"Jennie Tania Bramantyo"

476 71 68
                                    

Masih ingat dengan pos dekat kolam lele milik Jimi? Nah sekarang ketiga bapak-bapak tampan itu, Asep, Kai, dan Jimi, tengah berkumpul disana. Ayah dari Ram dan Jian itu tengah mendengarkan curhatan ayah dari Acep.

"Sep... " Panggil Jimi.

"Iya?"

"Kamu nyadar gak sih, sekarang kamu itu kayak bonekanya Sofia?"
Asep mengerutkan alisnya bingung, "Maksudnya boneka?"

"Gini Sep, kamu disuruh ini itu sama Sofia nurut, itu apa namanya kalo bukan boneka?" Kali ini Kai lah yang menjelaskan.

"Saya cuma takut Sofia nemuin Jennie terus bilang macem-macem Man, Jim"

"Ya itu salah kamu milih nyembunyiin masalah ini dari neng Jennie. Saya tau niat kamu baik, kamu gak mau bikin neng Jen kepikiran masalah Sofia, tapi dengan kamu yang sekarang kayak gini juga bikin neng Jen kepikiran. Kamu nyadar gak sih gara-gara ngikutin keinginan perempuan itu, waktu kamu sama keluarga kamu jadi sedikit?" Jimi menatap serius sahabat kecilnya yang nampak bingung juga frustasi.

Kai diam menyimak, meminum segelas kopi yang tadi dibawa Jimi kemudian berucap "Ela sempet cerita sama saya, katanya Minji bilang kalo Abinya berubah, jadi sering gak ada dirumah, sekalinya di rumah malah fokus kerja. Kamu merhatiin Rianti, tapi ninggalin Minji, gak salah Sep?
Saran saya lebih baik sekarang kamu jujur sama Jennie, ceritain semuanya, biar istri kamu gak salah paham. Kalo kamu jujur, sekalipun Sofia muncul Jennie pasti bakal percaya sama kamu. "

Asep menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Tak terasa sudah 3 jam ia keluar dari rumah.

"Iya nanti saya pikirin lagi Man, Jim"

"Inget Sep, jangan karena sebuah janji, kamu ngerusak rumah tangga sendiri"

Sepulang dari pos, Asep sempatkan diri untuk mampir ke mesjid melaksanakan shalat Ashar. Setelah itu baru pulang ke rumahnya.

Sesampainya dirumah, ia melihat Jennie terduduk di sofa dengan pandangan kosong. "Assalamu'alaikum... " Tidak ada jawaban. Akhirnya Asep pun jalan mendekat. Ia jongkok di bawah sofa sembari menatap wajah cantik istrinya, namun saat tangannya terangkat untuk mengelus pipi Jennie, perempuan itu menghindar.

"Neng, kenapa? Lagi ada masalah? Sini cerita sama Aa... "

Jennie memicing ke arah Asep dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Gak salah? Harusnya Aa yang cerita sama Jennie."

"Cerita apa?"

"Jelasin maksud dari vidio yang dikirim Lukas!" Jennie menunjukan ponsel Asep didepan pemiliknya.

Deg!

Asep membeku, jantungnya serasa berhenti saat itu juga. Bagaimana bisa istrinya mengetahui vidio itu? Namun beberapa detik kemudian ia ingat jika ponselnya di pinjam Minji, dan ia merutuki dirinya sendiri yang lupa menghapus vidio tersebut.

"Jadi begini kelakuan Aa dibelakang Jennie? Punya perempuan simpanan saat perjalanan bisnis, makanya Aa gak pernah ngajak Jennie ikut. Kenapa A? Apa karena Jennie lagi hamil dan udah gak secantik dulu? hiks... hiks... hiks.." Jennie berusaha kuat dengan menunjukkan amarahnya, namun tetap saja karena bawaan hamil ia malah terisak.

"N-neng, bukan gitu maksudnya, kamu salah paham--" Asep gelagapan, ia tiba-tiba saja blank.

"SALAH PAHAM APA?! A, Aa itu ngerti agama. Katanya bersentuhan sama yang bukan muhrim itu gak boleh, tapi ini apa? Aa di raba-raba, dicium begitu diem aja?! Aa munafik tau gak?!"

"JENNIE!"

Deg!

Jennie mencelos saat sang suami yang biasa bertutur kata lembut kini membentaknya.

"Asep Family"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang