13. Agni

171 24 20
                                    

Jangan menyuruh seseorang untuk terus bersabar, karena itu seperti meminta agni untuk berhenti membara.
-Pena Sansekerta-

✧-✧-✧-✧-✧-✧-✧

Agni: api.

Sinar Surya perlahan muncul, menyinari sebagian bumi. Hari yang cerah untuk mengawali pagi dengan perasaan ceria. Tapi itu berlaku hanya untuk segelintir orang.

"Pagi, bang Gem." Sapa Satya memasuki dapur.

Gemma berdehem pelan, sibuk mengurus sarapan. Sebenarnya ada hal yang mengganjal baginya sejak tadi. Pagi ini nampak tenang. Terlalu tenang malahan. Biasanya ada trio pembuat masalah yang akan memeriahkan pagi mereka. Namun kali ini... tak ada teriakan apapun dalam seisi rumah.

"Apa mungkin karena Cece?" Gumam Gemma pelan mengatur beberapa piring makan.

Tentu. Sudah pasti karena Ashe yang diculik membuat heboh kemarin. Barazel sudah tak bersemangat lagi, Urfansa juga sempat bertengkar dengan Alindra, untungnya Satya bisa membuat jalan tengah atas pertengkaran itu. Lalu Darren...

"Gimana keadaan Darren, Sa?"

Satya yang ikut membantu mempersiapkan peralatan makan terdiam sesaat. Kemarin, setelah dari kantor polisi dia dan Darren tak saling mengobrol sama sekali. Biasanya Darren akan mengatakan setiap masalahnya padanya, karena dia adalah kembarannya.

Namun melihat Darren yang sama sekali diam dan tak mengajak bicara siapapun kemarin...

"Gue juga nggak tau." Satya mengedikkan bahu. "Dia kayaknya masih butuh waktu buat cerita."

Semua khawatir.

Gemma sendiri juga tak ingin tinggal diam begini. Keadaan penghuni rumah ini semakin tak baik. Tapi apa yang bisa dirinya lakukan?

Segelintir ingatan terlintas membuat Gemma tersentak. Iris matanya bercahaya dengan harapan atas apa yang ada dipikirannya.

"Sa, kamu ingat soal keluarga Marvino?"

Satya ikut tersentak begitu mendengar nama yang mulai asing bagi mereka. Padahal nama Marvino, itu adalah keluarga jauh mereka. Berbeda dengan Nathan, keluarga Marvino memiliki hubungan yang cukup baik dengan Wiradja.

Bisa dibilang hubungan mereka tidak buruk dan tidak baik juga. Itu karena mereka sudah lama tak saling sapa. Jadi bisa dibilang keluarga Marvino tidak membenci Wiradja.

"Bang Gem mau minta tolong sama mereka?" Tebak Satya dibalas anggukan mantap dari Gemma.

Beberapa detik kemudian semangat Gemma luntur. "Tapi kita nggak pernah dapat kabar lagi dari mereka. Kalau minta tolong secara mendadak begini... rasanya kurang sopan."

Satya terdiam. Dia sudah selesai menata piring sarapan juga gelas dan teko. Diam sibuk memikirkan bagaimana tentang keluarga Marvino itu. Mereka keluarga jauh dari ayah. Sibuk di luar negri karena pekerjaan.

Namun mereka sempat akrab saat masih kecil. Ya, itu dulu. Sekarang tidak lagi.

"Itu bisa dicoba."

Keduanya menoleh menatap Alindra yang baru memasuki dapur lengkap dengan kemeja kerjanya. Dia berjalan mendekati meja makan, mencicipi satu tempe goreng sambil memperbaiki kancing kemeja atas.

"Gue punya nomor si Sulung Marvino. Nanti bakal gue coba hubungi." Jelasnya. "Jadi nggak usah terlalu cemas."

Alindra menghela napas pelan. Jujur dirinya sendiri tak yakin bahwa keluarga Marvino bisa membantunya. Namun setidaknya ucapannya ini bisa menghibur sedikit. Suasana di rumah ini semakin suram menurutnya.

Elpízo [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang