Bab 38 - Sepenggal Cerita di Bulan Juli (Part 5)

50 13 1
                                    

"Jangan kena air dulu ya lukanya— YA ALLAH, SORA!"

Dokter Tiara, dokter klinik sekolah mereka memekik mendapati Sora muncul di pintu klinik dengan baju penuh darah. Tangan kanannya menekan darah yang masih juga mengaliri tangan kirinya dengan selembar handuk kecil. Pekikan Dokter Tiara membuat Regy dan Kinan ikut menoleh.

"Di dalem sini aja ya, Dok."

Dengan dagunya, Sora menunjuk pintu ruang kecil yang berisi satu tempat tidur, tabung oksigen dan tiang infus. Sora sedang tak ingin dikerumuni siapa-siapa. Badannya remuk, ingin rebahan saja. Kepalanya pusing—entah terbentur atau terlalu banyak darah yang keluar.

Sang Dokter meninggalkan Regy dan Kinan, mengikuti Sora masuk ke dalam ruangan. Dari celah pintu, Regy bisa mendengar percakapan mereka.

"Kamu jatuh juga? Kenapa nggak langsung ke sini?"

"Tadi nggak kerasa sakit. Jadi saya cuci tangan—"

"Nggak kerasa sakit gimana?! Darah semua!" bentak Dokter Tiara. "Ini harus dijahit. Tunggu ya!"

Pintu dibuka, Dokter Tiara mengambil beberapa peralatan dari lemari di belakang meja kerjanya. Sekilas Regy bisa melihat Sora duduk menunduk di atas tempat tidur. Pemandangan itu meremukkan hatinya. Ingin dia menghampiri, tapi Dokter Tiara segera masuk lagi dan kali ini menutup pintu rapat-rapat.

Tak lama setelah pintu ditutup, terdengar jerit kesakitan kencang dari dalam ruangan. Fael yang baru saja tiba untuk membawakan barang-barang Sora ikut terkesiap mendengar Sora menjerit. Tak tahu kalau Sora sedang diobati, Fael menerobos masuk.

"Ini justru biar nggak sakit, Sora—"

"TAPI SAKIT BANGET!"

Sora meraung dalam tangis saat Dokter Tiara mencoba menyuntikkan anastesi di lengannya. Rasa sakit yang tadi absen seakan terakumulasi dan menyeruak bersamaan. Sora menggeliat ingin kabur dari rasa sakitnya saat itu juga.

"Fael, Fael! Pegangin Sora!"

Fael menaruh tas dan jaket Sora di atas lantai, bergegas melaksanakan instruksi Dokter Tiara. "Lo mau gue pegangin atau lo pegang gue?" Ia memberi opsi pada Sora, tak mau terkesan memaksa.

Sora tak menjawab dengan kata-kata, melainkan langsung mendekap tubuh Fael sekuat yang ia bisa. Sora menggunakan dada cowok itu untuk meredam semua teriak dan tangisnya.

Tangan Fael membelai lembut kepala Sora. "Dikit lagi selesai. Sabar ya," bisiknya mencoba menenangkan Sora.

Dan seiring anastesi bekerja, Sora pun semakin tenang. Masih menangis, hanya tidak histeris.

Regy melangkah keluar klinik, lalu duduk di anak tangga. Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangan, tak bisa memilih mana yang lebih menghancurkan hatinya—melihat Sora kesakitan atau melihat sahabatnya sendiri ada di sana menggantikan apa yang seharusnya ia lakukan dari tadi.

***

"Kalian itu kalau bikin acara yang bener dong! Dicek lagi kondisi lapangannya! Dilihat aspek keamanan lainnya! Nggak usah terlalu kompetitif!"

Dokter Tiara menceramahi Regy, Rana, dan Wino sekaligus. Setelah melihat rekaman pertandingan tadi dari kamera Willy, dia langsung memanggil semua yang bertanggung jawab atas insiden itu. Dan muncullah mereka bertiga.

"Untung—UNTUNG banget Kinan itu sengaja ditahan sama Sora. Kalau nggak, UGD tuh si Kinan! Gara-gara nahan Kinan, Sora yang mental. Trus, kenapa bisa ada pecahan kaca tajem di sana?!"

Wino menjawab, "Kata Pak Din, kemarin pas ganti kaca ruang guru, ada satu yang jatuh dan pecah—"

"Nggak kalian sapu dulu? Nggak ada yang nyadar?!"

Dokter Tiara membanting sebendel kertas dengan keras di atas meja untuk mengalihkan emosi. Sebenarnya dia ingin sekali menghajar kepala mereka bertiga dengan gulungan itu.

"Saya itu beberapa kali ngobatin Sora. Keseleolah, jatuhlah, tapi saya nggak pernah denger dia nangis sekenceng itu. Kebayangkan sakitnya kayak apa?"

Terbayang. Terbayang jelas. Dan malam ini mustahil Regy bisa tidur tanpa terngiang tangisan Sora barusan.

Pintu klinik dibuka, Kylo muncul menenteng ranselnya sendiri. Di sana, Kylo hanya mau menatap Dokter Tiara. Enggan bertemu pandang dengan mereka bertiga, walau ada Regy di antaranya.

"Udah dijemput?" Dokter Tiara bertanya pada Kylo.

Kylo mengangguk. "Ibu saya sudah di lobi. Lagi ngomong sama Pak Rustam."

"Sora di dalem sama Fael."

Kylo masuk mencari kakaknya. Tak sampai 5 menit, mereka keluar ruangan bersiap pulang. Sora sudah berganti pakaian. Lengan kirinya bersih dari darah, luka robeknay dibalut perban putih. Baju kaos dan handuk kecil yang penuh noda darah tadi ada di tangan Kylo.

"Sora, kalau painkiller-nya nggak mempan, WA saya ya. Saya resepin yang dosisnya lebih besar."

"Makasih, Dok," ucap Sora lemah. Sebelum Sora membalik tubuh, dia mendengar suara Rana parau meminta maaf. Sora hanya membalas dengan senyum sekenanya. Jujur, dia terlalu lelah bahkan hanya untuk menimbang apakah dia harus kesal pada Rana atau tidak.

Sora pergi lebih dulu menuruni ditemani Fael. Kylo masih harus mencari tong sampah untuk membuang baju dan handuk kecil bekas darah Sora. Nyaris semua tong sampah di sepanjang lorong itu diangkut ke gudang karena libur semester.

"Kylo—"

Langkah Kylo terhenti karena Regy memanggil. Saat Kylo berbalik untuk berhadapan, ia mendapati Regy dalam mode paling kacaunya. Rambutnya acak-acakan, matanya dan hidungnya merah—mungkin habis menangis?

"Selesai acara, gue mampir ke rumah—"

"Buat apa? Nggak perlu." potong Kylo sedingin es.

Bibir Regy terkunci. Seumur persahabatan mereka, belum pernah ia mendapatkan tanggapan seketus itu dari Kylo. Kylo sedang marah besar.

"Gy, kakak gue jatuh. Tangannya robek. Darahnya segini," Kylo menunjukkan barang bukti di tangannya, "cuma gara-gara nyelamatin nyawa gebetan lo!"

Rumor soal Regy mendekati Kinan dari hari pertama acara sudah menyebar ke seisi angkatan baru dan panitia, termasuk Kylo. Dan hal itu tentu saja membuat Kylo tambah jengkel. Selama ini Kylo pikir Regy menyukai kakaknya. Kalau begitu, Sora itu apa di mata Regy? Pelampiasan fantasi posesifnya semata?

"Bisa-bisanya lo ngebiarin kakak gue bangun sendiri, jalan sendiri, berdarah-darah kayak gitu!"

Mata Kylo memicing, memancarkan kekecewaan berat pada sahabatnya. Ia jejalkan baju dan handuk kecil Sora ke tangan Regy.

"Nih, lo aja yang buang."

***

Under My SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang