(07)

70 19 1
                                    

Kejadian kemarin membuat heboh satu sekolah. Bahkan kini Rafa tengah berada di ruang BP bersama Darel.

“Ibu kecewa sama kamu Rafa. Kamu murid teladan, tapi kenapa tidak bisa mengontrol emosi kamu?” ucap guru Bp
“Maaf bu”

“Dan kamu Darel, kamu itu laki-laki, tidak seharusnya kamu kasar ke perempuan”
“Sorry” ucap Darel dengan watados andalannya

“Ibu harap, ini terakhir kalinya ibu melihat kalian disini, terutama kamu Darel!”
“Sekarang, sebagai hukumannya, kalian bersihkan taman belakang selama seminggu sepulang sekolah”

Setelah keluar dari ruangan BP, kedua cowok itu saling melempar tatapan tajam.
Hingga kedatangan Jelita menyudahi aksi tatap itu.

“Nih” Jelita memberikan sebuah surat kepada Rafa, membuat cowok itu mengernyit bingung
“Apa nih?”
“Surat lah. Lo buta?”
“Gue tau, tapi surat apa?”

Jelita maju dan berbisik kepada Rafa
“Surat ijin kalo gue nggak bisa ikut les ntar sore. Gue ada janji”
“Ya tinggal ijin aja, kenapa pake surat segala?”
“Kan lo bilang selama kita les, gue harus memperlakukan lo sebagai guru. Jadi gue juga ijin ke lo kaya gue ijin ke guru di sekolah” bisik Jelita lagi
“Oh”

Oh? Balesannya cuma oh doang? Ck! Nyesel gue panjang lebar jelasin” batin Jelita kesal.
Tampaknya dia harus mulai membiasakan diri atas respon pendek yang Rafa berikan.

“Udahlah, pokoknya gue udah ijin ya. Bye!” Jelita berlalu dari sana

“Jadi dia mainan lo yang baru?” tanya Darel sembari menatap punggung Jelita dengan tatapan yang sulit di artikan.

“Bukan urusan lo!”
“Gue jadi penasaran gimana rasanya..”
“Brengsek!”

“Raf..” Rachel yang baru tiba disana segera berlari menghentikan Rafa yang hendak memukul Darel

“Jangan Raf. Jangan kotorin tangan kamu buat sampah kayak dia” ucap Rachel

Perkataan itu membuat Darel tertawa sinis.
“Yang sebenarnya sampah disini itu gue atau lo?” tanyanya

“Gue peringatin ke lo. Jangan sentuh dia, atau lo bener-bener abis di tangan gue” ancam Rafa lalu pergi meninggalkan dua sejoli yang sudah resmi menjadi mantan itu.

Semakin lo larang gue, semakin gue semangat buat dapetin tu cewek” batin Darel sembari menatap punggung Rafa

“Gue harap lo jangan ganggu Rafa lagi” pinta Rachel yang dibalas senyuman remeh oleh Darel
“Emang lo siapanya Rafa? Oh apa kalian udah balikan?”
“Kita balikan atau nggak bukan urusan lo!"
"Ini terakhir kalinya gue liat lo ganggu Rafa, atau gue nggak bakal tinggal diem” ancam Rachel lalu menyusul Rafa

***
Sore harinya Jelita dan Wendy pergi ke mall membeli kado untuk ulang tahun Vino minggu depan.
Setelah itu mereka akan pergi menonton konser boy band favorit mereka.

“Lo mau ngado apa Je?” tanya Wendy
“Nggak tau. Kalo lo?”
“Jam. Dia suka koleksi jam”
“Duh, bingung gue. Lo tau nggak apa yang di butuhin Vino?”
“Dompet aja mungkin Je. Dompetnya udah burik gue liat”
“Oke. Dompet aja”

Begitu sampai ke toko salah satu brand favorit Vino, mereka langsung melihat-lihat berbagai dompet pria di sana.

Setelah beberapa saat memilih pilihan mereka jatuh pada dua dompet. Yang pertama berwarna coklat dan yang kedua berwarna hitam.

“Vino suka warna hitam, tapi gue lebih suka yang coklat. Lebih cocok buat anak muda nggak sih?” tanya Jelita
“Gue juga suka yang ini” wendy menunjuk dompet yang sama
“Tapi ntar kalo nggak di pake gimana? Vino kan anaknya picky banget”
“Lo tanya aja ke temennya Vino. Siapa tau dia bisa kasih saran”
“Bukannya temennya Vino cuma kita?”
“Ada banyak Je. Cowok”
“Dih males banget kalo nanya ke cowok”
“Ya biar lo nggak bingung. Kan selera cowok sama cewek beda Je”

“Gue tanya bang Chan aja kalo gitu. Dia kan cowok”
“Jangan. Lo tau sendiri mulutnya ember. Ntar kayak yang udah-udah, dia ngasih tau ke Vino kado kita.
“Kak Ken aja kalo gitu”
“Selera fashionnya jelek Je”
“Terus siapa?”
“Kak Rafa. Dia udah yang paling tepat. Selera fashionnya bagus, dan yang utama nggak ember”
“Ck! Harus banget si es batu?” tanya Jelita ragu

Wendy mengangguk mantap
“Iya. Udah cepetan tanya. Bentar lagi konsernya di mulai”

***
Disisi lain, Rafa baru saja selesai mengganti seragamnya. Dia mengambil surat yang diberikan Jelita tadi lalu membacanya.

Rafa tersenyum kecil membaca surat ijin yang Rafa tau pasti Jelita menulisnya dengan setengah hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rafa tersenyum kecil membaca surat ijin yang Rafa tau pasti Jelita menulisnya dengan setengah hati.

Ting! Gadis yang baru saja memenuhi isi kepala Rafa itu tiba-tiba mengirim sebuah foto yang berisi 2 buah dompet.
"Tolong pilihin. Gue bingung"

***
“Si es batu nelpon Wen” ucap Jelita panik
“Ya udah angkat aja”
“Lo aja yang angkat. Nih” Jelita menyerakan ponselnya
“Dih, lo yang di telpon kenapa jadi gue yang angkat”

Jelita berdecak kesal
Kenapa gue jadi panik gini di telpon sama si es batu” batin Jelita.
Pasalnya ini pertama kalinya Rafa menelponnya.
“Je, buruan angkat” ucap Wendy lagi.

Jelita mau tak mau akhirnya mengangkatnya
“Halo” sapanya
Yang warna hitam
“Hah? Apanya?”
Dompetnya
“Bagusan warna hitam menurut lo?”
Iya
“Yang coklat gimana? Bukannya kalo buat anak muda lebih cocok yang coklat?"
Warna hitam lebih elegan. Bahannya juga bagusan hitam
“Dari mana lo tau bahannya lebih bagus?”
Dari foto yang lo kirim
“Dih boong banget. Ya kali lo bisa tau kualitas barang dari foto doang”
Terserah lo mau percaya atau enggak

“Beneran yang hitam nih?”
Iyaa
“Ya udah, makasih”
Hm, sama-sama

“Jadi yang mana Je?” tanya Wendy
“Ini katanya” ucap Jelita seraya menunjuk dompet berwarna hitam
“Ya udah cepet bayar. 30 menit lagi konsernya dimulai”

Jelita pun segera membayar, lalu keduanya bergegas menonton konser boy band favorit mereka.

My Privat Teacher Became My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang