Callista merapatkan long cardigan yang dikenakannya, melangkah keluar dari dalam kamar. Sejak ia bangun pagi, ia sudah tidak menemukan Leonard di dalam kamar. Tampaknya Leonard bangun pagi pagi sekali.
"Selamat pagi, nyonya," Jennie tersenyum lebar, mengangguk sopan pada Callista.
"Pagi juga, Jen. Di mana Leo? Aku tidak melihatnya sejak pagi."
"Tuan sepertinya sedang sibuk mengerjakan sesuatu di ruang kerjanya bersama nyonya Amora."
"Oh...." Callista mendesah, "Sepertinya aku saja yang tidak punya kesibukan. Seharusnya kau membangunkanku, Jen. Lihat sudah jam berapa sekarang."
"Tuan justru melarang kami membangunkan nyonya. Nyonya harus beristirahat. Kudengar tuan berencana memanggil dokter kandungan ke rumah untuk memeriksa nyonya."
"Untuk apa memanggil dokter? Bukannya lebih mudah jika aku pergi ke klinik?" Callista mengerutkan keningnya.
"Kata Amora, membawa nyonya keluar dari rumah justru jauh lebih berbahaya. Nyonya Amora tidak bisa membuat benteng mantra di sekeliling klinik. Itu terlalu melelahkan dan menghabiskan kekuatannya." Jennie mendesah, sebelum matanya membesar, "Aduh, seharusnya aku tidak membicarakan hal ini pada nyonya."
"Kenapa?"
"Karena sejujurnya aku menguping saat sedang membereskan ruang kerja tuan," Jennie meringis pelan, "jangan bilang bilang pada tuan kalau aku yang bercerita pada nyonya, ya."
"Ah..." Callista tergelak kecil, menepuk pundak Jennie, "Aku akan rahasiakan pembicaraan kita berdua. Sekarang bisakah kau meminta bagian dapur menyiapkan makanan? Aku lapar, Jen. Jam sarapan sudah lewat tapi jam makan siang juga masih lama."
"Kan ada namanya brunch, nyonya." Jennie tersenyum lebar, "Nyonya ingin makan apa? Kudengar ibu hamil terkadang mengidam makanan tertentu."
"Bisakah mereka menyiapkan burger dengan isian daging ayam dan telur ceplok?" Callista menelan salivanya, membayangkan burger saja sudah membuatnya lapar mendadak, apalagi membayangkan lelehan saus tomat dan mayonese di antara isian burger.
"Tentu, nyonya. Burger kan makanan yang bisa disajikan dengan cepat. Aku akan ke dapur dan meminta koki menyiapkan burger untuk nyonya." Jennie bergerak cepat, dengan keranjang berisi pakaian yang sudah terlipat rapi, melangkahkan kakinya menuju ke arah dapur. Sedangkan Callista sendiri memilih masuk ke ruang perpustakaan pribadi milik Leonard. Sepertinya ia butuh bacaan untuk menghalau kebosanannya jika ia harus tinggal di rumah dalam jangka waktu panjang.
************
Callista menyandarkan diri di sofa. Burger yang dibawakan Jennie sudah tandas tak bersisa. Rasanya benar benar sesuai dengan seleranya, ditambah dengan suasana perpustakaan yang nyaman, membuat Callista benar benar merasa sedikit rileks setelah hari hari menegangkan yang ia lewati.
"Nyonya?" Suara Amora membuat Callista memutar kepalanya.
"Hai Amora," Callista mengulas senyum lebar, menyapa Amora.
"Kuharap aku tidak mengganggu nyonya." Amora melirik ke arah meja, di mana piring kosong dan cangkir milik Callista berada.
"Tentu saja tidak, Amora. Tapi ngomong ngomong apa yang kau lakukan di sini?" Callista melirik ke arah buku yang ada di tangan Amora.
"Aku sedang memeriksa beberapa buku tua milik keluarga Denister, keluarga tuan Leonard."
"Aku tidak tau jika ada buku tua di sini," Callista mengedarkan pandangan matanya. Ruangan perpustakaan itu tidak terlalu luas. Rak buku berderet rapi membentuk beberapa baris. Rak yang menempel di dinding dibuat setinggi langit langit rumah dan tersedia tangga kayu yang terhubung dengan rel dan bisa digeser dengan mudah. Sebuah jendela besar di satu sisi ruangan, menjadi jalan bagi cahaya matahari untuk masuk ke dalam ruangan dan membuat ruangan perpustakaan tersebut terasa lebih hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
World of Illusion
FantasyBagaimana jika saat membuka mata, tiba tiba saja dirimu sudah berada di tempat yang asing, yang tidak pernah terbayangkan di dalam benakmu? Itulah yang terjadi pada Callista. Saat ia membuka matanya, tiba tiba ia berada di sebuah ruangan yang terasa...