Extra part

11.6K 293 17
                                    

Dulu, Rubi sempat berpikir jika kebahagiaan tidak perna bisa mendatangainya. Hanya akan ada kesakitan dan luka yang ia lewati sepanjang hidup. Namun, ia keliru. Nyatanya hidup terus berputar. Dan kini memberinya satu persatu kebahagian dan sekarang semuanya mulai tersara lengkap.

"Kak?!" Wanita itu memanggil sayang sambil melingkarkan tangan ke pinggang suaminya. Jonatan yang kebetulan sedang memakai baju lantas berhanti.

Lelaki itu menoleh, dan langsung mendapati sebuah kecupan sayang tepat pada pipinya."Hmm." Lelaki itu tersenyum lalu membalas mengecup pipi istrinya penuh kasih.

"Lista, kasian dia."

Jonatan mengeryit sambil tersenyum. "Maksudnya?" Meski ia mengerti ke mana arah pembicaraan sang istri.

"Dia apa-apa serba sendiri."

Jonatan tersenyum geli."Kan ada kita, sayang."

Wanita itu menarik napas berat."Kakak sama sekali nggak ada rencana tambah anak?"

Jonatan membelikan badan, kini ia yang memeluk sayang tubuh istrinya. Jonatan, lelaki itu ingin memberikan adik untuk Callista. Masalahnya ia masih ingat ketika Rubi menangis kesakitan sewaktu melahirkan putrinya. Jonatan, tidak sanggup melihat wajah kesakitan istrinya.

"Kata mama, wajar saat lahiran perempuan merasa sakit. Apalagi baru pertama kali."

"Mama sama papa juga dukung Lista punya adik. Kak Neta udah 2. Abang tiga. Masa kita 1?!" Bujuk Rubi.

"Saya tidak mau kamu sakit!" Jujurnya. Ya, Jonatan memang takut istrinya sampai harus mengelami rasa sakit yang sama seperti saat melahirkan anak mereka.

"Aku kuat, kak. Semua perempuan kuat."

"Iya. Kamu kuat. Semua perempuan memang terlahir kuat."

"Mau ya kak."

Jonatan menimbang."Oke!" Sahutnya.

Rubi tersenyum puas. Dengan tidak sabaran ia mencium bibir suaminya. Rubi memang akan selalu agresif pada suaminya ketika sedang berdua.

"Pelan-pelan, Bi. Nikmati." Lelaki itu tersenyum geli. Sialnya ia juga mendadak tidak sabarana.

Bibir mereka bertemu, tidak ada kata lembut saat mereka sama-sama di ambang gairah.

"Kamu tambah nakal, sayang." Jonatan terkekeh pelan saat bibirnya dilahap sang istri. Wanita itu bahkan memberinya luka pada bibirnya.

"Berkat kakak." Balas Rubi, ikut-ikutan terkekeh.

Jonatan yang memang belum memakai baju dengan benar langsung menghempas jauh kain itu lalu kembali mencumbu istrinya. Tangan lelaki itu bahkan tidak tinggal diam. Ia mengusap dan meramas tubuh berisi istrinya dari luar dengan penuh cinta dan gairah.

"Papa_mama sedang apa?" Suara itu datang tiba-tiba dan menyebabkan kedua manusia yang berada diambang gairah kalangkabut dan secara refleks Rubi mendorong kuat tubuh suminya.

Jonatan, lelaki itu harus merasakan sakit akibat menabrak dinding. Istrinya entah bagaimana memiliki kekuatan super sehingga mendorongnya dengan kuat. Meski merasakan sakit, lelaki itu dengan elegan mengusap-ngusap dinding kamar."Papa lagi bersih-bersih dinding, sayang."

"Kalau mama ... mama ... mama mau ... " Rubi bingung. Tidak bisa berpikir! Anaknya kenapa tiba-tiba bangun?

"Mau peluk, papakan? Tadi mama peluk-peluk papa." Bilang anak itu sambil tertawa geli.

Astaga ... apa Callista melihat adegan tidak sesonoh mereka?

Bocah itu mendekati sang mama." Kenapa mama musti takut? Ista nggak marah kok mama peluk papa. Papa juga milik mama. Mama bisa peluk papa sepuas mama."

Memang, selama ini Callista akan merajuk jika Rubi memeluk Jonatan. Putrinya tidak suka hal itu. Bilangnya, sang ayah hanya boleh memeluknya.

Rubi maupun Jonatan merasa lega. Sepertinya sang anak tidak cukup paham apa yang seharuusnya ayah, ibunya lakukan.

"Ista pengin tidur sama mama, papa."

Rubi mengangguk setuju. Ia tersenyum lebar begitu putrinya meminta untuk di gendong.

"Sini sama, papa. Ista berat. Kasian mamanya," bilang Jonatan lalu mengambil alih putrinya.

Ketiganya kemudian meniki ranjang. Tidak usah ditanyakan mengenai kelanjutan adegan tadi. Kerena saat ini kedua orang dewasa itu hanya ingin tidur bersama putri mereka.

"Untung sayang." Gumam Jonatan begitu melihat anaknya kembali terlelap. Anak itu tidur di tengah-tengah Jonatan maupun Rubi.

Rubi hanya terkekeh mendengar respon sang suami.

"Papa, sayang Lista." Ucap Jonatan lalu mengecup sayang kening putrinya.

Mata lelaki itu lantas berpindah pada istrinya."Sayang juga sama, mamanya." Bilangnya, lalu mengecup sayang kening istrinya.

"Saya cinta kamu, Rubi."

"Aku juga cinta, kakak."

Tidak ada yang tahu seperti apa kehidupan mendatang. Tidak selamanya hanya akan ada kesedihan dan rasa sakit dalam hidup atau justru sebaliknya. Karena sejatinya kehidupan terus berputar.

Mungkin, Rubi perna berada pada titik di mana kesedihan dan rasa sakit seakan-akan bersekongkol melumpuhkan perjalanan hidupnya. Namun, perjalanan itu memberinya kesempatan untuk menata hidup sehingga ia bisa merasakan kebahagian setelah rasa sakit.

Sekarang, segalanya berubah. Mamanya, Alisa telah berdamai dengan masa lalu dan tidak lagi menghindari Rubi. Kini justri kebalikan, wanita itu bahkan dengan terrang-terangan menujukan kasih sayangnya terhadap Rubi seperti yang biasanya ia lakukan kepada Radit dan Neta. Bukan hanya Alisa yang memilih berdami dengan masa lalu, nyatanya Rubi, Jonatan, Neta maupun Gunawan juga telah berdamai dengan masa lalunya. Semua itu adalah pembelajaran berharga begitu mereka. Kesalahan tidak selamanya buruk jika disikapi dengan sudut pandang posetif. Karena yang didapat adalah pendewasaan. Dan ya, itulah yang Rubi pelajari dari perjalanan hidupnya.

Catatan kecil penulis:

Terima kasih banyak kepada siapa saja yang telah membaca novel ini. Harapan saya, dengan adanya novel ini, sekiranya bisa menghibur semua orang, serta dapat mengurangi beban pikiran. Namun, apabila novel ini menambah beban pikiran, membuat kepala pusing serta merata membuat mata sembab akibat deraian air mata, maka saya sebagai penulis tidak dapat berkata-kata, karena saya juga tidak tahu kalau novel ini mengandung bawang. Saya sebetulnya kaget, ada yang menangis dan lapor ke saya.

Akhir kata, Anda menangis, saya kegat, lalu kita sama-sama menangis dan kaget.

Jika di awal cerita ada air mata, setidaknya di akhir cerita ada senyuman dan tawa. Jadi, tersenyumlah meski tulisan saya tidak ada potongan lucunya.


Publis; Minggu, 28 April 2024

Bukan Sekedar Pelampiasan Amarah.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang