25. Dvi Raga (2)

155 16 27
                                    

Dua tara yang terpisah miliaran bentang disatukan oleh sutra rasi bintang, membentuk gambar penuh makna di akasa yang kelam.
-Pena Sansekerta-

✧-✧-✧-✧-✧-✧-✧

Tara: bintang
Sutra: benang
Akasa: langit

"CEE! CECEE!"

Barazel mendengus frustasi. Mengacak kasar rambutnya saat melihat ruangan yang kosong, entah sudah ke berapa kalinya dia mendobrak sesuatu.

Bukan hanya pintu, barang-barang pun dia tendang untuk melepaskan emosi. Ruangan terakhir, Barazel menendang pintunya sekeras mungkin. Emosi yang menguasai dirinya membuatnya tak sadar bahwa pintu yang dia tendang terlepas dan patah.

Tatapan penuh amarahnya tergantikan saat pandangannya teralihkan ke lantai keramik yang dihiasi darah kering.

Ada juga tali yang rusak, serta beberapa balik kayu yang terkena darah.

"Ce?"

Aneh. Padahal tak ada Ashe di ruangan itu. Namun kenapa Barazel merasa sesak? Matanya terasa panas. Bibirnya kelu tak bisa berbicara. Dia yakin Ashe ada di sini. Apa dia terlambat?

"Bang Aze, Lo nemu sesuatu... nggak...." Satya ikut terpaku di depan pintu melihat pemandangan di depannya.

Perasaannya ikut tercampur aduk. Namun Satya menggeleng cepat, berusaha untuk tetap berpikir dengan baik. Ini pasti tempat Ashe disekap sebelumnya. Sudah pasti. Tatapannya lalu tertuju ke sebuah meja di sudut ruangan.

Ada sebuah alat perekam di atasnya. Tanpa pikir panjang lagi Satya berjalan cepat mendekati alat itu. Ada sebuah rekaman suara yang ditinggalkan.

Apa ini?

"Mereka meninggalkan pesan rupanya."

Satya tersentak saat menyadari Stefano sudah berdiri di sampingnya. Lelaki itu tanpa ragu menekan alat perekam, mendengar pesan seseorang.

Tes, ah, halo.

"Suara laki-laki." Ucap Satya. "Pria tua. Dia..."

Kalian pasti tahu siapa aku. Yah, aku Bintama. Orang yang akan kalian benci, oh, atau mungkin kalian sudah membenciku ya? Hahaha!

Barazel tersentak. Dia ikut mendekat untuk mendengar rekaman itu lebih jelas.

Jika kalian sudah menemukan rekaman ini, itu berarti kalian sudah terlambat. Saudara kalian itu... siapa namanya? Ase, Asye? Ah, itulah namanya. Kalian tak usah berharap lagi bisa bertemu dengannya.

Dia sudah pergi jauh.

"Apa-apaan?!" Seru Barazel.

Tepat setelah itu, ada informasi dari Satria. Nada suaranya terdengar sangat frustasi.

Satria berdecak, memukul meja menatap layar laptopnya yang sedikit bermasalah.

"Kalian... kita... gagal." Ucap Satria, ada nada penuh penyesalan dari kalimatnya. "Maaf."

Kini layar laptopnya menunjukkan sebuah lingkaran merah kecil, melacak lokasi Ashe yang bergerak menuju keluar pulau, keluar dari negara mereka.

Barazel mengepalkan tangannya erat. Mulutnya sudah mengumpat berbagai jenis kata-kata hewan, mengutuk pria bernama Bintama itu. Bukan hanya Barazel. Satya juga mengepalkan tangan erat.

Satya sudah sangat yakin kalau rencana mereka akan lancar. Mereka bisa menemukan Ashe. Dia sudah memikirkan banyak hal, memikirkan segala kemungkinan. Namun pada akhirnya tak ada hasilnya.

Elpízo [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang