2.4--A Confession

630 74 59
                                    

Suara denting sendok dan garpu yang membentur piring porselen itu menggema di seluruh penjuru ruang makan. Sacha dan Diego tengah menyantap makan siang mereka masing-masing dengan tenang. Keduanya sama-sama baru keluar dari kamar sekitar satu jam yang lalu. Tampaknya, mereka berdua sama-sama sibuk dengan pikiran mereka sendiri semalam hingga bangun kesiangan hari ini.

Bicara tentang semalam, Sacha sebenarnya tidak bermaksud membuat Diego khawatir. Pemandangan yang sempat mengejutkannya ketika menemukan Diego di hotel waktu itu benar-benar memenuhi isi kepalanya dan membuat dadanya sesak entah kenapa. Sacha tidak suka perasaan ini. Tetapi, dia lebih tidak suka alasan yang membuat dia merasa seperti ini. 

Merasa terbebani oleh perasaannya sendiri, Sacha akhirnya memutuskan untuk keluar sebentar dan menjernihkan perasaannya. Siang itu, dia berjalan menyusuri jalanan tanpa tujuan pasti dan membiarkan hatinya yang menuntunnya. Saat itu, Sacha merasa sangat percaya diri dan sama sekali tidak memiliki kekhawatiran meskipun daerah yang dilewatinya itu begitu asing baginya. 

Dengan tongkat-tongkatnya, dia berhasil berjalan hingga ke pusat kota Crema. Bangunan-bangunan dengan arsitektur kuno yang khas menyapa matanya. Sacha menikmati sisa hari itu di sana. Dengan mata memandang orang-orang yang berlalu-lalang di depannya, Sacha bergumul dengan isi hati dan pikiran yang terus-menerus memberontak keluar. 

Alih-alih berdiskusi dengan damai bersama hati dan kepalanya, Sacha malah merutuki dirinya sendiri. Dia geram. 

Atas perasaan yang datang tanpa diundang; atas resah dan gelisah yang melilit sekujur tubuhnya; atas ketidakberdayaannya untuk mengambil langkah yang tajam; atas hal-hal yang kerap menentang prinsip yang selalu dia pegang teguh.

Sacha biasanya tidak seperti ini.

Setiap keputusan yang dia ambil selalu mantap. Ayahnya tidak akan pernah memberinya kesempatan untuk melangkah dengan ragu-ragu. Maka, ketika dia dihadapkan oleh perasaan yang rumit seperti ini ketangkasan dan keberanian yang selalu dia bangga-banggakan itu seketika luntur. Dan Sacha geram akan hal itu.

Sacha masih berusaha sekeras mungkin untuk menjaga dinding yang membatasinya dengan Diego tetap berdiri kokoh. Di atas jembatan panjang itu, Sacha masih menjadi satu-satunya orang yang berjuang sendirian untuk menopang dinding pembatas itu. Namun, hati kecilnya seringkali berkata lain. Dia yang mengendalikan kaki-kaki Sacha untuk terus melangkah ke depan hingga dirinya tidak sadar bahwa dia sudah berada di tengah-tengah jembatan panjang itu. Figur Diego yang berdiri di seberang sana terlihat semakin jelas seiring dengan perasaan Sacha yang semakin kuat setiap harinya.

Selama berjam-jam dia duduk di atas bangku kayu di pinggir jalan kota Crema sore itu, Sacha memutuskan untuk kembali meskipun hatinya belum sepenuhnya tertata rapi. Langit mulai menggelap, Sacha takut dia akan kesulitan mencari jalan pulang tanpa adanya sinar matahari yang masih menggantung di langit.

Yang mana, ketakutannya itu terbukti benar.

Sacha gagal mencapai rumah sebelum matahari terbenam sepenuhnya. Rupa jalanan yang dilewatinya saat berangkat tadi berubah drastis ketika dia kembali dari arah yang berlawanan. Belum lagi, langit gelap yang mempersulit penglihatannya untuk mencari jalan yang benar. Tak terhitung berapa kali Sacha salah mengambil belokan hingga dirinya hampir-hampir merasa bahwa sebenarnya dia hanya berputar-putar di titik yang sama daritadi tanpa berpindah sedikit pun.

Ketakutan tiba-tiba melanda. Sacha mungkin telah menghabiskan waktu bermenit-menit bahkan mungkin sudah lebih dari satu jam untuk berputar-putar mencari jalan pulang. Satu lagi rutukan yang dikeluarkan untuk dirinya sendiri atas keputusannya yang gegabah tanpa perhitungan seperti ini.

Sacha mempercepat langkahnya seiring dengan langit gelap yang semakin pekat. Dia mengacuhkan keringat yang membasahi kening hingga leher dan punggungnya meskipun angin malam musim dinging tak berhenti bertiup sejak tadi. Dengan lincah dia gerakan tongkat-tongkat di tangannya ke depan.

The Nightingale's Operation [Doshin] || CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang