"Adek Ipar Acep"

312 41 25
                                    

Setelah meninggalkan ruangan Rianti, Acep mengedarkan pandangannya, berusaha mencari sosok perempuan cantik bermata sipit yang berhasil mencuri hatinya.

Namun ia tak berhasil menemukannya, yang ada malah bertemu dengan Lia dan Sobin yang baru kembali dari kantin.
"Teh Lia, Kang Sobin, kalian liat Teh Yeji gak?"

"Engga Cep, emang kenapa?"

"Mmm... Gapapa sih, cuma ada yang perlu Acep jelasin sama Teh Yeji. Kalo gitu, Acep duluan ya Kang, Teh"
Acep segera melanjutkan pencarian Yeji sedangkan Sobin dan Lia berjalan menuju ruang rawat Rianti.

Jika di kantin tidak ada, mungkin kah Yeji ada di taman rumah sakit? Akhirnya Acep pun berjalan ke arah taman, dan benar ternyata putri dari Agus itu tengah duduk dikursi taman sembari bermain ponsel.

"Teh?"

Yeji mendongak kemudian menggeser duduknya agar Acep dapat menempati posisi disampingnya. "Hmm.. "

"Teteh marah?"

"Marah kenapa?" Yeji mengernyitkan alisnya sembari menatap mata Acep.

"Gara-gara Acep perhatian sama Rianti?"

"Engga, toh buat apa? Marah juga gak ada gunanya, gue kan bukan siapa-siapa lo Cep kkkkkk"
Acep bungkam dengan kalimat yang keluar dari mulut gadis tersebut. Memang benar mereka kan tidak memiliki status apapun.

"Maaf... "

"Buat?"

"Acep gak bisa ngasih status buat hubungan kita"

"Santuy aja kali Cep, toh gue gak ngebet pacaran. Cuma kalo boleh jujur, gue agak gimana gitu kalo liat lo perhatian ke cwek lain"

"Teteh cemburu?" Kedua pasang obsidian itu bertemu untuk beberapa detik.

"Mungkin?"

"Kalo gitu--"

"ACEP! YEJI!"

Perkataan Acep tersela oleh teriakan Lia, gadis itu nampak terengah karena berlari dari ruang rawat Rianti menuju taman.

"Kenapa Lia?"--Yeji

" Itu huhh huh Rianti--"

Yeji dan Acep saling tatap sebelum akhirnya mereka bangkit dan berlari diikuti Lia.

Mari kita mundur ke 20 menit sebelumnya, dimana Acep baru meninggalkan ruang rawat Rianti untuk mengejar Yeji dan Haje yang masuk untuk melihat keadaan teman masa kecilnya itu.

Remaja bernama lengkap Haje Zain Daryanto itu mendudukan dirinya di kursi yang dipakai Acep tadi. Pandangannya menatap sendu ke arah Rianti yang masih tertidur lelap dengan berbagai alat yang menempel di tubuhnya. 15 hari berlalu, namun gadis itu belum sadar juga. Jujur sebenarnya Haje takut, takut jika ia terlambat untuk membahagiakan temannya itu.

"Ri.... " Panggil Haje sembari menggenggam tangan Rianti yang kian kurus.

"Disana lo bahagia ya, sampe betah banget gak bangun-bangun. Ri, kalo dipikir-pikir nasib kita lucu ya, kadang gue ngerasa kalo dunia tuh gak adil. Kayaknya susah banget buat kita bahagia. Orang-orang mungkin ngira kita itu anak yang paling bahagia karena berasal dari keluarga terpandang, kita juga hidup dengan sendok perak sejak lahir. Hidup kita ditunjang berbagai fasilitas mewah, tapi anehnya kita gak bahagia. Karena kita gak pernah ngerasain yang namanya kasih sayang orang tua, terutama kasih sayang seorang ibu.
Gue sering mikir, kenapa kita harus lahir kedunia kalo gak diinginkan?
Tapi makin sini gue sadar, gak seharusnya gue ngeluh. Katanya, Tuhan gak bakal ngasih cobaan buat hambanya diluar kemampuan hamba itu sendiri. Itu berarti kita orang kuat kan Ri? Apalagi elo, elo cwek terkuat yang sejauh ini gue kenal." Genggaman ditangan Rianti mengerat. Haje mendongakan wajahnya supaya air mata tidak menetes dari mata tajam putra Garen tersebut.

"Asep Family"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang