my brother's obsession 25.

3.8K 142 35
                                    

Calista perlahan membuka matanya. Ia melihat disekitarnya dengan seksama sembari mengucek matanya, tempat ini sangat gelap. Secerah cahaya muncul di sebuah sudut area, menembus kegelapan dan menciptakan siluet samar yang sama sekali tidak ia kenali.

Setelah menajamkan pandangannya dan mengucek matanya berkali-kali, Calista dapat melihat bentukannya dengan jelas, sesuatu yang sangat ia rindukan. Ia dengan segera menghampirinya sembari meneteskan air mata penuh rasa sakit,

Tetapi, sebelum ia bisa menggapai lengannya, sepercik pengelihatan menghantam kepalanya.

Sebuah gambaran cepat melintas. Sesuatu, dengan hati dipenuhi rasa obsesi, iri dengki, haus kekuasaan, gila harta dan ambisi yang membara. Calista tidak bisa melihatnya dengan jelas, hingga puncaknya ia melihat orang itu memenggal kepala seseorang sembari tersenyum iblis.

Orang itu mendekat dengan senyuman yang tak hilang dari wajahnya. Lalu melemparkan kepala dan otak orang itu kearah Calista, yang membuatnya berteriak dan terbangun dari pingsannya.

"Huuh..."

"Huh..."

"Huh...."

Calista terengah-engah, duduk di tempat tidur sembari menyeka keringat yang membasahi dahinya. Nafasnya masih tidak teratur, dan ingatan tentang mimpi itu-tentang sosok misterius yang membawa kematian-masih membekas kuat dalam pikirannya. Ia menggigit bibirnya, berusaha mengusir gambar-gambar menakutkan itu.

"Aku tidak tahu, kenapa aku bisa mendapatkan gambaran seperti itu, dan .... Siapa orang itu?." Calista berguman pelan dan mencoba menenangkan dirinya, menarik napas dalam-dalam sambil mengatur detak jantungnya yang masih berdegup kencang.

Mimpi buruk itu terasa lebih nyata dari biasanya, seolah-olah ia baru saja menyaksikan kejadian mengerikan yang sebenarnya.

Setelah beberapa saat, ia memutuskan untuk bangkit dari tempat tidur, ia merasa kakinya sudah baikan dan berjalan dengan hati-hati menuju cermin di sudut kamar. Wajahnya terlihat pucat, mata merah. Sembari memandangi bayangan dirinya, ia bergumam pelan, mencoba mengingat detail-detail mimpi itu.

"Kenapa bisa ... seburuk itu?" bisiknya, masih tak percaya.

Tatapan Calista teralihkan ketika ia melihat sesuatu yang aneh di sudut kamar. Sehelai kertas, yang tampaknya tidak ada di sana sebelumnya, tergeletak di lantai. Ia berjongkok dan mengambilnya dengan hati-hati. Di sana, tertulis satu kalimat singkat dalam tulisan yang tidak ia kenali:

'Kau tidak bisa lari dari takdirmu, Calista.'

Jantungnya berdegup kencang lagi. Pesan ini membuat rasa takutnya semakin nyata, seolah ada yang mengawasinya dan mengerti mimpi-mimpi buruknya. Sambil menggenggam kertas itu, Calista merasa ada sesuatu yang menghantui hidupnya, sesuatu yang tidak bisa ia kendalikan.

"Apa ini ulah Kak Nathan?" Calista meremas kertas itu hingga kusut. Kemudian, ia berjalan menuju ranjang dan duduk di tepinya.

Pintu kamar Calista terbuka tanpa permisi, memperlihatkan dua pelayan yang masuk. Salah satu dari mereka membawa sebuah gaun yang memukau, terbuat dari kain halus yang berkilauan, dengan detail yang begitu sempurna.

Warna gaun itu memancarkan keanggunan dan menambah kesan misterius, seakan-akan gaun tersebut menyimpan cerita di balik keindahannya.

Calista menatap bingung kearah mereka, "Untuk apa itu?" tanya Calista dengan tatapan penuh kebingungan, sedangkan kedua pelayan itu saling memandang satu sama lainnya.

"Pertunangan anda, Nona. Apakah Tuan Nathan belum memberitahu anda?" Calista terdiam sejenak, rasa bingungnya berubah menjadi keterkejutan. Sebenarnya apa yang ada dipikirannya Nathan. Pertunangan? .... Ia kira Nathan sudah melupakan hal gila itu.

Obsesi My Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang