Author saranin di chapter ini baca sambil dengar musik sedih. Hmm, misalnya 'Kembali Pulang', 'Jiwa yang Bersedih' atau lagu lainnya yang kira-kira cocok deh.
Ok, selamat membaca!
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _Vismaya tak pernah jauh dari cakrawala asa, menanti kita untuk percaya bahwa segalanya sambhava.
-Pena Sansekerta-✧-✧-✧-✧-✧-✧-✧
Vismaya: keajaiban
Asa: harapan
Sambhava: mungkin terjadi"Ren, Darren!"
Urfansa melesat maju begitu dia membuka pintu kamar duo bungsu dan menemukan Darren sudah berada di pinggir jendela. Dengan cepat dia meraih tubuh lemah sang adik sebelum terjun ke bawah.
Barazel dan Satya terdiam di depan pintu kamar, tercengang melihat keadaan kamar yang sebagiannya berantakan. Salah satu vas bunga pecah mengotori lantai, meja dan lemari milik Darren juga jauh dari kata rapi.
Sangat kacau.
"Darren, Lo kenapa?!"
Urfansa menggenggam erat dua pundak Darren yang masih berdiri lemas dengan tatapan kosong. Takut kalau adiknya itu mencoba untuk melompat lewat jendela lagi. Gemma yang baru datang bersama Alindra juga terkejut melihat keadaan.
"Nggak berguna... Ren nggak berguna... mau ketemu bunda..." Darren berucap lirih.
Dahi Urfansa mengerut. "Ren? Coba cerita, Lo kenapa?"
Manik mata tanpa cahaya itu kini menatap sosok di hadapannya, memperlihatkan wajah yang begitu pucat. Lebih pucat dari siang tadi. Kristal bening pun mulai keluar dari pelupuk mata remaja itu, diikuti dengan sebuah isakan kecil.
"Darren... mau ketemu bunda. Darren capek, ukh- hiks."
Akhirnya, Darren mengungkap rasa sakitnya. Meski tak semua, karena dia sudah tak tahan. Dia ingin meluapkan semuanya. Dia lelah dihantui dengan semua bayangan buruk itu.
Kata-kata menusuk, ingatan menyakitkan, luka yang perih di sekujur tubuhnya.
Tubuhnya bergetar, rasa sakit di dadanya semakin menjadi-jadi. Matanya terasa panas dengan linang air mata.
"DARREN CAPEK! DARREN MAU KETEMU BUNDA!"
"DARREN!"
Gemma ikut turun tangan saat Darren tiba-tiba memberontak di genggaman Urfansa. Kedua tangannya langsung menangkap tubuh sang adik ke dalam dekapan hangat, menahan Darren yang hampir ingin kembali melewati jendela.
Tangan itu dengan hati-hati melingkar di tubuh Darren, takut menekan luka lebamnya. Darren dalam dekapan itu semakin terisak, menggenggam erat baju Gemma dan menyembunyikan wajahnya di pundak sang kakak.
Tubuhnya yang tiba-tiba melemah jatuh begitu saja. Gemma ikut duduk, semakin mengeratkan dekapannya, membiarkan air mata membasahi pakaiannya saat ini.
"Darren capek hiks, mau ketemu bunda... mau istirahat. Capek... ukh hiks."
"Ren, tenang. Bang Gem ada di sini. Yang lain juga masih di sini. Ren masih punya kita, kan. Jangan bilang gitu..." Ucap Gemma mengelus surai sang adik.
Sang adik perlahan mulai sadar, menerima pelukan hangat itu. Pelukan yang sangat mirip dengan pelukan ibunda mereka. Kali ini dia membiarkan dirinya dalam dekapan Gemma yang semakin erat.
Gemma takut. Takut mimpi buruknya sungguh terjadi. Takut satu persatu saudaranya pergi lebih dulu.
Kemarin Ashe diculik. Hari ini Darren ingin mengakhiri hidupnya sendiri. Besok apa lagi? Dia tak ingin ada yang pergi. Cukup dua orang tuanya saja. Jangan saudaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elpízo [On Going]
Teen FictionAlindra, Urfansa, Gemma, Barazel, Ashe, Darren, dan Satya. Ketujuh bersaudara ini harus menghadapi masalah mereka masing-masing hingga mereka lupa bahwa mereka masih saling memiliki satu sama lain. Melupakan fakta bahwa mereka bisa berbagi luka dan...