Chapter 2

566 66 0
                                    

Callista menatap kesibukan yang sedang terjadi di hadapannya. Leonard dibantu oleh seorang wanita muda, sedang membereskan barang barang miliknya ke dalam satu tas jinjing berukuran sedang. Setelah menjalani aneka pemeriksaan yang tidak dipahami oleh Callista, Amber memutuskan jika kondisi Callista baik baik saja selain masalah amnesia yang dialaminya. Dengan demikian, Callista bisa pulang ke rumah serta menjalani rawat jalan saja.

"Jangan memaksakan diri untuk mengingat semua memori yang kau lupakan, Ta. Semuanya butuh waktu," Amber tersenyum hangat, menepuk pundak Callista, "Semua akan baik baik saja. Te văd." (sampai jumpa)

Callista mengerutkan keningnya saat mendengar kalimat yang keluar dari mulut Amber. Selama dirawat di rumah sakit, ia memang kerap menemukan perawat dan dokter yang bertugas berbicara dengan bahasa yang terdengar sangat asing di telinganya, selain menggunakan bahasa Inggris, tentu saja. Namun karena jadwal pemeriksaan yang padat dan melelahkan, Callista tidak sempat menanyakan hal tersebut pada Leonard. Namun satu hal yang Callista sadari, saat ini, ia tidak sedang berada di Indonesia. Saat ia melihat ke luar jendela dan melihat daun di pepohonan yang berwarna keemasan, ia langsung menyadari jika ia sedang berada di negara yang memiliki empat musim. Entah apa yang sudah ia lalui selama tiga tahun terakhir dalam kehidupannya yang tidak bisa ia ingat sama sekali.

Callista mendongak, saat merasakan jemari besar Leonard sedang memasangkan mantel panjang berbahan tebal ke bahunya.

"Udara di luar cukup dingin, Ta." Leonard memberi kode agar Callista memasukkan kedua tangannya ke dalam mantel tersebut.

"Thanks, Leo."

"Jangan sungkan, Ta. Kita ini kan suami istri." Leonard merapikan bagian depan mantel, meraih tangan Callista, "Ready for going home?"

Callista mengangguk pelan, pipinya terasa panas. Wajar rasanya jika itu terjadi bukan? Jika ada pria tampan yang memperlakukanmu dengan begitu baik dan lembut. Entah apa yang ada di benak dirinya yang dulu, sampai bisa mengabaikan suami setampan dan sesempurna Leonard lalu melarikan diri bersama pria lain.

Callista bangkit dari brankarnya dan membiarkan Leonard terus menggenggam jemarinya sejak mereka keluar dari dalam kamar rawatnya, menyusuri koridor hingga keluar ke area parkiran yang benar benar terasa dingin.

"Dingin? Ayo cepat masuk, Ta." Leonard dengan sigap membukakan pintu mobil, membantu Callista masuk ke dalam mobil di bagian kursi penumpang, kemudian Leonard menyusul masuk, duduk tepat di samping Callista. Sementara itu, Jennie, wanita muda yang membawa barang barang milik Callista menyusul masuk, duduk di kursi yang berada di samping supir.

"Rilex, Ta." Leonard mengulas senyum, memberi kode agar Callista duduk dan bersandar di jok mobil. "Aku tau, mungkin rumah akan terasa asing bagimu. Tapi kau bisa bertanya apapun padaku dan Jen. Jen adalah assisten pribadimu. Jadi dia tau banyak segala sesuatu tentang dirimu."

Callista mengangguk pelan, sedikit merasa canggung. Ia mengarahkan pandangan matanya ke arah jendela mobil. Jalan yang mereka lalui terasa asing dengan arsitektur bangunan yang juga sedikit bergaya kuno. Mungkin area yang mereka lewati lebih bisa di sebut sebagai kota kecil karena tidak terlalu banyak kendaraan yang mereka temui sepanjang perjalanan. Perbukitan hijau seolah olah menjadi pemandangan wajib yang membentang di sepanjang mata memandang.

Semakin lama perjalanan, semakin jarang rumah yang tampak di tepi jalan. Pepohonan semakin lebat, jalanan semakin menanjak dan kabut tipis mulai tampak.

Perjalanan mereka berakhir di sebuah pintu gerbang yang terbuat dari besi berukir berukuran besar yang kedua pintunya dalam keadaan terbuka lebar. Mobil mereka melewati jalan beraspal yang cukup panjang hingga mobil berhenti di depan sebuah rumah kayu berukuran sedang yang terdiri dari dua lantai dengan arsitektur kuno.

World of Illusion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang