3--A Starting Point

581 74 9
                                    

"Inget ya, komando atas rencana pelarian ini semuanya ada di tangan gue. Jadi, walaupun technically lo atasan gue, tapi lo tetep harus ikutin kata-kata gue."

Diego yang saat ini tengah mengemas barang-barangnya berpetuah sambil berjalan kesana kemari. 

"Dan semua pergerakan harus atas izin dari gue. Lo," Diego menggantung kalimatnya lalu berjalan mendekati Sacha yang terduduk lesu di atas kasurnya, "dilarang bergerak sendirian," tandasnya dengan penekanan di setiap kata-katanya.

"Ngerti lo?" tanya Diego yang menuntut jawaban segera dari Sacha.

Sacha berdecak kecil sebelum menjawab, "Iya!"

Tidak pernah satu kalipun Sacha membayangkan akan ada suatu hari di mana dirinya berada di situasi ini. Menyusun rencana pelarian bersama orang yang baru dikenalnya selama satu bulan?

Absurd.

Sejak awal Sacha memang merasa dirinya tidak membutuhkan perlindungan dari siapapun. Dia bisa menangani semuanya sendirian, makanya ketika sang Ayah menugaskan Diego untuk menjadi pengawal pribadinya, Sacha sontak menolak. Namun, siapa sangka jika hari ini Sacha akhirnya secara tidak langsung mengakui bahwa dia memang membutuhkan perlindungan itu.

Sacha menertawai dirinya sendiri.

Ditatapnya Diego yang masih sibuk mondar-mandir mengumpulkan barang-barang yang sekiranya penting untuk dia bawa. Diego yang menyadari tatapan yang tertuju ke arahnya seketika berhenti bergerak dan menoleh.

"Apa?" tanyanya sambil menyilangkan tangan di dada, "lo terpesona sama gue ya?" tanyanya lagi kali ini diiringi dengan seringai jahil di bibirnya. 

Sacha memutar bola matanya malas sebelum beranjak dari atas kasur dan pergi meninggalkan kamar Diego. 

"Bokap lo beneran pergi besok pagi kan?" tanya Diego tepat sebelum Sacha memutar kenop pintu kamar.

"Mhm. Udah gue cek juga lewat Joshua. Pokoknya besok siang kita pergi dari sini," jawab Sacha dengan suara yang volumenya makin pelan, "this is gonna work, isn't it Diego?" Sacha bertanya pelan, suaranya sarat akan kekhawatiran yang mendalam.

"Sure it is," jawab Diego mantap. "Sacha," panggilnya kemudian.

Sacha menoleh ke belakang dan mendapati Diego tengah berdiri tidak lebih dari tiga langkah di belakangnya. Entah karena efek psikologis atau apa, tetapi Diego saat ini terlihat lebih tinggi dan gagah daripada biasanya hingga membuat Sacha harus mendongak sedikit untuk menatap matanya.

"Trust me, will you?" tanya Diego lembut. 

Mata Sacha seketika memerah lagi. Dia menggigit bibir bawahnya sambil menundukkan kepalanya ke bawah. Dirinya tidak sanggup berkata apapun lagi, maka dia hanya membalas pertanyaan Diego dengan anggukan kencang sebelum keluar dan benar-benar meninggalkan kamar Diego.

Entah bagaimana akhir dari cerita ini, Sacha tidak mau ambil pusing memikirkan itu. Keputusannya sudah bulat. 

Pergi dari sini atau mati.

***

Informasi yang disampaikan oleh Sacha memang akurat.

Pukul 9 pagi hari ini, mobil Ayahnya terlihat berjalan keluar garasi diikuti oleh beberapa mobil lainnya yang berjalan mengelilinginya. Senyum kecil mengembang di bibir Sacha kala melihat pemandangan tersebut dari jendela ruang kerjanya. Namun senyum itu tidak bertahan lama karena sekejap kemudian dia sadar bahwa semuanya belum selesai sampai di sini.

Sacha masih harus mencari cara untuk mengelabui Joshua supaya dia bisa keluar dari rumah ini tanpa kecurigaan darinya, yang mana hal itu akan memberi mereka waktu lebih banyak untuk setidaknya menjauh dari kota ini.

The Nightingale's Operation [Doshin] || CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang