Tidak ada yang lebih menyenangkan bagi Callista selain menatap cahaya matahari yang menerangi muka bumi, cahaya lembut matahari yang menerobos masuk ke dalam ruangan melalui kaca jendela. Bagi Callista dan bagi semua orang yang berada di kediaman Leonard, saat siang hari mereka bisa bernafas lebih lega karena kemungkinan Xavier dan pengikutnya membuat ulah sangatlah kecil. Kekuatan demon milik Xavier melemah di saat matahari sedang bersinar terang.
Callista mengulas senyum lebar, memotong motong roti bakar dan menyuapkannya masuk ke dalam mulut bersama potongan telur rebus yang hanya matang sembilan puluh persen saja.
"Bagaimana rasanya, nyonya?" Jennie menatap callista, tampak cemas.
"Enak sekali. Telurnya pas. Thanks Jen. Aku suka." Callista tersenyum lebar, kembali menyuapkan menu sarapannya ke dalam mulutnya. Matanya melirik ke arah pintu kamarnya yang terbuka, tampak dua orang wanita bertubuh tegap dengan pakaian formal berwarna hitam sedang berdiri di depan pintu kamar.
"Mereka berdua sudah sarapan kan, Jen?"
"Sudah, nyonya," Jennie mengangguk, "Mereka sarapan bergantian. Mereka tidak boleh meninggalkan kamar secara bersamaan."
"Amora belum kembali?"
"Belum nyonya. Beliau keluar pagi pagi sekali."
"Apakah Amora sudah berhasil menemukan area benteng mantra yang berhasil dilewati Xavier?"
"Itu...."
"Ayolah, aku tau, kau pasti tau, Jen," Callista terkekeh kecil, mengedipkan matanya, "Kau itu satu satunya orang di mansion ini yang bisa dengan bebas berada di sekitarku, Leo dan juga Amora."
"Itu....." Jennie menyeringai, menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal.
"Ayolah, Jen."
"Baiklah, tapi jangan katakan bahwa saya yang memberitahukan nyonya."
"Tentu saja."
"Nyonya Amora menemukan ada area pagar sihir yang melemah di dekat gudang belakang. Dan menurut nyonya Amora, aura dan energi makhluk immortal sangat kuat di sana. Jadi kemungkinan besar, mereka memang berkumpul di sana dan masuk melalui titik itu."
"Benar benar mengerikan," Callista mengeluh pelan.
"Benar nyonya. Ini lebih mengerikan dibandingkan hantu dan setan."
"Aku jadi ingin menghabiskan waktu di perpustakaan." Callista meraih gelas berisi air hangat, meneguknya perlahan sampai air di dalam gelas tandas tidak bersisa.
"Tentu saja boleh, nyonya." Jennie mengangguk, membereskan peralatan bekas makan milik Callista, memberi kode pada kedua bodyguard wanita yang berjaga di depan pintu, "Nyonya ingin ke perpustakaan."
"Mari saya temani," Kate mengangguk sopan, "Belinda akan tinggal di sini dan memastikan tidak ada seorang pun yang masuk ke dalam ruangan ini saat nyonya sedang tidak berada di sini."
Callista mengangguk pelan, merapikan gaun rumahannya, berjalan keluar dari dalam kamar. Walaupun merasa sedikit tidak nyaman karena harus ditemani oleh bodyguard, saat ini, Callista tidak punya pilihan lain. Ia harus memastikan dirinya aman dan begitu juga dengan kondisi anak yang berada di dalam kandungannya.
Langkah kaki Callista terhenti saat melewati ruang kerja milik Leonard. Tangan Callista terangkat, mengetuk pintu kayu dengan ukiran klasik di hadapannya.
"Siapa?" Terdengar suara Leonard dari dalam ruangan.
"Aku. Bolehkah aku masuk?"
"Morning, my sugarplum," pintu terbuka lebar, Leonard berdiri tegap di depan pintu, "Ah kukira kau berkeliaran sendirian. Aku lega karena kau ditemani oleh Kate."
KAMU SEDANG MEMBACA
World of Illusion
FantasyBagaimana jika saat membuka mata, tiba tiba saja dirimu sudah berada di tempat yang asing, yang tidak pernah terbayangkan di dalam benakmu? Itulah yang terjadi pada Callista. Saat ia membuka matanya, tiba tiba ia berada di sebuah ruangan yang terasa...