3.0--A Reconciliation

462 70 48
                                    

"Sacha, I love you. I can't live without you. Every moment we spend apart feels like an eternity; every time we're together, my heart feels whole again. Your presence brings a light into my life that I never knew existed, and I cherish every laugh, every smile, every word we share. You mean the world to me, and I can't-"

Lagi.

Sacha lagi-lagi mendadak terbangun dari tidurnya akibat mimpi itu lagi. Dengan nafasnya yang tersengal-sengal, Sacha merogoh ponsel yang dia letakkan di sebelah kepalanya.

Tanggal 20 Desember, pukul 1.30 dini hari. Masih terlalu pagi untuk memulai aktivitasnya, tetapi dirinya merasa jika dia sudah tidak mungkin bisa tidur lagi, seperti biasa.

Sudah malam kesekian dirinya terus memimpikan hal yang sama. Sebuah suara yang begitu familiar terdengar menuturkan kalimat-kalimat penuh afeksi padanya tanpa henti. Suara itu terdengar sangat damai. Tiap katanya bagai dibalut oleh perasaan yang tulus hingga membuat Sacha terbalut dalam kehangatan yang sangat dia rindukan, sebanyak dia merindukan sosok pemilik suara tersebut.

Diego, dengan wujudnya yang tampak samar muncul di dalam mimpinya bersama suara-suara yang menggema di alam bawah sadarnya.

Sacha selalu berpikir bahwa dia telah berhasil menghapus kehadiran Diego di dalam hatinya ketika dia terbangun di siang hari. Selama beberapa hari terakhir ini, dia selalu mempercayai hal itu. Namun, ternyata alam bawah sadarnya tidak sejalan dengan pikiran sadarnya.

Setiap malam, dia selalu mendapatkan mimpi yang terus berulang. Mimpi yang bisa jadi, ternyata adalah keinginan sesungguhnya yang terkubur jauh di bawah egonya yang menumpuk tinggi. Keinginan untuk mendengar Diego mengatakan bahwa dia mencintainya.

Pernah satu kali Sacha menolak untuk bangun dari mimpinya. Sesimpel karena di dalam sini terasa lebih hangat dan nyaman sehingga dia menolak untuk kembali ke dunia nyata yang dingin dan sepi. Namun, semakin lama dia tinggal di sana, semakin terusik jiwanya karena dia tahu bahwa semua ini tidak benar.

Mimpi hanyalah sebuah dunia semu yang dibuat oleh alam bawah sadarnya untuk rehat sejenak dari dunia nyata yang kadang berjalan tak sesuai harapan. Namun bukan berarti dia bisa tinggal di sana selamanya karena bagaimanapun juga, mimpi bukanlah sesuatu yang nyata.

Maka, sejak saat itu, Sacha selalu memaksa dirinya untuk memutus mimpi tersebut dan mendorong alam bawah sadarnya untuk segera bangkit dari mimpi tiap suara tersebut mulai terdengar memasuki pendengarannya. Sebelum Diego, pria yang diam-diam dirindukannya itu kembali menampakkan dirinya dan menahan Sacha untuk tetap tinggal di sana.

Satu dua kali Sacha terbangun dari mimpinya dengan air mata bercucuran di pipinya. Meskipun hatinya sudah memberikan sinyal sejelas ini, tapi pikirannya masih saja bersikeras untuk melupakan Diego selamanya. Entah sampai kapan dia akan bertahan dengan pendiriannya itu walaupun sebagian dari dirinya sangat ingin berseru keras-keras bahwa dia sebenarnya sangat merindukan Diego.

Sacha melirik ke arah meja belajar yang terletak tak jauh dari tempat tidur. Bertumpuk-tumpuk kertas origami yang telah berhasil dia lipat membentuk bunga tulip terlihat cantik dibalut oleh sinar bulan yang masih menyala terang di luar sana. Dia mulai melakukan hal ini sejak mimpi itu datang: melipat kertas origami untuk membunuh waktu, setidaknya hingga matahari terbit, karena dia tidak pernah bisa untuk kembali tidur lagi. Tulip-tulip itu bahkan sudah memenuhi seluruh permukaan meja hingga beberapa di antaranya jatuh berserakan ke lantai. Beberapa sudah dia berikan kepada Maria yang kemudian disambut oleh seruan penuh pujian darinya. Dia belum pergi ke mana-mana sejak kedatangannya ke apartemen ini malam itu, ngomong-ngomong.

Sacha bangkit dari posisi berbaringnya dan berjalan mendekati meja. Kondisi kakinya sudah berkali-kali lipat lebih baik sehingga dia sudah tidak membutuhkan tongkat lagi untuk berjalan.

The Nightingale's Operation [Doshin] || CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang