Bab 13

6.5K 243 3
                                    

Berkali-kali Jonatan berusaha mengenyahkan perihal tadi. Namun, tidak bisa! Jonatan merasa tersinggung. Tidak terima, kecewa dan kesal! Pikiran-pikiran itu membuat Jonatan enggan menyentuh sarapan. Enggan sekedar membalas perkataan-perkataan yang datang dari Rubi maupun bi Mina. Jonatan tiba-tiba kehilangan selera makan. Selara berbicara dan selera menatap lawan biacara.

"Kak?! Kak Jo?! Kakak dengarkan apa yang aku bilang?" Perkataan Rubi seketika membuyarkan lamunan Jonatan. Sebetulnya Jonatan sedang kesal. Kesal karena hal-hal tidak jelas!

Lelaki itu melihat tanpa selera ke arah Rubi. "Apa?" Ketusnya. Sedari tadi, tidak ada sesuap nasi yang masuk ke dalam mulut Jonatan. Ia hanya mengaduk asal tanpa memiliki niat untuk menyantap sarapannya.

"Kakak nggak dengar ya?" Rubi mendesah pelan. Sia-sia ia berbicara panjang lebar jika Jonatan tidak mendengar.

"Kamu ada bilang apa?" Tanya Jonatan. Ia merasa sedikit penasaran.

Sontak Rubi menegakan tubuh dan menatap antusias ke arah sang suami. Jonatan yang menyadari perubahan sikap Rubi seketika dibuat semakin penasaran.

"Aku mau kerja." Rubi berkata ringan. Tidak lupa senyuman mengembang dengan indah pada wajahnya.

Sontak perkataan Rubi membuat Jonatan mengerutkan kening. Jonatan belum pikun untuk melupakan perkataan Rubi. 'Aku nggak mau kerja. Lebih baik aku dirumah buat ngurus rumah, kakak sama semua keperluan kita.' Lantas apa yang membuat Rubi berubah pikiran?

"Di mana?" Meski merasa ganjil, Jonatan tidak mengatakan keganjilan itu.

"Caffee shop." Jonatan mendesah panjang. Lalu menatap dalam dan lama mata sang istri. Rubi sendiri agak terintimidasi oleh tatapan sang suami.

"Pekerjaan itu tidak menjanjikan. Tidak ada jenjang karir." Ketus Jonatan. Tanpa sadar sesuap nasi sudah masuk kemulutnya. Padahal sejak awal ia tidak memiliki napsu makan.

Rubi dibuat menunduk akibat perkataan ketus suaminya. Memang tidak ada yang salah dengan perkataan Jonatan. Berkerja pada Caffee shop memang tidak memberi jenjang karir yang bagus untuk Rubi. Namun, ia ingin memulai kerja dari sana.

"Ya, aku tau. Tapi aku mau kerja di sana." Sahut Rubi seadannya. Ia merasa tidak ada salahnya bekerja di sana.

"Karena Miska?!"

"Ya." Rubi menyahut cepat tanpa menyimak pertanyaan Jonatan. Karena merasa ucapannya salah, Rubi memperbaiki,"Bukan begitu. Hanya saja aku pikir nggak ada salahnya mencari pengelaman kerja di sana."

"Kenapa Miska?!" Tanya Jonatan menatap tajam.

"Maksud kakak?" Sementara Rubi menatap bingung. Hal itu diperjelas lewat dahinya yang mengerut dalam.

"Saya bisa memberimu pekerjaan yang lebih layak jika kamu lupa." Sarkasme Jonatan. Wajahnya begitu datar dan dingin.

"Untuk seorang yang belum berpengelaman seperti aku?"

"Jadi, kamu merasa memiliki pengelaman jika berkerja bersama Miska?" Ejek Jonatan sambil menaiki sebelah alis.

Rubi menggeleng tak suka perkataan Jonatan."Bukan begitu, kak. Hanya saja aku lebih nyaman bekerja dengan Miska."

Jonatan terkekeh sambil memalingkan wajah."Oh, nyaman ya?" Perkataan Rubi betul-betul menyinggung egonya. Itu membuat Jonatan kesal. Namun ia menutupi dengan senyuman tenang. Sementara kedua tangan terkepal erat tanpa diberi perintah.

Rubi sendiri tidak tahu harus berkata apa. Percuma ia mencari pembelaan disaat Jonatan kelihatan telah mengambil kesimpulan sepihak.

"Jadi, sama saya kamu tidak nyaman, Rubi?"

Bukan Sekedar Pelampiasan Amarah.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang