18. Usna

176 30 12
                                    

Lagi pengen up aja. Selamat membaca!

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Dalam alingana senja yang usna, sranta-nya berlabuh di rumah yang memeluknya erat.
-Pena Sansekerta-

✧-✧-✧-✧-✧-✧-✧

Alingana: pelukan
Usna: hangat
Sranta: lelah

Tak ada yang spesial dari kedatangan seorang gadis seperti Aqela. Hanya saja kadang mereka seperti berharap akan sesuatu padanya. Seperti berharap kalau gadis itu sungguh bisa membantu masalah mereka.

Alindra tak berharap banyak. Dia tahu bahwa gadis itu punya batasan yang dibuat sendiri dalam mengurusi orang lain. Alindra sendiri sangat jarang meminta bantuan orang lain.

Dia lebih melakukan sesuatu sendiri. Tak ingin meminta bantuan pada siapapun karena menanamkan pikiran untuk tak tergantung pada orang lain. Bisa juga karena rasa gengsinya yang tinggi.

"Gue butuh saran."

Mungkin kali ini dirinya harus meruntuhkan ego itu sejenak.

"Soal Darren." Lanjutnya. "Gue nggak kenal banyak orang. Mungkin lo punya kenalan yang bisa bantu dia."

"Kayak psikolog gitu ya, kak?"

Alindra menghela napas pelan lalu mengangguk. Sebisa mungkin mereka tak menciptakan suasana canggung. Tapi saat ini Alindra menganggap Aqela sebagai anak dari bosnya. Bukan lagi teman adiknya.

Tatapan Alindra sepenuhnya terarah pada Aqela. Dia menunggu dengan tenang untuk membiarkan Aqela angkat suara dan menjawab permintaannya.

"Aku punya satu saran kak, tapi ini juga kritik untukmu."

Kening Alindra sedikit mengerut. Namun dia tetap tak membuka suara untuk bertanya. Membiarkan atensinya hanya fokus pada satu kawan bicara.

"Dokter terbaik untuk Darren saat ini hanyalah kalian, Wiradja bersaudara."

Aqela kembali berucap lalu meminum sejenak teh yang Gemma sajikan sejak awal percakapan.

"Lalu kritik dariku, kak Alindra, banyak-banyaklah bercerita dengan saudaramu. Ikatan bukan hanya terjalin karena tindakan tapi juga ucapan. Komunikasi, itu sama pentingnya dengan melindungi.

"Darren hanya memerlukan seseorang yang sungguh dia percaya dan yang mempercayai dirinya, yang tak akan mengecewakannya. Dia butuh kalian, bukan dokter psikolog profesional atau apapun. Hanya kalian."

Dan itu juga berlaku untukku.

Sejenak Aqela mengingat soal hubungan persaudaraannya dengan Aksara. Buruk. Sangat buruk. Entah sejak kapan dirinya sudah tak akrab lagi dengan sang kakak, kini bahkan mereka seperti musuh. Walaupun Aksara masih berusaha untuk 'terlihat' akrab dengan dirinya.

Hening melanda ruang tamu. Alindra sibuk memikirkan ucapan barusan. Memang benar. Egonya sendiri membuatnya tak ingin bercerita pada orang lain.

Saudaranya memang kadang menyerahkan masalah mereka, membuat dirinya seakan sungguh sangat dipercaya. Tapi apa Alindra pernah seperti itu pada mereka?

Tindakannya ini... seakan-akan membuat dirinya masih tak mempercayai saudaranya yang lain.

Hanya karena masalah komunikasi.

Prang!

Suara dari lantai atas menarik perhatian keduanya. Sepertinya suara itu lagi-lagi berasal dari kamar si Dua Bungsu. Aqela hanya diam di tempatnya saat Alindra sudah melesat pergi menuju lantai atas.

Elpízo [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang