lelaki itu pelan-pelan mengingat ada bayi 3 bulan yang tengah tertidur dengan posisi 8 langkah dari mereka.
"Makasih," Rubi berkata penuh rasa syukur. Memang, semenjak Callista hadir, Jonatan banyak membantu dalam mengurus putri mereka. Bahkan sekalipun dilelahkan oleh pekerjaan kantor, lelaki itu selalu menyempatkan diri menjaga putri mereka.
Sampai sekarang sekalipun mereka telah bercerai hubungan keduanya tetap akur. Bahkan dalam setiap kesempatan mereka akan kompak dalam mengurus Callista. Bayi mungil itu membuat keduanya semakin dekat.
"Ayo makan, Bi."
"Kamu juga," balas Rubi yang diangguki Jonatan.
Di meja makan telah tersaji beberapa lauk. Tampak ada binar antusias di mata wanita itu begitu tatapannya jatuh pada sayur asem yang memang sedari kemarin ingin dimakan. Sejak sakit selama dua hari napsu makan Rubi berkurang. Apa-apa mulutnya serba hambar. Namun, minat makannya langsung meningkat begitu saja saat melihat sayur asem.
"Kamu suka?" Mengerti akan pertanyaan Jonatan, Rubi lantas mengangguk cepat."Dari kemarin memang maunya makan sayur ames." Perlahan, wanita itu membuka masker kemudian mengeser posis duduk agak ke depan.
Jonatan mengangguk dengan senyuman. Ia memantau dalam diam reaski perempuan di depannya yang mulai menyuapkan campuran nasi dan sayur asem ke mulut.
"Kamu nggak makan?" Rabi bertanya heran saat mengetahui lelaki itu belum juga berniat menyentuh makanannya. Sedang punyanya hampir habis.
"Ini, lagi mau makan."
Rubi mengangguk mengerti lalu melanjutkan makan. Sementara Jonatan baru memulai makan setelah memastikan wanita di depannya makan dengan lahap. Mengingat dua hari belakangan pola makan wanita itu kurang baik.
Setelah keduanya selesai makan malam. Jonatan langsung mengambil alih semua peralatan makan untuk di cuci. Rubi tidak melarai. Memang selama ia jatuh sakit Jonatan akan mengambil alih perkerjaan rumah apabila saat pulang kerja. Lelaki itu mengerti jika kondisi Rubi belum fit. Sementara bi Yana seminggu ini sedang ke kampung. Sehingga agak repor bagi Rubi untuk mengerjakan segelanya sendiri sedang dirinya masih terserang penyakit.
"Kamu pasti lelah, sebaiknya kakak pulang, dan istirahat." Rubi masuk ke dapur dan mendapati Jonatan yang kebetulan sudah selesai mencuci perlatan kotor.
Lelaki itu lantas berbalik, menatap Rubi yang kini berjalan ke arahnya dengan masker yang kembali terpasang. "Kalau tidak keberatan malam ini saya tidur lagi di sini__mungkin sampai kamu sembuh atau sampai bi Yana kembali." Jonatan mengeluarkan isi pikiran. Ia tidak bisa meninggalkan Rubi dan anaknya dalam kondisi Rubi yang tidak fit. Kalau-kalau wanita itu meinginkan sesuatu atau Cellista rewal setidaknya ia ada untuk memenuhi permintaan keduanya. Mengingat pula bi Yana yang belum juga balik-balik.
"Aku cuma kurang enak sama tetangga lain. Kamu ngertikan maksud aku?" Rubi tidak bisa menahan kegelisahan hati. Selama ini memang tidak ada gunjingan dari para tetangga. Apalagi ia berada dalam lingkungan yang anti toxci. Justru mereka mendukung hubungan ia dan Jonatan. Hanya saja ucapan barusan secara tidak langsung sedang menjelaskan status mereka. Rubi menginginkan sebuah kepastian. Dan berharap lelaki itu mengerti.
![](https://img.wattpad.com/cover/367516224-288-k680036.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Pelampiasan Amarah.
Roman d'amourRubi, gadis yang baru menyelesaikan studi perguruan tinggi, mendadak dilamar oleh lelaki yang bukan lain adalah Jonatan, sahabat dari sang kakak, Raditia. Dalam berumah tangga, Jonatan adalah sosok suami hangat yang penuh perhatian. Sebagai pasangan...