Chapter 18

237 37 0
                                    

Callista menghela nafas panjang, penuh kelegaan. Matanya berputar liar, sekali lagi memastikan sosok Xavier sudah menghilang dari ruangan di mana ia berada.

"Jen....Jen...." Callista langsung berteriak keras untuk memanggil Jennie.

"Nyonya? Ada apa?" Jennie lari tergopoh gopoh menaiki anak tangga, "Apakah sudah terjadi sesuatu? Wajah nyonya tampak pucat."

"Di mana Amora?"

"Amora sedang berada di ruang kerja bersama tuan."

"Bisakah kau memanggil Amora dan juga tuan?" Suara Callista melemah, ketegangan yang baru saja dialaminya membuat keringat bercucuran, memenuhi wajahnya.

"Celia!" Jennie memekik dari atas saat melihat Celia melintas di ruangan bawah.

Jennie berlari menuruni anak tangga, hingga kakinya berhenti di tengah tengah anak tangga, matanya melirik ke atas, memastikan Callista tetap berada di dalam jangkauan matanya, "Bisakah kau memanggil nyonya Amora dan tuan Leonard? Aku tidak bisa meninggalkan nyonya, sepertinya sudah terjadi sesuatu pada nyonya."

"Ah?" Celia terkesiap, melirik ke atas, mengangguk cepat dan dengan langkah lebar setengah berlari menuju ke ruang kerja, sementara itu Jennie kembali menaiki anak tangga, menghampiri Callista.

"Nyonya, kurasa sebaiknya kita menunggu di dalam kamar," Jennie membuka pintu kamar, membimbing pelan Callista memasuki ruangan, "Nyonya butuh sesuatu?"

"Kurasa aku butuh minum, Jen."

Jennie bergerak cepat, meraih gelas kosong, menuangkan air dari teko kaca yang berada di atas meja dan menyodorkannya pada Callista.

"Apa yang terjadi nyonya? Perut nyonya baik baik saja bukan? Seharusnya saya tidak meninggalkan nyonya sendirian," wajah Jennie tampak penuh dengan ekspresi penyesalan.

"Aku baik baik saja, Jen. Hanya saja, tadi aku bertemu dengan Xavier."

"Nyonya serius?" Jennie memekik kecil tampak kaget, "Tapi nyonya Amora bilang...."

"Xavier?" Suara keras Leonard menarik atensi kedua wanita itu. Leonard dan Amora masuk ke dalam kamar dengan terburu buru, diikuti Celia di belakang mereka. "Kau bilang kau bertemu dengan Xavier?"

"Leo....." Callista mendesah pelan, namun kelegaan tampak di wajahnya saat Leonard menarik tubuh mungilnya masuk ke dalam pelukannya. Ia bahkan membalas erat pelukan dari Leonard, pelukan yang membuatnya terasa nyaman dan terlindungi.

"Kau baik baik saja? Apa yang dilakukan Xavier padamu?" Leonard mengurai pelukannya. Jemari besarnya menangkup wajah Callista, bergerak turun ke tubuh Callista, memeriksa dengan seksama.

"Aku baik baik saja. Xavier tidak bisa menyentuhku."

"Syukurlah," Leonard mendesah lega, berpaling menatap Amora, "Bukankah kau sudah membuat pagar sihir mengelilingi rumah ini? Mengapa Xavier bisa masuk ke dalam rumah?"

"Sepertinya witch Xavier sudah menemukan cara untuk menerobos benteng sihirku," Amora bergumam pelan, "Tapi sepertinya hanya dalam waktu terbatas."

"Maksudmu?" Leonard mengerutkan keningnya.

"Setiap sihir memiliki kelemahan, tuan. Begitu pula dengan benteng sihir yang saya buat. Benteng sihir saya masih bisa dibuka dengan asap sihir dari beberapa dedaunan dan akar akaran tertentu tentu saja ditambah mantra dan kekuatan sihir."

"Seharusnya kau mempertimbangkan kemungkinan itu, Amora." Leonard mendesah frustasi,

"Karena itulah saya memberikan nyonya kalung yang sudah diberikan mantra pelindung. Xavier tidak akan pernah bisa menyentuh nyonya selama kalung itu masih melekat di tubuh nyonya. Lagipula, sejujurnya, aku tidak menyangka mereka bisa membuat racikan ramuan tersebut, mengingat beberapa jenis akar dan dedaunan tersebut cukup langka."

World of Illusion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang