Calista terbangun dari tidurnya, merasakan hangatnya sinar matahari yang menyentuh wajahnya. Ia mengerjapkan mata, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang begitu terang. Dari tempat tidurnya, ia melihat debu-debu yang berkilauan di udara, menari-nari mengikuti alunan angin yang lembut.
Setelah beberapa detik, ingatan tentang mimpi yang mengganggu semalam kembali menyeruak. Ia bangkit dan duduk di tepi tempat tidur, merapikan rambutnya yang berantakan. Ia kemudian mencoba mengingat kembali kejadian kemarin.
Sialan! Ingatan yang baru saja ia terima kemarin, langsung menerpa kepalanya. Ia segera melihat sekelilingnya. Calista melihat tempat yang sangat berbeda, ia segera berkeliling kamar untuk mencari sesuatu untuk diambil.
Tak lama kemudian pintu kamar terbuka menampilkan sosok yang paling Calista benci. Orang itu berjalan santai dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku celana, dan juga sambil merapikan rambutnya yang berantakan, membuat kesan Cool terpancar.
"Hi! Baby, aku disini untuk memperlihatkan desain dress yang cantik untukmu." Calista lalu mendongak menujukkan tatapan bingungnya terhadap perkataan kakaknya barusan.
"Apa maksudnya?."
"Apa maksudnya, hm? Tentu saja pertunangan kita, sayang!" Calista yang mendengar itu langsung berdiri dan tanpa aba-aba melayangkan tamparannya ke Nathan.
Plak..
Suara tamparan itu menggema di dalam ruangan. Nathan tertegun sejenak, matanya melebar karena terkejut. Dia menyentuh pipinya yang memerah, namun senyumnya tidak pudar. Calista menatapnya dengan napas yang memburu.
"Kau tidak bisa bercanda tentang hal ini, Kak! Pertunangan? Kita adalah saudara! Ini semua gila!" Nathan meletakkan jari telunjuknya ke bibir Calista, mengisyaratkan untuk menyuruhnya diam. Namun, karena Calista yang sudah bosan selalu bersikap kekanak-kanakan kali ini ia akan melawan.
Calista menepis tangan Nathan dengan kasar, lalu mencengkram kerah bajunya menyuruh untuk menatap kearahnya. Nathan hanya bisa tertegun melihat sikap Calista yang berubah drastis. Namun, hal ini semakin membuatnya bersemangat.
"Oh! Hey, terlalu bersemangat sekali Hm?" Nathan mengelus lembut rambut belakang Calista yang kemudian tanpa aba-aba langsung menariknya dengan kuat. Hal itu membuat Calista mengerang kesakitan.
Setelah menarik rambutnya, Nathan dengan kuat menghempaskan rambut itu kebelakang yang membuat Calista terhuyung dan hampir jatuh. Reflek Calista memegangi rambutnya untuk memeriksa apakah masih ditempatnya atau tidak. Setelahnya ia dapat mendengar suara cekikikan kakaknya yang bergema di seluruh ruangan itu, suara yang sangat amat mengerikan.
"Apakah aku terlalu kasar, baby?"
Calista mengigit bibir bawahnya, berusaha untuk menahan emosinya yang membara. Nathan melangkah dengan kaki panjangnya menuju kearah Calista, menatapnya dengan seringai. Ia jongkok menyamakan tinggi mereka dan menatapnya dengan penuh tantangan mendalam.
"Kamu tahu sayang, aku belum pernah merasakan cinta sebesar ini terhadap dirimu. Aku ingin membangun masa depan bersama mu." Calista menahan nafas, dan jantungan berdegup kencang. Menatap Nathan dengan tatapan jijik.
"Ingat kata-kata ku ini! Aku tidak ingin membangun masa depan bersama mu!"
Nathan mengangkat dagu Calista menyuruhnya untuk menatap kearahnya, "Katakan sekali lagi." Sungguh! Tatapan wajah Nathan sangat tidak mengenakan untuk dilihat. Ia meneguk salivanya susah payah.
"Aku tidak ingin membangun masa dep- Umhhh." Calista membulatkan matanya dikala ciuman tak terduga dari kakaknya. Ia bisa merasakan lidah Nathan menyelinap kedalam mulutnya, seolah berusaha mengambil semuanya. Ia mendorong Nathan dengan kuat.
"Kau gila?!" Nathan menjilat bibir bawahnya dengan seringai yang tak terlepas dari wajahnya, lalu menatap Calista dengan pandangan gelap. Calista melihat pandangan kakaknya yang sangat lapar tertuju kearahnya.
Calista mundur beberapa langkah, berusaha menghindari tatapan kakaknya yang sangat mengerikan. Nathan kemudian berjalan dengan santai, "Aku mencintai kamu, sayang. Kamu sudah mengetahui kebenarannya dan kita bisa segera cepat menikah kamu tau?."
"Ini bukan cinta! ... Ini, ini Obsesi!"
Calista berkata dengan suara yang nyaring. Nathan mendekat lagi, menyalakan percikan ketegangan di antara mereka.
"Apa yang kau tahu tentang cinta? Selama ini kamu terkurung di dunia kecilmu, tidak mengerti apa yang bisa kita bangun bersama. Kenapa kau terus menolak? Kita bisa memiliki segalanya-kekuasaan, kekayaan, kebahagiaan."
"Dengan cara seperti ini?" Calista bertanya, suaranya bergetar. "Kau hanya ingin mengendalikan semuanya, bahkan aku."
Nathan tertawa sinis, seolah menikmati permainan ini. "Pengendalian bukan berarti keburukan, sayang. Aku hanya ingin melindungimu. Di luar sana, ada orang-orang yang akan mengambilmu dariku. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi."
"Jadi, ayo sayang kita bangun dunia kita sendiri. Tidak peduli apa yang mereka semua katakan." Nathan mengulurkan lengannya, bermaksud mengajak Calista untuk selalu bersamanya, mengikuti perintah nya hingga mereka tua nanti.
Calista terdiam sejenak dan menerima uluran lengan Nathan. Saat hendak bersentuhan, Calista dengan cepat mengarahkan lengannya kearah leher Nathan untuk mencekiknya. Tatapan puas dilayangkan Calista saat melihat Nathan tidak berdaya.
Calista merasakan dorongan tak tertahankan saat tangannya melingkar di leher Nathan, mengencangkan genggamannya seolah berusaha mengekspresikan semua kemarahan dan kebencian yang mengendap di dalam hatinya. Rasa sakit di dalam dirinya seakan memuncak, dan tanpa pikir panjang. Ia ingin membalaskan rasa sakit kedua orang tuanya.
"Berhenti! Jangan sekali-kali menganggap aku akan mengikuti semua rencanamu!" teriaknya, suaranya menggema di dinding kamar yang sunyi.
Nathan tersenyum smrik, dengan cepat ia menendang betis Calista hingga menimbulkan bunyi 'Krek', yang membuat Calista berteriak kesakitan, "Seperti biasa, sok kuat." Nathan mendekat dan menendang berulang kali kaki Calista.
Calista menangis sembari mengusap air matanya dengan punggung tangan, tetapi rasa sakit di kakinya membuatnya kesulitan bergerak. "Kak! Tolong! Berhenti!" teriaknya, berusaha melawan rasa sakit yang merambat ke seluruh tubuhnya.
Nathan menghentikan tendangannya, namun senyumnya tetap terpampang lebar. "Oh, sayang. Ini semua untuk kebaikanmu. Aku hanya ingin kamu mengerti bahwa dunia ini kejam. Dan aku adalah satu-satunya yang bisa melindungimu."
Dia berjongkok di depan Calista, menatapnya dengan tatapan yang seolah menyiratkan bahwa dia tahu segalanya. "Apa kau benar-benar ingin melawan? Kau tahu bahwa kau tidak akan menang melawan aku."
Calista menggelengkan kepala, air mata mengalir di pipinya. "Kau tidak mencintaiku, Kak! Ini semua hanya obsesi! Jika kamu mencintaiku, kamu tidak akan menyakitiku seperti ini!"
Nathan mengacak rambutnya sendiri, seolah tidak mendengarkan kata-kata Calista. "Cinta? Kau belum memahami cinta yang sebenarnya. Cinta bisa berarti pengorbanan, sayang. Dan aku bersedia melakukan apa pun untuk membuatmu aman."
Calista merasakan kekecewaan dan kemarahan yang semakin membara di dalam dadanya. Ia tidak dapat menerima kenyataan bahwa kakaknya, yang seharusnya melindunginya, justru menjadi sumber ketakutannya. Dengan sekuat tenaga, ia mencoba bangkit meskipun kakinya masih terasa nyeri.
"Kau hanya ingin mengontrolku," ucap Calista, suaranya bergetar. "Ini bukan cinta. Ini adalah penjara! Aku tidak akan membiarkanmu mengurungku selamanya." Calista dengan cepat menendang tubuh kakaknya yang sedang berjongkok.
Ia lalu berjalan dengan terlatih untuk keluar dari kamar itu. Nathan terkejut dan terjatuh kebelakang ketika Calista menendangnya, dengan cepat ia meraih kaki Calista yang langsung membuatnya terjatuh dan mencium lantai dengan keras.
Bruk!
Calista kemudian berdiri dan mengusap dahinya yang saat ini berwarna biru tua akibat benturan itu. Namun, sebelum ia melanjutkan langkahnya, Nathan yang berada dibelakangnya menyuntikkan leher Calista menggunakan obat bius yang menbuat pandangannya ber kunang-kunang.
TBC
VOTEEE 178 Y CPT.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi My Brother
Fiksi Remaja•⛔⛔ ᴅɪʟᴀʀᴀɴɢ ᴍᴇᴍᴘᴇʀᴀɢᴀᴋᴀɴ ᴀᴘᴀᴘᴜɴ ʏᴀɴɢ ᴀᴅᴀ ᴅɪ ɴᴏᴠᴇʟ ɪɴɪ ᴅɪ ᴋᴇʜɪᴅᴜᴘᴀɴ ɴʏᴀᴛᴀ!!. ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ ғᴏʟʟᴏᴡ ^^ Aku merasa aneh kepadanya, dia berubah, dia bukan kakakku yang ku kenal. Dia hewan ʙᴜᴀs. Kejanggalan ini terlihat setelah beberapa waktu yang...