21. Svapna (2)

140 17 11
                                    

Warning.

Akan ada sedikit adegan kekerasan yang membuat ngilu pada isi bab ini. Harap readers sekalian bijak dalam membaca.

Artinya, jangan ditiru ya adik-adik.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Dia egois. Tapi di lain sisi juga begitu peduli. Bahkan tak mementingkan diri sendiri. Sampai akhirnya dia buta ditelan keegoisan, melupakan sekitar, menganggap yang lain tak ada untuknya.
-B.A.W-

✧-✧-✧-✧-✧-✧-✧

Hitam.

Hanya itu yang terlihat sejauh matanya memandang. Gelap. Tak ada cahaya sedikitpun. Ataupun benda yang bisa dia sentuh untuk mengenali tempat apa itu.

Hanya ruang hampa yang gelap. Bahkan lantainya pun... tak terasa.

Tunggu, dia saat ini sedang berdiri atau apa? Melayang? Rasanya dia seperti dibawa terbang oleh sesuatu. Namun dia hanya berada di raung gelap itu.

'Mimpi ini lagi.'

Dia berusaha mencari jalan keluar. Tapi percuma saja. Itu ruang tanpa dasar, tanpa batas. Tak berdinding, tak berantai, atau apapun. Hanya ruang kosong.

Dia yang berada di sana hanya terdiam menunggu adegan selanjutnya dalam 'mimpi' itu.

Perlahan ruangan hitam mulai berubah. Seakan dirinya yang berpindah tempat. Kini dia menginjak sebuah padang rumput hijau. Indah, tenang. Lebih baik dari ruang kosong sebelumnya.

Namun dia tahu pemandangan ini hanya sementara. Karena setelahnya...

Blarrr!

Api membakar padang rumput itu. Dia tak bisa berpindah untuk menyelamatkan diri. Tapi entah bagaimana, api tak menyentuh dirinya sedikit pun.

Justru menyisakan lingkaran batas di sekitarnya. Membuat dirinya hanya bisa menonton pemandangan kobaran api.

Lagi, dia tahu apa yang selanjutnya akan terjadi.

Dia memandang lurus ke depan, menatap satu sosok yang berdiri dengan tenang dalam kobaran api. Sosok itu memberi senyuman tulus. Sangat lembut. Lalu perlahan berubah menjadi seringai.

Wajahnya tak terlihat karena di tutupi kepul asap dan api.

Dalam seperkian detik sosok itu maju secepat cahaya dan mendorong dirinya untuk jatuh ke dalam kobaran api.

Lagi, dia tahu apa yang selanjutnya akan terjadi.

Dia tiba-tiba saja masuk ke dalam air. Tenggelam. Air itu tenang, tak membuat dirinya terombang-ambing. Dan ini lebih baik dari pada di Padang rumput tadi.

Sosok lain muncul di atas permukaan air. Tak jelas wajahnya. Dia tak bisa melihat siapa sosok itu sedikit pun. Tapi dia yakin sosok ini berbeda dengan sosok sebelumnya.

Karena beberapa detik kemudian sosok itu mengulurkan tangan masuk ke dalam air, menarik dirinya yang tenggelam untuk naik ke permukaan.

'Semuanya pasti akan baik-baik saja.'

Dia mengerut dahi kali ini. Suara itu... itu bukan miliknya. Apa itu suara sosok yang mengulurkan tangan padanya? Lalu... kali ini mimpi itu berbeda.

'Ini sudah takdir, aku tau mereka pasti akan pergi ke tempat jauh.'

'Maafkan aku, kak. Semua salahku.'

Elpízo [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang