10. Dharma

209 23 6
                                    

Banyak yang menanyakan tentang dharma di loka ini. Apa daiva itu adil? Mereka bertanya hingga menyalahkan dharma. Padahal mereka hanya perlu menciptakan dharma itu sendiri untuk diri mereka.
-Pena Sansekerta-

✧-✧-✧-✧-✧-✧-✧

Dharma: keadilan.
Loka: dunia.
Daiva: takdir.

Hari Minggu. Tapi Alindra harus pergi keluar menuju kantor perusahaan G&N tempatnya bekerja yang sebentar lagi bukanlah tempat kerjanya. Benar, hari ini dia akan menerima gaji terakhirnya sebagai kepala departemen sementara di sana.

Kini dia menaiki lift menuju lantai teratas. Hanya sedikit orang yang bisa ke sana, Alindra salah satunya. Dia masuk ke ruangan pemilik perusahaan itu setelah mengetuk pintu, menatap pria paruh baya yang nampak masih bugar senantiasa duduk di kursinya dengan berkas di atas meja.

"Aku sudah menunggu mu, Alindra."

Alindra tersenyum singkat, berjalan dan duduk di kursi depan Ganendra yang hanya dihalangi oleh meja. Di atas meja, selain berkas sudah ada satu amplop tebal yang sudah bisa ditebak isinya.

Tapi Alindra sama sekali tidak berniat mengambil itu. Tidak setelah mendengar perbincangan terakhir dengan bosnya.

"Bagaimana pendapatmu setelah bekerja selama tiga bulan ini?"

"Yah, saya cukup puas. Meski melelahkan saya senang karena sudah merasakan bekerja di posisi tinggi seperti ini. Saya... benar-benar bersyukur karena anda sudah menerima saya untuk bekerja meski hanya 3 bulan.

Maka dari itu, saya juga akan menerima batas kontrak pekerjaan ini."

Ganendra tersenyum simpul. Dia bisa mengartikan ucapan terakhir Alindra bahwa lelaki itu sebenarnya masih ingin bekerja. Tangannya menarik amplop tebal lalu menggeser ke hadapan Alindra.

Namun tangan Ganendra belum melepaskan amplop yang harusnya diserahkan pada lelaki dihadapannya ini. Cukup lama Alindra menunggu, hingga dia menatap balik pria paruh baya itu yang kini tersenyum.

"Kamu yakin, ini gaji terakhirmu?"

Kening Alindra mengerut, masih tak menangkap arah pembicaraan ini. "Bukannya waktu kontrak kerja saya sudah selesai, pak?"

"Benar. Kamu sudah tak lagi bekerja di sini sebagai kepala departemen sementara."

Alindra melemaskan bahunya yang sempat tegang, terbesit sedikit harapan bahwa dirinya bisa kembali ditawarkan untuk bekerja di sini.

Tapi tidak mungkin, apalagi dirinya ini berusia 20 tahun, tidak kuliah, hanya pekerja lepas. Bisa bekerja selama 3 bulan di sini saja sudah sebuah keajaiban baginya.

"Tapi kali ini kamu bisa menjadi kepala departemen tetap."

"Apa?"

Sejenak Alindra tertegun. Dia tak bisa menyembunyikan raut keterkejutannya. Antara kaget dan tak percaya, apa pendengarannya salah?

Tapi melihat Ganendra yang masih tersenyum penuh harap padanya, sepertinya pendengarannya baik-baik saja. Dia tak salah dengar. Dirinya kembali diberi tawaran pekerjaan dan kali ini statusnya tetap.

Amplop berisi uang tadi kini Ganendra serahkan pada Alindra. Uang sebanyak itu sudah cukup untuk membayar keperluan saudaranya bulan ini. Akhirnya dia bisa sedikit tenang.

"Kamu masih mau bekerja di sini, kan? Rasanya sia-sia kalau kamu malah mencari pekerjaan lain. Kinerja mu di sini sudah sangat bagus, Alindra."

"Tapi... saya cuman orang tanpa gelar apapun, pendidikan hanya sampai SMA saja dan pekerjaan sebelumnya bermacam-macam. Saya...."

Elpízo [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang