2.0--A New Disguise 上

442 58 15
                                    

Beberapa jam kemudian setelah mobil Diego meninggalkan tempat itu, tiga buah Maserati GTS hitam terparkir di titik yang sama.

Seorang pria berdarah Italia berambut hitam ikal keluar dari mobil yang paling depan. Mata hijaunya yang tersembunyi di balik kacamata hitam melihat-lihat sekeliling sementara tangannya mengarahkan sebatang rokok yang terselip di antara jemari ke arah mulutnya untuk dia hisap kemudian. Wajah bagian bawahnya dipenuhi kumis dan jenggot tebal, memberikan kesan seram pada rupanya.

"Perché non è ancora arrivato—kenapa dia masih belum datang?" gumamnya dengan mata yang menyapu keadaan sekeliling yang begitu lengang. "Antonio, chiamalo—telepon dia!" titahnya pada Antonio yang berdiri di belakangnya.

Antonio dengan sigap langsung mengeluarkan ponselnya dan melaksanakan perintah pria bejenggot yang kini beralih memerintahkan yang lainnya untuk memeriksa tiap sudut yang ada di situs reruntuhan ini.

Beberapa menit diisi oleh keheningan serta desisan frustrasi Antonio akibat telepon yang tak kunjung tersambung.

Setelah beberapa kali dia coba menghubungi ulang nomor yang sama, Antonio akhirnya menyerah. Dia mengalihkan perhatiannya pada si pria berjenggot yang wajahnya mulai menegang.

"Mi scuso, Signor Marco—Maaf Tuan Marco," kata Antonio takut-takut kepada pria berjenggot yang ternyata adalah Marco. "Non risponderà al telefono—dia nggak angkat teleponnya."

Marco mendengus, "Lo so—saya tau," tanggap Marco dingin.

Orang-orang yang sempat dia perintahkan untuk memeriksa situs reruntuhan itu pun kembali. Masing-masing dari mereka menggelengkan kepalanya lemah, tanda bahwa orang yang mereka cari tidak ada di manapun.

Kaki Marco yang terbungkus sepatu boots hitam itu menendang tanah. Dia mendesis marah.

"Che cazzo!" umpatnya. 

Marco menolehkan kepalanya cepat ke arah Antonio yang tengah menundukkan kepalanya dalam-dalam. Sambil menatapnya dengan mata nyalang, dia memberi perintah padanya, "Trovalo e portamelo—cari dan bawa dia ke saya! Ora!"

Antonio dan anak buahnya yang lain langsung menaati perintahnya. Mereka semua dengan cepat kembali memasuki mobil dan meninggalkan tempat itu, menyisakan Marco yang tengah melampiaskan amarahnya sendirian di tempat itu.

"Diego bastardo," geramnya. "Corri più lontano che puoi, alla fine morirai nella mia mano—lari sejauh yang kamu bisa, pada akhirnya kamu bakal mati di tangan saya."

Marco berjalan memasuki satu mobil yang masih tersisa di sana sambil mendengus geram. Segera setelah dia menutup pintu mobil, sang supir langsung menancap gas dan membawa Marco kembali ke mansionnya.

"Diego bastardo... ti ucciderò."

.

.

.

***

Moscazzano, Crema, Italia

"Put your arm on my shoulder," ujar Diego sambil mendekatkan tubuhnya ke sebelah Sacha yang sudah bersiap di dekat pintu. 

Sacha mengalungkan salah satu tangannya pada pundak Diego, seperti yang dia minta, dan perlahan-lahan mengeluarkan kaki-kakinya dari dalam mobil. Dibantu oleh Diego, Sacha menstabilkan posisinya dengan dua tongkat di tangan kanan dan kirinya. 

Setelah posisi berdirinya cukup stabil, Diego melepas rangkulannya pada tubuh Sacha dan beralih pada seorang pria kulit putih berusia 40-an dengan rambut coklat gelap seleher diikat ke belakang. Pria itu kini berdiri di hadapan mereka sambil menyodorkan kunci mobil Diego, hendak mengembalikannya pada sang pemilik.

The Nightingale's Operation [Doshin] || CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang