20. Ashanka

139 21 8
                                    

Ketika ashanka yang kelam menyelimuti hridaya, mungkin itulah cara alam memberi sinyal untuk melangkah lebih pemilih
-Pena Sansekerta-

✧-✧-✧-✧-✧-✧-✧

Ashanka: firasat
Hridaya: hati

"Gue ada rencana buat bales Liam. Gue pengen ngalahin dia pas penyeleksian. Kakak bisa bantu nggak?"

"Kebetulan aku juga ada nyiapin rencana sama kejutan buat dia."

. . .

Setelah perbincangan itu, keduanya mulai menukar pendapat. Menyimpulkan rencana yang akan mereka lakukan. Termasuk soal kepala sekolah dan para guru yang masih saja mementingkan uang.

Rencana untuk mengganti kepsek memang sudah ada sejak lama, hanya saja Aqela perlu bukti kuat untuk menggulingkan jabatannya. Orang-orang yayasan saja masih sulit dia percaya.

Mungkin saja kan, masih ada orang seperti kepseknya diantara mereka.

"Oke. Ke depannya akan ada orang yang bantu kamu buat persiapan penyeleksian olimpiade. Nggak tau kapan dia bakal datang, tunggu aja." Jelas Aqela sambil mengecek jam tangannya.

Satya mengangguk singkat, mengecek isi tasnya.

Mereka berdua baru saja ingin pulang setelah mengurus hal masing-masing. Sejenak Aqela menatap sekitar. Sekolah memang sudah mulai sepi, 3 jam lalu murid lain sudah pulang. Satya mengikuti kelas khusus. Aqela sendiri tadi sibuk berdebat dengan beberapa guru.

Tak usah memusingkan apa yang Aqela lakukan. Toh, dia punya kedudukan lebih tinggi.

"Kenapa, kak?" Satya bertanya heran.

Pasalnya kakak kelasnya ini sudah hampir semenit menatap sekitar. Terutama bagian dekat gerbang sekolah. Seakan mencari seseorang. Penjemputnya mungkin?

"Kamu ngerasa kayak ada yang ngawasin nggak?"

"Hah?"

Satya ikut menoleh ke sekitar. Sekolah mereka sudah sepi. Paling hanya satu-dua murid dan guru yang lewat sehabis kegiatan ekskul. Selebihnya sunyi.

Aqela menggeleng pelan. "Cuman perasaan ku aja. Kamu mau ku antar lagi?"

"Nggak usah, kak. Hari ini bang Alin katanya pulang cepet."

"Oh, gitu ya. Yaudah, aku duluan."

. . .

Rumah.

Darren sudah menemukan tempatnya untuk bersandar. Apa sekarang dirinya bisa tenang? Tapi bagaimana jika dalam rumah itu masih ada orang yang membencinya?

Oh, Satya belum sepenuhnya meminta maaf hari itu. Permintaan maafnya bahkan tak tersampaikan dengan baik pada Darren. Dan sampai sekarang pun Darren kurang nyaman berada di rumahnya sendiri.

Meski keadaannya perlahan membaik.

Klik.

Pintu kamar terbuka. Menampakkan sosok remaja yang baru pulang dari sekolahnya. Berbeda dengan sang kembaran yang masih berbaring lesu di atas ranjang.

Satya melangkahkan kakinya untuk masuk lebih dalam. Dia tak lagi menatap Darren tiap kali masuk ke kamar untuk melihat kondisinya. Karen tiap kali dia menatap Darren, wajah kembarannya itu selalu nampak ketakutan.

Kali ini Satya memilih sedikit mengacuhkan pandangannya. Dia hanya khawatir jika semakin mendekati Darren akan membuat kondisi kembarannya itu kian memburuk.

Elpízo [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang