Chapter 5

240 47 0
                                    

X?
Xavier?
Mungkinkah itu?

Callista memutar tubuhnya, menatap wajah Jennie dan Celia yang tiba tiba saja terlihat pucat dan ketakutan.

What's something wrong?

"X ini Xavier ya?" Callista kembali bertanya.

"I-iya, nyonya," Jennie mengangguk cepat, memelankan suaranya, "Semua kiriman dari tuan Xavier selalu menyelipkan bunga mawar hitam di dalamnya."

"Oh iya? Kenapa?" Callista mengerutkan keningnya.

"Ka-kami juga tidak tau."

"Bukankah mawar hitam adalah bunga yang langka dan juga mahal?"

"Itu benar, tapi sebaiknya nyonya menyingkirkan buket ini," Jennie memelankan suaranya, "Kalau ketahuan, tuan bisa marah."

"Ketahuan apa?"

Deg

Keheningan menyelimuti mereka saat suara Leonard terdengar.

"I-itu...." Jennie bergumam gugup, memainkan jemari tangannya, matanya melirik ke arah Celia yang terlihat sama gugupnya dengan dirinya.

"Xavier ke sini lagi? Kalian bertemu dengan pria brengsek itu?" rahang Leonard mengeras saat matanya melihat bunga mawar hitam terselip di antara buket bunga yang dipegang Callista.

"Tidak, tuan," Jennie menggoyangkan tangannya dengan cepat, "Celia menemukan kardus bertuliskan nama nyonya di teras. Jadi Celia membawanya kemari. Kami juga baru tau ini kiriman dari tuan Xavier, saat kardusnya dibuka." Jennie mencicit lirih.

"Fuck!" Leonard mengumpat, menghela nafas panjang, tampak kesal.

"Kemarikan," Leonard mengulurkan tangannya pada Callista, meminta buket di tangan Callista.

"Berikan saja, nyonya. Jangan memancing kemarahan tuan," Jennie berbisik, mendorong pelan tangan Callista agar memberikan buket bunga tersebut pada Leonard.

Callista menghela nafas panjang, menyerahkan buket bunga pada Leonard. Callista sedikit kaget saat Leonard merebut kasar buket bunga dari tangannya.

"Celia, bawa ke belakang dan bakar!" Leonard memerintah, suaranya dominan, tidak ingin dibantah. Ia menyerahkan buket bunga pada Celia.

"Tapi...." Callista menelan salivanya, hendak mencegah tindakan Leonard. Rasanya sayang sekali jika bunga secantik itu harus dibakar. Bukankah lebih indah jika ditaruh di dalam vas kristal?

"Ya?" Leonard berpaling, menatap Callista, tatapannya sangat dingin, bukan seperti tatapan lembut yang biasa Leonard berikan pada dirinya.

"Tidak apa apa," Callista menggeleng pelan, hatinya mulai gentar. Leonard saat ini, mirip dengan Leonard yang ia temui pertama kali di rumah sakit, dingin dan dominan.

"Bakar!" Leonard kembali memerintah, tegas, mutlak, dan tidak ingin dibantah.

"Ba-baik, tuan." Celia mengangguk, berjalan cepat meninggalkan area teras belakang dengan buket bunga di tangannya.

"Tinggalkan kami, Jen," Leonard mendengus kasar.

"Baik, tuan," Jennie mundur perlahan, melangkah terburu buru meninggalkan mereka berdua.

"Leo!" Callista memekik kecil, kaget saat jemari besar Leonard menarik tangannya, membawanya masuk ke dalam rumah.

Leonard terus melangkah cepat, setengah menarik Callista termasuk saat mereka menaiki anak tangga hingga akhirnya tiba di depan pintu kamar mereka. Leonard membuka pintu kamar, mendorong Callista masuk.

World of Illusion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang