"Xavier?" Suara Callista terdengar serak.
"Yes my Queen, I'm Xavier, your King."
Oh Damn!
Oke, sekarang Callista tidak bisa menyalahkan dirinya yang dulu, dirinya sebelum menderita amnesia. Sosok Xavier memang terlalu sulit untuk diabaikan begitu saja. Wajah tampan dengan sorot mata tajam dan dingin, tubuh tinggi kekarnya dengan aura sensual namun sedikit misterius, hingga aroma mint, pine tree dan oakmoss yang terhirup di indera penciumannya, semuanya memberi nilai plus bagi Xavier.
"I miss you so much, my Queen." Xavier menipiskan jarak di antara mereka berdua, mengangkat tangannya, kembali menjentikkan jemarinya. Manik matanya yang memerah perlahan berubah warna menjadi true sapphire. Callista bukanlah orang yang paham tentang anatomi manusia, tapi perubahan warna manik mata dalam waktu singkat bukanlah hal yang wajar.
Callista kembali tertegun saat merasakan tubuhnya melayang turun, namun tubuhnya masih tidak bisa bergerak. Mata Callista membesar saat Xavier merunduk, mengecup lembut bibirnya, sebelum menjauhkan tubuhnya dan kembali menjentikkan jarinya, membuat tubuh Callista kembali bisa bergerak.
"Apa yang kau lakukan?" Callista mendelik, mengusap bibirnya dengan punggung tangannya.
"Menciummu. Apa lagi?" Xavier menyeringai tengil, namun aura misterius tetap terasa.
"Kau tidak bisa seenaknya menciumku!"
"Why?" Xavier mengerutkan keningnya.
"Karena aku sudah menikah!"
"Persetan dengan pernikahanmu!" Xavier membentak kuat, manik matanya kembali berubah warna menjadi merah.
"Kita sudah terikat perjanjian," Xavier mengangkat tangannya, telunjuknya mengarah ke arah bagian dada atas kiri Callista.
"Perjanjian? Perjanjian apa?" Kali ini Callista mengumpat dalam hati, mengumpati amnesia yang dideritanya.
"Kau adalah permaisuriku, Callista."
"Aku? Tunggu dulu...." Callista mengangkat tangannya, mengerutkan keningnya, "Permaisuri? Memangnya kita sedang berada di kerajaan mana?" Callista tiba tiba ingin tertawa, namun ia masih berusaha menahan diri, tidak ingin membuat pria aneh di hadapannya menjadi marah.
"Tentu saja kerajaanku, my Queen." Xavier menggeram, ujung telunjuknya nyaris menyentuh dada kiri atas Callista.
"Aku sedang tidak ingin bercanda," Callista berdesis, menepis tangan Xavier, "Berhenti menyentuhku!"
"What the fuck!" Xavier mendesis, "Kau adalah permaisuriku dan kau selalu akan membutuhkan aku, seperti saat ini," Xavier menaikkan alisnya menatap ke arah dada kiri Callista.
"A-apa?" Callista menaikkan alisnya, tidak nyaman dengan arah tatapan mata Xavier, sebelum mulutnya mengeluarkan pekikan kesakitan, tangan mungilnya mencengkram dada kirinya, "Sakit! Apa ini?'
Tangan besar Xavier mencengkram tangan Callista, menariknya menjauh dari dada Callista.
"Tanda perjanjian kita, my Queen." sudut bibir Xavier terangkat naik saat melihat cahaya merah samar menembus pakaian Callista.
Callista menyibak leher v-neck yang dikenakannya. Matanya membelalak kaget, pekikan kembali keluar dari bibirnya.
"Apa yang kau lakukan padaku? Apa ini?" Callista menatap horor ke arah dada atas kirinya, yang secara tiba tiba muncul gambar seperti tatto totem dengan kepala elang yang dikelilingi ukiran rumit. Tapi bukan gambar tatto yang tiba tiba muncul yang membuatnya panik dan kesakitan, namun cahaya pendar kemerahan yang keluar dari gambar tersebutlah yang membuatnya panik. Cahaya itu cukup terang dan juga terasa panas di saat yang bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
World of Illusion
FantasyBagaimana jika saat membuka mata, tiba tiba saja dirimu sudah berada di tempat yang asing, yang tidak pernah terbayangkan di dalam benakmu? Itulah yang terjadi pada Callista. Saat ia membuka matanya, tiba tiba ia berada di sebuah ruangan yang terasa...