Begitu pintu menuju lapangan dibuka, ada yang meledak di telinga Sora.
Apa ini?
Sora mematung disuguhkan keriuhan paling spektakuler selama karir anggarnya. Tribun-tribun yang terisi penuh, atribut merah-putih mewarnai, dan namanya—terselip di antara teriakan para suporter.
Suporter...
Dia punya suporter...
Sebanyak ini?
Selama ini Sora pikir cabang anggar tidak populer.
Selama ini Sora pikir, setelah apa yang menimpanya, orang-orang akan antipati terhadapnya.
Aliran adrenalin dengan cepat memenuhi Sora. Derasnya tak terkendali, hingga nyaris menggetarkan jemari. Kala itu Sora sadar kalau ia sudah diambang bahaya. Tidak boleh lebih deras dari ini atau permainannya akan kacau balau.
"How do you manage to stay calm?"
Sora teringat dua hari yang lalu, dia meluangkan waktu untuk menelepon Galen demi sebuah wejangan.
Galen terkenal dengan ketenangannya. Bahkan dengan jumlah penonton dua kali lipat dari ini atau di tengah huru-hara sekalipun, ia tak goyah. Langkah, ekspresi, dan bahasa tubuhnya benar-benar terkontrol. Dan Sora perlu belajar dari anak itu.
"Sebenarnya gue nggak pernah benar-benar tenang. Tapi itu cuma bisa lo lihat kalau lo belajar micro expression."
"Hah? Maksud lo?"
"Cetakan muka gue emang gini. Lempeng."
Benar-benar petuah tidak berguna.
Justru Sora mendapat saran yang lebih baik dari Fael. "Adrenalin lo, salurkan dan ubah jadi kekuatan."
Salurkan...
Ubah jadi kekuatan...
Entah ia melakukannya dengan benar atau tidak, Sora minimal bisa merasakan ujung-ujung jarinya menghangat dan kakinya berpijak lagi. Lututnya juga memadat, tak lagi terasa seperti agar-agar. Selubung tak kasatmata yang melindunginya dari kegilaan situasi di sekeliling.
Ketika ia menoleh, hatinya melompat senang bukan main mendapati Galen, Izy, dan Reo menepati janji mereka untuk menonton langsung pertandingan finalnya. Ternyata tadi Galen menelepon Izy dari area ini. Rasanya Sora tak sabar untuk melepas stres bersama mereka bertiga seusai pertandingan.
Tanpa menyadari keberadaan Dendra di sayap tribun yang sama, kepanikan melanda ketika ia mendapati kursi di samping Pram kosong melompong.
Regy di mana? Apa dia bohong?
"Sora!"
Kedua pelatih memanggil bersamaan, heran kenapa Sora berhenti di tengah-tengah langkah.
Setelah berburuk sangka sejenak, paru-paru Sora bisa mengembang kembali saat Regy muncul dari balik punggung seorang panitia. Laki-laki itu menuruni tangga dan segera mengisi kursi kosong di samping Pram. Sadar Sora sedang menatap ke arahnya, Regy membalas dengan lambaian kecil.
Ketenangan Sora buyar tatkala layar besar di hadapannya menampilkan pemandangan yang mencengangkan dari kotak VVIP. Menpora dan—IBUNYA?!
Sejak kapan emak gue bestie sama Pak Menteri?!
***
"Did you clean 'them' all?" Regy bertanya pada Pram saat jeda persiapan pertandingan Sora.
Pram membenahi topi baseball hitam yang ia kenakan lalu melempar sebutir kacang panggang ke dalam mulutnya. "Not a big deal," jawab Pram sambil mengunyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under My Sky
Teen FictionKelakuan Sora yang kadang di luar nalar bikin Kylo, adiknya, pusing. Mana tahun ini mereka sekelas pula! Sora jadi nggak perlu jauh-jauh untuk ngejitak kepala Kylo. Diam-diam Fael dan Regy, sahabat Kylo, malah naksir sama kakaknya yang gila itu! Nov...