POV CALISTA.
Disebuah ruangan yang dipenuhi cahaya lampu yang berwarna-warni terlihat seorang gadis yang sedang tertidur dengan wajah damainya.
Gadis itu terbaring dengan posisi yang nyaman di atas tempat tidur, dengan rambutnya yang terurai menyebarkan keindahan di sekelilingnya. Cahaya lampu yang berwarna-warni memantul lembut di sekitar ruangan, menciptakan suasana yang tenang.
Gadis itu ialah Calista. Ia mengerjapkan mata. Sinar matahari yang kini memaksa masuk dari sela-sela gorden, agaknya tak sengaja membuatnya bangun.
Calista terbangun dari tidurnya oleh sinar matahari yang masuk melalui celah-celah gorden. Matanya terbuka perlahan, dan ia merasakan hangatnya sinar matahari menyentuh wajahnya. Dengan perlahan, ia duduk di atas tempat tidur, masih membiarkan kelembutan pagi menyapanya.
'Hoammss..'
Calista merengangkan badan sembari mengucek matanya, "Selamat pagi, duniaa. Dan, Monaaa." Calista menunduk dan menggendong kucing gemoy nya.
Ah! Kucing itu ialah hadiah yang diberikan Nathan untuknya. Entah mau apa dia, diluar dugaan sekali. Sangat tiba-tiba memberikannya kucing.
"Pasti kamu kangen aku, ya. Mona..." Calista membelai lembut bulu halus Mona. Mona ialah kucing Chartreux, yang paling mahal. eh engga juga si, tapi murah. Paling harganya 30juta an.
Seketika rasa kantuk Calista hilang setelah melihat kucing kesayangannya ini yang mengemaskan.
'Kreett'
Pintu terbuka menampilkan seseorang gadis yang membawa senampan makanan sembari tersenyum kearah Calista, "Makan dulu, Calista." Calista lalu menerima nampan makanan itu.
Nina membuka makanan kucing whiskas. Dan memasukkan whiskas ke dalam tempat makan kucing yang telah disediakan. Mona kemudian makan dengan lahab.
Nina hanya melihat mereka yang sedang asyik makan sembari tersenyum, "Ayo makan bersama, Nina." ucap Calista yang sedaritadi melihat tingkah laku Nina yang amat kasihan.
"Tidak. terimakasih, Calista."
****
Calista dan Nina kini sedang berada di atas kasur, dengan Mona yang ada di pangkuan Calista sambil di usap usap manja, "Nina, kamu punya handphone?." tanya Calista sembari melihat kesamping kanan dan kiri.
Nina mengernyitkan dahi, "Untuk apa?." Calista menepuk dahinya frustasi.
"Gapapa, cepat kasi ke aku." ucap Calista sembari melihat situasi yang aman atau tidak.
"Baiklah, Calista. Tapi cepatlah, aku perlu memeriksa pesan yang masuk," kata Nina sambil menyerahkan handphone-nya ke Calista. Dengan cepat Calista mengambil handphone tersebut, dan saat sedang menelfon dengan seseorang, ia dikejutkan suara yang sangat familiar. Langsung saja ia putuskan panggilan itu secara sepihak.
"Kak, Nathan?." desis Calista, matanya terbelalak kaget. Dia menoleh ke arah suara itu dan melihat Nathan, kakaknya. Berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang penuh intensitas.
"Apa yang lo berdua lakuin?." Nathan menatap mereka secara bergantian dengan tatapan tajam. Nina langsung bangkit dari kasurnya dan berdiri disamping Calista.
Calista menelan ludahnya kasar, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menjawab. "Kami hanya sedang bersantai, Kak. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Nathan mendekati mereka dengan langkah mantap, tatapannya masih tajam. "Jangan berbohong, Calista. Gua tahu lo berusaha menyembunyikan sesuatu."
Calista merasa jantungnya berdegup kencang. "Kami tidak menyembunyikan apa pun, Kak. Kami hanya..."
Nathan tiba-tiba mengambil handphone dari tangan Calista dan mulai menggulirkannya dengan cepat. "Apa yang kalian sembunyikan di sini, hm?" desisnya tajam, matanya meneliti setiap detail di layar handphone.
"Menelfon seseorang, huh?" Nathan seketika meremas kuat handphone tersebut hingga hancur berkeping-keping.
Calista menatap dengan ngeri pada aksi brutal Nathan yang meremas handphone hingga hancur berkeping-keping. Darah dari tangan Nathan mengalir di atas serpihan-serpihan handphone yang berserakan di lantai.
"Sepertinya dengan membiarkan, Nina bersama lo adalah hal yang buruk." ucap Nathan menyambar lengan Nina dan berjalan menyeretnya keluar kearah pintu.
Calista merasa terpukul oleh tindakan kasar Nathan terhadap Nina. Dia berusaha untuk bangkit dari tempat tidurnya, namun rasa takut membuat kakinya terasa gemetar.
"Kak, Nathan. Hentikan!" serunya, suaranya penuh dengan ketakutan namun juga penuh dengan keberanian. "Kamu tidak boleh menyakiti, Nina!"
Nathan hanya menatap Calista dengan dingin, tanpa sedikit pun rasa iba di wajahnya. "Kalian berdua telah melanggar kepercayaan berharga gua, Calista. Dan lo juga, Nina."
Calista mencoba untuk menahan tangisnya saat Nathan menyeret Nina keluar dari ruangan. Dia merasa terjebak dalam situasi yang semakin memburuk dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Setelah Nathan dan Nina pergi, Calista merasa sendirian dan hampa. Dia menatap ke luar jendela, membiarkan air mata mengalir di pipinya. Rasanya seolah segalanya berubah menjadi buruk begitu cepat, dan dia tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya.
Namun, di tengah keputusasaannya, Calista memeluk Mona erat-erat. Meskipun segalanya tampak suram, hadirnya kucing kesayangannya memberinya sedikit kehangatan dan kenyamanan. Dalam pelukannya, Calista merasa bahwa dia tidak sendirian, dan bahwa segala sesuatu akan baik-baik saja pada akhirnya.
Beberapa detik kemudian suara teriakan terdengar sangat jelas, teriakan yang sangat memilukan, "Ini semua salah ku, sialan!.... " ucap Calista menangis sesegukan.
TBC
Minimal tu vote y, gsh la sider sider buat gw ga mood aj buat cerita. Vote woii votee.
:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi My Brother
Teen Fiction•⛔⛔ ᴅɪʟᴀʀᴀɴɢ ᴍᴇᴍᴘᴇʀᴀɢᴀᴋᴀɴ ᴀᴘᴀᴘᴜɴ ʏᴀɴɢ ᴀᴅᴀ ᴅɪ ɴᴏᴠᴇʟ ɪɴɪ ᴅɪ ᴋᴇʜɪᴅᴜᴘᴀɴ ɴʏᴀᴛᴀ!!. ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ ғᴏʟʟᴏᴡ ^^ Aku merasa aneh kepadanya, dia berubah, dia bukan kakakku yang ku kenal. Dia hewan ʙᴜᴀs. Kejanggalan ini terlihat setelah beberapa waktu yang...