8. Bhinna

194 22 0
                                    

Hṛdaya manusia yang bagai ādāra, jika sudah bhinna akan sulit membuatnya kembali seperti semula.
-Pena Sansekerta-

✧-✧-✧-✧-✧-✧-✧

Hṛdaya: hati.
Adāra: kaca.
Bhinna: retak.

Ruangan ber-AC yang ditempati seorang pria masih sejuk seperti biasa. Menyejukkan orang-orang yang berada di ruangan meski hanya segelintir orang yang pernah kesana.

"Bagaimana menurutmu?" Sang pria yang memiliki ruangan itu berucap pada anak keduanya.

Dibandingkan dengan anak pertama, seorang Ganendra yang menyandang nama Dvipantara lebih bisa mempercayai sang anak kedua.

Dia tak salah menilai kok, memang kerjaan yang dia berikan pada sang anak kedua selalu dikerjakan dengan baik dan efisien. Seperti tugas mengawasi yang diberikan 2 Minggu lalu.

"Kerjaannya bagus, kok. Dia bisa memandu para staff lain dengan baik. Semua yang direncanakan dia lakukan dengan teratur."

"Lalu?"

Mata coklat gadis yang ada di ruangan itu menatap sang ayah kembali. Dia menyandarkan punggung di kursi putar depan ayahnya yang hanya dibatasi dengan meja lebar.

Berhenti sejenak dari kegiatan menggambarnya untuk memberikan penjelasan yang diinginkan sang ayah, CEO G&N.

"Ayah, dia pekerja lepas, kan? Tapi hasil pekerjaannya sempurna, dia bisa melakukan pekerjaan sementara ini dengan baik. Seperti darah pengusaha atau pekerja perusahaan memang mengalir dalam dirinya. Tidak hanya itu, beberapa saudaranya pun sama. Wiradja bersaudara, mereka... punya darah pengusaha."

"Aqela, aku tahu kamu berusaha mencari tahu latar belakang keluarga mereka tanpa ku suruh. Itu kebiasaan mu. Jadi apa yang kamu temukan?"

Ganendra nampak gemas setelah mendengar ucapan panjang anaknya. Ingin segera masuk ke inti pembicaraan. Dia bisa melihat ekspresi sang anak yang mendengus melihat sifat sang ayah yang tak sabaran.

"Mereka memang keluarga Wiradja yang ayah kenali dulu."

Raut kepuasan terpampang di wajah Ganendra. "Begitu ya, jadi menurutmu dia masih bisa kan untuk tetap bekerja di sini."

Aqela tak langsung menjawab. Bukannya dia ragu untuk membuat Alindra Utama menjadi pekerja tetap di bawah perusahaan ayahnya. Dia justru sangat senang, setidaknya Wiradja bersaudara bisa terbantu akan hal ini. Gadis itu hanya bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa dia sangat ingin membantu mereka? Apa yang membuatnya kadang merasa bersalah tiap bertemu Wiradja?

Perasaan ini sama halnya dengan dia yang tak menyukai Aksara. Perasaan yang muncul tanpa sebab yang jelas, hanya mengikuti naluri saja.

Ah, dia jadi teringat dengan mimpinya beberapa hari lalu. Mimpi yang aneh. Dan itu sudah tiga kali menjadi mimpi buruknya.

"Mungkin kita bisa mulai dengan membantunya menjadi pekerja tetap, meski bukan di posisi yang sama."

Meski pikirannya kemana-mana, dia harus tetap kembali pada inti pembahasan ini. Untuk membantu Wiradja bersaudara. Agar perasaan tak enak ini, rasa bersalah yang mengganggunya segera sirna.

✧-✧-✧-✧-✧-✧-✧

Sisa sebulan lagi, pengumuman tentang siapa yang akan mengikuti olimpiade sains nasional.

Satya semakin bersemangat untuk belajar, tentu dia masih ingat untuk menjaga kesehatan. Hanya saja beberapa hari ini ia merasa aneh. Seperti ada yang kurang.

Elpízo [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang