Chapter 11

254 48 0
                                    

Callista mengejapkan matanya, mengerang lirih saat rasa pusing tipis menyerang dirinya. Callista menatap langit langit ruangan yang terasa asing dengan warna coklat dihiasi ukiran rumit yang  memberi kesan mewah. Kenapa rasanya seperti deja vu ya? Ini kali keduanya bagi Callista siuman di tempat asing setelah siuman di rumah sakit.

Callista bangkit, duduk dengan terburu buru. Tangannya memijat keningnya, mencoba mengurangi rasa pusing di kepalanya. Pandangannya memutar, menelisik ruangan kamar yang didominasi oleh warna coklat. Hampir semua perabotan di kamar tersebut terbuat dari kayu dan dicat dengan warna coklat. Kamar itu cukup luas dengan jendela kaca besar yang dipasangi besi teralis.

Callista turun dari tempat tidur. Kaki telanjangnya menyentuh karpet tebal lembut di lantai. Wajah Callista tampak tegang saat ingatannya kembali berputar, memori bagaimana ia dibawa paksa oleh orang orang Xavier, lalu bagaimana ia berusaha meloloskan diri dan saat Xavier berhasil menangkapnya.

Sial! Aku harus melarikan diri.

Callista mengumpat pelan, bangkit perlahan dari ranjang, berjalan tertatih tatih ke arah pintu. Tampaknya pengaruh obat bius yang ia hirup masih membawa rasa pusing tipis di kepalanya. Jemarinya meraih handel pintu, menekannya. Ia tersenyum lebar saat menyadari pintu kamar tidak terkunci. Tangannya menarik pintu hingga terbuka.

"Kau sudah sadar?" Suara berat Xavier menghentikan langkah kaki Callista. Callista menoleh, matanya langsung terpaku pada sosok tinggi besar yang berdiri tidak jauh dari dirinya.

Omo!

Penampilan Xavier dengan sweater tipis abu abu dan celana bahan berwarna gelap, sukses membuat penampilan Xavier lebih mirip dengan model model pria international. Callista tidak akan menyalahkan dirinya yang dulu jika jatuh cinta pada Xavier.  Saat ini pun, ia nyaris lupa mengatupkan mulutnya saat melihat visual Xavier yang terlalu sempurna.

Sadar Callista! Sadar! Kamu kan udah nikah! Suami kamu juga pria yang sempurna! Pria di depanmu inilah yang menculikmu!

Callista berdehem pelan, merapatkan mulutnya, mengangkat dagunya, menatap Xavier. "Tidak mungkin aku bisa berdiri di sini jika aku masih pingsan efek obat biusmu!"

"Kuharap efek pusing dari obat biusnya sudah menghilang. Kau baik baik saja?" Xavier menatap Callista, tampak khawatir.

"Pada saat membiusku kau tidak berpikir dengan efek sampingnya? Setelah kejadian kau baru khawatir?" Callista berdecak, mengedarkan pandangan matanya, menyusuri ruang duduk luas dengan interior Eropa kuno. "Ini di mana?"

"Di kediamanku, my Queen." Sudut bibir Xavier berkedut saat mendengar kalimat blak blakan dari Callista.

"Kalau begitu, bisakah kau bergeser sedikit?"

"Bagaimana jika aku tidak mau?" Xavier mengulum senyum usil. "Argh! Shit!" Xavier mengumpat pelan, tertegun, menatap tajam Callista, tidak menyangka jika Callista akan menginjak kuat kakinya.

"Minggir!"

"Wow, apa yang terjadi dengan kepribadianmu?" Xavier mengerutkan keningnya, menelisik penampilan Callista.

"Aku?"

"Sejak kau menderita amnesia, kepribadianmu tampaknya berubah drastis." Xavier terkekeh pelan, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.

"Itu kan gara gara kau! Aku menderita amnesia akibat kecelakaan denganmu." Callista menggerutu, "Dan kau malah menghilang dan melarikan diri setelah kecelakaan! Benar benar bukan pria sejati!" Callista berdecak kesal. Tentu saja sangat kesal. Pria seperti itu bisa dianggap bukan pria yang gentle bukan?

World of Illusion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang